Ibnu Taimiyah Muhadditsan, begitulah kalimat yang ditorehkan oleh DR Aidh al Qarni dalam
sebuah kitabnya yang berjudul Ala Sahili ibni Taimiyah, beliau
menjadi saksi bahwa Ibnu Taimiyah adalah seorang Muhaddits. Beliau katakan:
وينسب
الحديث إلى من خرجه ويبين مصادر كل رواية ويبين الزيادة ، ويعرف الشاذ ، ويدرك
المنكر ، ومن طالع كتبه بتمعن وجد أنه محدث من أكبر المحدثين ، بل شهد له معاصروه
بذلك
Dia menetapkan hadits kepada periwayatnya, menjelaskan
sumber-sumber tiap riwayat dan tambahan riwayatnya. Mengetahui hadits Syadz dan
tanggap dengan hadits munkar. Siapapun yang menelaah kitab-kitabnya dengan
teliti niscaya akan mendapati bahwasanya dia termasuk Muhadits terbesar, bahkan
hal itu telah disaksikan oleh orang-orang yang semasa dengannya.
Ibnu Taimiyah Muhadditsan, Kalimat ini bahkan dijadikan judul kitab Oleh DR. Adnan Muhammad
Syalus untuk mengeksplore bukti-bukti bahwa Ibnu Taimiyah layak mendapatkan
gelar sebagai seorang Muhaddits kenamaan.
Gaung keilmuan Ibnu Taimiyah sebagai Ahli hadits telah nampak
dalam bakatnya semenjak kecil
Al hafidz Ibnu
abdil hadi menyebutkan: “Suatu kali, ketika
beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu
kota lain di Syria sekarang, pent.) yang sengaja datang ke Damaskus,
khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya
menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara
menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu
menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan
kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan
ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini
hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada
seorang bocah seperti dia.
Al-Imam Abu
Thahir As-Sarmari menyebutkan dalam majelis ke-67 dari majelis imlaknya tentang
dzikir dan al-hifzh: “Di antara keajaiban-keajaiban
kekuatan hafalan (hifzh) di zaman kita ini adalah Syaikhul Islam Abul ‘Abbas
Ahmad bin ‘Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Karena beliau pernah melihat sebuah kitab
lalu membacanya satu kali, saat itu juga isi kitab itu telah tercetak di dalam
benaknya. Kemudian dia mengulang-ulang dan menukilnya dalam tulisan-tulisannya
secara tekstual atau makna. Bahkan lebih menakjubkan lagi yang pernah saya
dengar tentang beliau adalah kisah yang diceritakan sebagian sahabatnya ketika
beliau masih anak-anak. Ayahnya ingin membawa anak-anaknya rekreasi ke sebuah
taman, lalu beliaupun berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Hai Ahmad, engkau
berangkat bersama saudara-saudaramu untuk bersantai.’ Tapi Ibnu Taimiyah
memberi alasan kepada ayahandanya, sedangkan ayah beliau terus mendesak.
Syaikhul Islam tetap menolak: ‘Saya ingin ayah memaafkan saya untuk tidak
keluar.’ Akhirnya sang ayah meninggalkannya dan berangkat bersama
saudara-saudara beliau yang lain. Mereka menghabiskan hari itu di taman
tersebut, dan kembali menjelang sore. Setelah tiba di rumah, sang ayah berkata:
‘Hai Ahmad, engkau telah membuat saudaramu kesepian dan menodai kegembiraan
mereka dengan ketidakhadiranmu bersama mereka. Mengapa?’Beliau menjawab: ‘Wahai
ayahanda, sesungguhnya hari ini tadi, ananda sudah menghafal kitab ini.’ Beliau
menunjukkan sebuah kitab di tangan beliau. Sang ayah terkejut, kagum dan tidak
percaya: ‘Engkau sudah menghafalnya?’ Lalu beliau berkata kepada Syaikhul
Islam: ‘Bacakan kitab itu kepadaku.’ Syaikhul Islam membacakannya, dan ternyata
beliau memang telah menghafal isi kitab itu seluruhnya. Sang ayah segera
mendekap dan mencium keningnya seraya berkata: ‘Wahai anakku, jangan engkau
ceritakan kepada siapapun apa yang telah kau lakukan.’ Demikian katanya karena
khawatir ‘ain (mata hasad) menimpa putranya”.
Tingkatan Ibnu
Taimiyah dalam ilmu hadits juga telah mencapai derajat Al hafidz[1].
