Sebagian pengamat
menyatakan bahwapaham syi’ah masuk ke
negri Indonesia jauh-jauh hari sebelum
kemerdekaan Indonesia. Bahkan kesultanan Pasai atau Samudra Pasai yang berdiri
di sekitar kota Kota Lhokseumawe, atau Aceh Utara pada sekitar tahun 1267 M,
ditengarai oleh sebagian pengamat berkulturkan Syi’ah. Bahkan salah seorang
raja kesultanan ini pernah didampingi dua orang Persia terkenal, yaitu Qadi
Sharif Amir Sayyid dari Shiraj dan Taj Ad-Din dari Isfahan. ([1])
Bahkan sebagian lain,
lebih jauh menengarai bahwa Syi’ah telah masuk ke
Indonesia sejak abad ke- 9. Praduganya ini berdasarkan pada asumsi bahwa
kerajaan Islam pertama yang berdiri di Nusantara, yaitu kerajaan Peureulak
(Perlak) yang konon, didirikan pada 225H/845M telah menganut paham Syi’ah.
Sebagaimana diketahui bahwa Kerajan ini didirikan oleh para pelaut-pedagang
Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat yang mula-mula datang untuk mengislamkan
penduduk setempat. Belakangan mereka mengangkat seorang Sayyid Maulana Abdul
‘Aziz Syah, keturunan Arab-Quraisy, yang konon katanya menganut paham politik Syi’ah, sebagai sultan
Perlak.([2])
Manapun pendapat yang
benar, sebagian pengamat telah menyimpulkan bahwa pengaruh ajaran Syi’ah telah
dirasakan di negri kita sejak jauh hari. Dan mereka berusaha menguatkan
kesimpulan itu dengan beberapa indikasi berikut:
1. Perayaan Hoyak Tabuik.
Tradisi ini dapat anda
temui di Pariaman Sumatra Barat. Perayaan Hoyak Tabuik atau juga dikenal dengan
Perayaan Tabot konon pertama kali dilaksanakan oleh Syeikh Burhanuddin Ulakan
yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685.
Perayaan ini dimulai
pada hari pertama bulan Muharam hingga hari kesepuluh. Puncak dari
upacara tradisional ini adalah prosesi mengarak usungan (tabut) yang
dilambangkan sebagai keranda jenazah Imam Husain yang gugur di Padang Karbala.
Perayan serupa juga
dapat anda temukan di Bengkulu, Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie,
Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Hanya saja di sebagian daerah perayaan ini
lebih dikenal dengan Tabot atau Tabut.
2. Tari Jari-jari Karbala.
Tarian ini adalah
salah satu tarian khas daerah Bengkulu ini juga memiliki kultur dan makna yang
sama dengan tradisi tabot.
3. Peringatan Syura atau Suro (Gerebek Sura di Jogjakarta
dan Ponorogo).
Bagi masyarakat jawa,
atau Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya, bulan Muharram atau yang sering
disebut dengan bulan Suro adalah bulan yang penuh nahas. Karenannya penduduk
setempat berpantangan mengadakan pernikahan atau membangun rumah atau bercocok
tanam pada bulan ini. Dan untuk menebus kesialan yang diyakini, mereka
mengadakan upacara grebeg suro. Semua itu sebagai bias langsung dari peringatan
tragedi pedih yang pernah terjadi di bulan itu, yaitu terbunuhnya Al Husain bin
Alin bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma.
4. Tradisi membaca Barzanji dan Diba’i
Sebagian kalangan
meyakini bahwa kebiasaan membaca barzanji atau diba’i adalah wujud nyata dari
hubungan NU dengan ajaran Syi’ah.
Dan masih banyak lagi
tradisi dan budaya masyarakat Indonesia yang diklaim oleh sebagian orang
berafiliasi dengan simbul-simbul agama Syi’ah.
Hanya saja dari
mencermati berbagai data di atas, ada satu fenomena unik yang pantas untuk
dicermati dan sekaligus disyukuri, yaitu:
1. Anggapan
bahwa berbagai tradisi dan kesultanan di atas adalah bernuansakan atau bahkan
berasal dari ajaran Syi’ah tidak sepenuhnya dapat diterima. Karenanya ternyata
banyak pihak, diantaranya Buya Hamka meragukan anggapan tersebut.
2. Diantara hal
yang mementahkan anggapan sebagian orang itu ialah fakta umat islam di Indonesia
sendiri. Anda pasti mengetahui bahwa umat islam di Indonesia sejak dahulu kala
menganut mazhab Imam As Syafi’i dan tidak menganut mazhab Ja’fari. Ini bukti
kuat nan akurat bahwa Islam masuk ke Indonesia tidak melalui para penganut
ajaran Syi’ah.