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh al Hafidz Ibnu Hajar Al Astqalani
ketika ia mengutip pendapat ilmu taimiyah Ketika menyebutkan hadits :
الْفَقْرُ فَخْرِي وَبِهِ أَفْتَخِرُ
” Kefakiran adalah kebanggaanku, dan dengannya aku berbangga”.
Ibnu Hajar menyatakan :
وَهَذَا الْحَدِيثُ سُئِلَ عَنْهُ الْحَافِظُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ؟ فَقَالَ إنَّهُ كَذِبٌ لَا يُعْرَفُ فِي شَيْءٍ مِنْ كُتُبِ الْمُسْلِمِينَ
الْمَرْوِيَّةِ
” Hadits ini ditanyakan kepada al-Hafidz Ibnu Taimiyyah : maka
beliau berkata : ‘Sesungguhnya itu adalah dusta, dan tidaklah diketahui
sedikitpun (terdapat) dalam kitab-kitab yang diriwayatkan oleh kaum muslimin’.
(Talkhiisul
Habiir juz 4 halaman
156).
Al Imam Az Zahabi
berkata : Orang paling hafidz yang pernah aku lihat
adalah Ibnu Daqiqil ied, Ad Dimyathi, IbnuTaimiyah, dan Al Mizzi. Ibnu Daqiqil
Ied adalah yang paling memahami hadits, Ad Dimyati paling mengetahui ilmu
nasab, Ibnu Taimiyah paling banyak menghapal matan, sedangkan Al Mizzi paling
mengetahu ilmu rijal[2]
Bukan Cuma itu
yang membuktikan tingginya derajat beliau dalam Ilmu hadits. Al Imam Az Zahabi
telah mengumpulkan biografi para huffadz dalam sebuah Kitab yang bernama Tadzkiratul Huffadz begitu juga Al Hafidz As Suyuti dalam
sebuah kitab yang beliau namakan Thabaqatul Huffadz,
dan tentu saja nama Ibnu Taimiyah terdapat dalam deretan nama-nama Huffadz di
dua kitab yang dikarang oleh kedua pemuka Ulama Syafiiyah tersebut.
Ada tiga macam bukti kuat bahwa beliau adalah seorang Muhaddits
1. Tercantumnya nama beliau dalam kitab-kitab biografi Ulama hadits
dan Huffadz
2.
Persaksian para ulama seputar
keahlian beliau dalam Ilmu hadits.
3.
Kitab Ilmu Musthalah dan
Kodifikasi Hadits yang telah dinyatakan statusnya oleh Ibnu Taimiyah.
Secara rinci, tiga bukti-bukti tersebut adalah sebagai
berikut
1. Tercantumnya nama beliau dalam kitab-kitab biografi Ulama
hadits dan Huffadz
1.
Mukhtasar Thabaqatu Ulama Al
hadits– Al Hafidz Muhammad Bin Ahmad Bin Abdul Hadi.
Dalam kitab ini beliau menuangkan
Biografi Ibnu Taimiyah sekaligus mengutip pendapat-pendapat para Ulama Kenamaan
seperti al hafidz Al Barzali yang mengatakan:” dan Ia (Ibnu Taimiyah) mahir dalam Ilmu
Hadits dan tafsir”.
Beliau juga mengutip pujian Al Hafidz Az Zahabi yang mengatakan:
”Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal
(mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, cabang
ilmu-ilmu hadits, Hadits ‘Ali dan Nazil, antara shahih dan dhaif, hafal
matan-matan hadits yang menyendiri padanya, tak seorangpun menyamai derajat
beliau dalam Ilmu hadits dimasanya.”
dan pujian-pujian lainnya yang beliau utarakan maupun beliau kutip dari para
ulama mu’tabar.
2.
Al Muayyan fi Thabaqatil
Muhadditsin– Az Zahabi
3. Dzikru man Yu’tamadu Qauluhi Fil jarhi Wat Ta’dili-Az Zahabi
4. Tazkiratul Huffadz- Az Zahabi
Beliau mengatakan:”(Ibnu
Taimiyah) dilahirkan pada bulan rabiul Awwal tahun 661 Hijriah, dan berpindah
beserta keluarganya ketika berumur 7 tahun. Belajar dari Abdud Daim, Ibnu Abil
Yasir, Al Kamal bin Abd, Ibn As Shairafi, Ibnu abil Khair, dan banyak lagi.
Menekuni Hadits, menyalin sebagain hadits, berkeliling kepada para Syaikh,
menyelesaikannya dan mampu mengambil Intinya. Cakap dalam Ilmu tentang rijal,
cacat, dan fiqh hadits. Dan pada ilmu-ilmu keislaman serta Ilmu-ilmu
lainnya”.