3. Kalaupun
kesultanan dan berbagai warisan budaya di atas benar berafiliasi dengan ajaran
syi’ah, maka ini menjadi bukti kuat bahwa ajaran Syi’ah sejak jauh hari telah
terbukti tidak cocok untuk disebarkan di Indonesia. Oleh karena itu, para
penggiat ajaran Syi’ah kala itu hanya berhasil membuat suatu tradisi atau
upacara atau amalan ritual belaka. Padahal sebagian tokohnya telah berhasil
menjadi orang kepercayaan sebagian raja-raja Islam kala itu. Sedangkan inti
dari doktrin agama Syi’ah, berupa pengkafiran sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, meragukan keabsahan Al Qur’an, dan lainnya tetap saja tidak dapat
merubah arah keagamaan muslim Indonesia.
Ini bukti kuat bahwa
berbagai doktrin agama Syi’ah nyata-nyata bertentangan dengan kultur penduduk
Indonesia yang lembut dan jauh dari permusuhan, caci maki dan kebencian.
Masyarakat Indonesia memiliki karakter lemah lembut, tenggang rasa, sehingga
tidak sejalan dengan ajaran Syi’ah yang lembaran sejarahnya dilumuri oleh
cacian, kekerasan dan pertumpahan darah.
4. Adanya
kesamaan dalam beberapa hal, tidak serta merta dapat dijadikan bukti bahwa
masyarakat setempat berpahamkan Syi’ah atau telah memiliki hubungan langsung
dengan ajaran Syi’ah. Karenanya tidak ada seorangpun yang mengklaim bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh para penganut agama hindu, padahal betapa
banyak tradisi dan ritual agama Hindu yang diamalkan oleh umat Islam.
Sekelumit Metode Penyebaran Agama Syi’ah Di Indonesia.
1. Berusaha menyusupkan ajaran Syi’ah pada berbagai tradisi
masyarakat.
Sejak jatuhnya ORBA
dan ditabuhnya genderang reformasi, para penggiat agama Syi’ah di negri kita
mendapatkan ruang gerak yang lebih luasa guna melancarkan propagandanya.
Karenanya mereka berusaha memanfaatkan berbagai tradisi dan simbol yang diyakini
berafiliasi dengan ajaran Syi’ah, untuk dijadikan sebagai media sosialisasi dan
penyebaran agama Syi’ah.
Mereka berusaha
menyusupkan ajaran syi’ah kedalam berbagai ritual dan budaya yang ada di tengah
masyarakat.
Karenanya, betapa
girangnya DUBES Iran ketika mengetahui adanya tradisi Tabut atau Tabot di tanah
Minang Dan Bengkulu. Tidak ingin kehilangan momentum, ia segera mengadakan
kunjungan ke sana. Yang sangat disayangkan, panitia perayaan memberikan
kesempatan kepadanya untuk menyampaikan memberikan kata sambutan. Bahkan tidak
ada satupun dari ormas Islam, termasuk MUI setempat yang merespon kunjungan
ini.
Sudah dapat ditebak,
dalam orasinya DUBES Iran Behrooz Kamalvandi memuja agama Syiah. Bukan sebatas
itu, kunjungannya ini berlangsung selama 2 hari dan dengan membawa rombongan 10
orang dan mengikut sertakan Televisi Nasional Iran untuk meliput
acara Tabuik Pariman (Tabut Pariaman). ([3])
Gayungpun bersambut,
Dubes Iran terus melanjutkan upaya penjinakan salah satu “basis ahlissunnah”
yang selama ini memiliki slogan: “Adat bersandi syarak,
syarak bersandi kitabullah.” Ia menjanjikan akan memindahkan daerah tujuan wisata (DTW)
warganya ke Asia Tenggara dari Malaysia ke Sumatera Barat (Sumbar) pada 2009.
Dan konon jumlah wisatawan Iran ke Malaysia berjumlah 15 ribu orang. ([4])
Anda bisa bayangkan
bila wisatawan Iran benar-benar berpindah ke SUMBAR:
– Jerat nikah mut’ah
terbuka lebar.
– Penyebaran agama
Syi’ah menjadi pesat.
–Tidak dapat
dihindari, gadis-gadis SUMBAR pun berpeluang memperpanjang daftar korban nikah
mut’ah.
2. Meningkatkan Hubungan Bilateral Antara Kedua negara.
Hubungan bilateral,
baik dalam sekala pemerintah pusat atau pemerintah daerah terus semakin
diintensifkan. Dimulai dari kunjungan kepala negara, menteri, mahkamah agung,
dewan perwakilan rakyat, dan tidak ketinggalan berbagai pemerintah daerah kedua
belah pihak.
Diantara pemerintah
daerah yang telah menjalin hubungan dengan beberapa pemerintah daerah, dan
bahkan telah berganti kunjungan ialah Pemda Pariaman dan Bogor.
Sebagaimana kedua
negara juga berkomitmen untuk meningkatkan hubungan perdagangan antara kedua
negara.
Dari wujud
meningkatnya hubungan perdagangan Iran ke Indonesia ialah dengan dibangunnya
kilang minyak di Banten dan Tuban-Jawa Timur.