5.
Dzailut Taqyid Lima’rifati
Ruwaatis Sunan Wal Masaanid– Taqiyuddin Ahmad Al Faasi
Beliau mengatakan:”Dia
memiliki pengetahuan yang luas dalam Tafsir, Hadits, fiqh, ushul, Bahasa
Arab, dan lain-lain serta memiliki kesungguhan”.
6.
Thabaqatul Huffadz-As Suyuthi
Beliau mengatakan mirip dengan yang digambarkan oleh Al hafidz Az
Zahabi.
2. Persaksian para ulama seputar keahlian beliau dalam Ilmu
hadits.
Inilah Persaksian Mereka:
Az Zahabi
Ibnu Rajab
mengutip Pendapat Az Zahabi tentang Ibnu Taimiyah dalam Kitab Dzail ala At
Thabaqatil Hanabilah yang mengatakan:
Dia adalah lambang
kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap
Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli.
Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu,
zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma`ruf, nahi mungkar, dan banyaknya
buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.
Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar
dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua
ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya
dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: Dia mempunyai
pengetahuan yang sempurna mengenai rijal, Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah
sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal
matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka tidak seorangpun pada
waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya .
Adz-Dzahabi
berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak
diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.[3]
Ibnu Katsir
Dalam Kitabnya
yang fenomenal, Al Bidayah wan Nihayah pada Peristiwa yang terjadi tahun 728
Hijriah, beliau menyinggung manaqib Ibnu Taimiyah dalam ceritanya tentang
wafatnya guru beliau tersebut. Beliau mengatakan:
Adapun hadits, Dia adalah pemegang panjinya, hapal baik sanad
maupun matan, mampu membedakan sohih dan Hasan dan mengetahui rijal-rijalnya
secara mendalam.
Al Hafidz Al Ya’mari– (Ibnu
Sayyidin nas)–guru
dari gurunya Ibnu hajar
Ibnu Hajar
menukil Pendapat beliau dalam Kitab Durarul
kaminah fi A’yan At Tsaminah, beliau mengatakan:
وقال شيخ شيوخنا الحافظ أبو الفتح اليعمري في ترجمة ابن تيمية حذاني يعني المزي على رؤية الشيخ الإمام شيخ الإسلام تقي الدين فألفيته ممن أدرك من العلوم حظاً وكان يستوعب السنن والآثار حفظاً إن تكلم في التفسير فهو حامل رايته، أو أفتى في الفقه فهو مدرك غايته، أو ذكر في الحديث فهو صاحب علمه وذو روايته، أو حاضر بالملل والنحل لم ير أوسع من نحلته في ذلك ولا أرفع من درايته، برز في كل فن على أبناء جنسه، ولم تر عين من رآه مثله ولا رأت عينه مثل نفسه
Beliau menghapal[4] seluruh
kitab-kitab sunan dan juga atsar, kalau dia berbicara tafsir, maka seolah ia
pemegang benderanya (sangat ahli), kalau dia berfatwa tentang fiqh, maka dia
seolah paling menguasai fiqh, Kalau dia bicara tentang hadits,maka dia seolah
pemilik ilmunya dan yang meriwayatkannya, atau ketika ia menyampaikan
tentang aliran-aliran maka tidak ada yang lebih luas dan lebih tinggi
pembahasannya, Ibnu Taymiyah menguasai semua cabang ilmu. mata manusia tidak
pernah melihat orang seperti dia dan matanya tidak pernah melihat orang yang
menandinginya.
Ibnu Hajar Al Astqalani
dalam Kitab Durarul kaminah fi A’yan At Tsaminah, beliau
mengatakan tentang biografi ibnu Taimiyah:
ولد
في عاشر ربيع الأول سنة 661 وتحول به أبوه من حران سنة 67 فسمع من ابن عبد الدائم
والقاسم الأربلي والمسلم ابن علان وابن أبي عمر والفخر في آخرين وقرأ بنفسه ونسخ
سنن أبي داود وحصل الأجزاء ونظر في لرجال والعلل وتفقه وتمهر وتميز وتقدم وصنف
ودرس وأفتى وفاق الأقران وصار عجباً في سرعة الاستحضار وقوة الجنان والتوسع في
المنقول والمعقول والإطالة على مذاهب السلف والخلف
Lahir pada tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 Hijriah, kemudia ia
Pindah bersama bapaknya dari harran pada tahu 667 Hijriah. Belajar dari ibnu
Abdid Daaim, al Qasim al Irbili, Muslim bin Allan, ibnu abi Umar, dan Al
fakhri. Belajar secara Otodidak dan menyalin sunan Abu Daud hingga beberapa
bagian. Meneliti rijal dan cacat (hadits), Paham, Mahir, istimewa, terdepan,
dan juga telah mengarang, mengajar, berfatwa, melebihi batas generasinya,
mengagumkan dalam hal kecepatan mengingat, Kuat jiwanya, luas pengetahuan aqli
dan naqlinya, dan memiliki pengetahuan mazhab salaf dan kholaf yang luas.
Ibnu Rajab Al Hambali
Dalam kitab Dzail thabaqatil hanabilah Beliau menyebutkan:
وعنى بالحديث. وسمع ” المسند ”
مرات، والكتب الستة، ومُعجم الطبراني الكبير، وما لا يحصى من الكتب والأجزاء.
Dia Sibuk dengan hadits, mendengar Al Musnad berkali-kali, Al
kitab serta sunnah, Mu’jam thabrani al kabir, dan berbagai kitab yang tak
terhitung lagi serta beberapa kitab-kitab kecil.
3. Kitab Ilmu Musthalah dan Kodifikasi Hadits
yang telah dinyatakan statusnya oleh Ibnu Taimiyah
DR Abdurrahman Bin Abdul Jabbar Al
Faryawai telah mengumpulkan pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah tentang Ilmu
Musthalah dan juga hadits-hadits yang pernah dikomentari Oleh
ibnu Taimiyah dalam sebuah Kitab yang berjudul “Syaikhul Islam ibnu Taimiyah wa Juhuuduhu fil
hadits Wa Ulumih”. Beliau mengumpulkannya dari kitab-kitab Ibnu
Taimiyah, terutama Jilid ke-18 dari majmu Fatawa. Buku Ini lumayan tebal,
totalnya 4 jilid dan jumlah hadits yang disebutkan ada 1032 hadits. Selain buku
tersebut Ibnu Taimiyah sendiri juga mengarang sebuah kitab kecil yang berjudul Risalah fi Ilmil Haditsyang
ditahqiq oleh Musa Muhammad Ali.
Dari beberapa
keterangan diatas, jelaslah bahwa ibnu Taimiyah telah diakui oleh para ulama
dulu dan sekarang sebagai Al hafidz dan Muhaddits yang mumpuni dalam Ilmu hadits serta
dapat diambil tashih dan tadh’ifnya.
Semoga bermanfaat.
Saudaramu: dobdob
[1] Yaitu istilah yang sama dengan Muhaddits dan dimutlakkan bagi siapapun yang
menghapal hadits, mengingatnya, dan mengetahui perbendaharaannya baik secara
riwayah maupun dirayah serta mampu mengetahui cacatnya, dikatakan juga bahwa Al hafidz adalah
seorang ahli hadits yang telah menghapal 100 ribu hadits baik matan maupun
sanad. Dalam Muqaddimah Tabaqatul Huffadz, Al Imam As Suyuthi mengatakan bahwa
para Huffadz adalah orang yang memikul ilmu nabawi dan yang ijtihadnya menjadi
rujukan dalam Menstsiqahkan dan menjarh rawi serta menghasankan dan mendhaifkan
hadits. Ibnu Hajar yang masyhur dengan gelar al hafidz menambahkan
dalamNukatnya
bahwa seorang hafidz itu telah menghapal kebanyakan matan
hadits artinya dari dari seluruh kitab-kitab hadits jumlah yang dihapal lebih
banyak dari yang belum dihapal
[2] Fihrisul Faharis wal Atsbat wa Mu’jamil Maajim
wa musalsalat oleh alKattani.Juz I hal 154
[3] Mungkin kita akan mengatakan Az
Zahabi agak berlebihan dalam ungkapan ini, namun itulah yang beliau ungkapkan
padahal beliau adalah orang yang paling adil dalam melakukan penilaian terhadap
seseorang.
[4] Dalam riwayat yang disebutkan oleh
Ibnu Rajab pada Kitab Thabaqatul Hanabilah menggunakan Kaada bukan Kana, jadi artinya: nyaris
menghapal seluruh sunnah. Saya kira inilah yang lebih mendekati sekalipun masih
merupakan ungkapan hiperbola. Tapi itulah ungkapan kekaguman para huffadzterhadap ibnu Taimiyah yang
tentunya beralasan.