Sudah barang tentu,
dengan adanya perusahaan-perusahaan Iran yang masuk ke Indonesia, jumlah warga
negara Iran di Indonesia turut meningkat pula. Dan bersama meningkatnya jumlah
warga negara Iran di Indonesia, maka meningkat pula penebaran agama Syi’ah.
3. Meberangus Ketabuan Syi’ah Di Tengah Umat Islam
Indonesia.
Hingga saat ini, umat
Islam di Indonesia masih tetap bangga dan yakin bahwa mereka beragama Islam
dengan pahaman ahlissunnah wal jama’ah. Tidak mengherankan
bila merekapun merasa bersebrangan dengan paham bersebrangan dengan paham
Syi’ah. Oleh karena itu para penjaja paham Syi’ah mendapatkan tantangan
yang cukup berat untuk menyebarkan pahamnya di masyarakat Indonesia. Dan salah
satu langkah yang mereka tempuh guna memudahkan dakwah mereka, ialah dengan
mengikis ketabuan dan memperpendek jurang pemisah antara mereka dengan umat
Islam Indonesia. Bila langkah ini telah tercapai, maka jalan menjadi mulus dan
hamparan karpet merahpun terbentang di hadpan para penjaja paham Syi’ah.
Berikut beberapa indikasi yang menunjukkan akan adanya fase ini:
A. Pendekatan Terhadap Sebagian ORMAS Islam.
Diantara indikasi yang
menunjukkan akan hal itu ialah pernyataan Dr. Said Aqil Siraj mantan Wakil
Katib Syuriah PBNU, dan mantan Mentri Agama RI: ” Harus diakui pengaruh Syi’ah
di NU sangat besar dan mendalam. Kebiasaan membaca barzanji atau diba’i yang
menjadi ciri khas masyarakat NU misalnya secara jelas berasal dari tradisi
Syi’ah.”
Ungkapan senada dalam
beberapa kesempatan juga disampaikan oleh Gus Dur (Abdurrahman Wahid).
([5])
Saya yakin anda tidak
dapat menerima ucapan kedua tokoh ini, karena anda mengetahui bahwa ormas NU
berasaskan paham asy ‘ariyah dan bermazhabkan dengan mazhab Imam As
Syafi’i. Fakta ini mementahkan anggapan mereka berdua, karena Syi’ah berpaham
dan bermazhabkan Ja’fariyah.
Ucapan keduanya ini
mengindakasikan telah adanya pendekatan yang begitu kuat yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh Syi’ah kepada kedua tokoh ini secara khusus dan ormas NU secara
umum.
B. Propaganda bahwa Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah hanya
sebatas Masalah Furu’.
Propaganda ini rupanya
cukup ampuh, sampai-sampai tokoh sekaliber Din Syamsuddin yang juga Ketua Umum
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, terpengaruh dengannya. Pada Konferensi Islam
Sedunia, Senin (5/05/2008), yang berlangsung di Teheran beliau menegaskan bahwa
perbedaan antara Sunni dan Syiah hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah
dasar agama (akidah). Keduanya berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau
ada perbedaan derajat pada penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu.
Lebih jauh, Din
Syamsuddin menyatakan: “Kedua kelompok (Sunnah & Syi’ah) harus terus
melakukan dialog dan pendekatan. Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu
dikembangkan tasamuh atau toleransi. ([6])
Aneh bin ajaib, tokoh
sekaliber bapak Din Syamsyudin beranggapan bahwa perbedaan antara Syi’ah dan
Sunnah hanya sebatas masalah furu’.
Anda pasti
bertanya-tanya, apakah menurut beliau pengkafiran seluruh sahabat Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah masalah furu’? Apakah
idiologi imamah yang menyatakan bahwa seluruh pemimpin umat Islam selain
dari ke 12 imam agama Syi’ah adalah pemimpin yang tidak sah, juga termasuk
masalah furu’? Apakah kultus terhadap ke-12 imam juga masalah furu’?
C. Anggapan Syi’ah ekstrim telah punah, yang tersisa Syi’ah
Moderat
Prof. Dr. Muhammad
Quraish Shihab, seorang tokoh yang konon ahli di bidang tafsir Al Qur’an dalam
bukunya yang berjudul : Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah? menekankah bahwa
kelompok ekstrim Syi’ah yang menuhankan para Imam telah punah. Yang tersisa
pada zaman ini hanyalah Syi’ah Imamiyah.([7])
Walau demikian
penjelasan beliau, akan tetapi pada buku yang sama beliau banyak menukil ucapan
salah seorang tokoh Syi’ah Imamiyah yang bernama: Abdul Husain Syarafuddin Al
Musawi. ([8])
Anda bisa bayangkan,
dari namanya saja telah terbaca sikap ekstrim yang begitu kelewat
batas, Abdul Husain (Hamba Husain). Saya
heran, mengapa tokoh sekaliber Prof. Dr. Quraish Shihab kok dapat melewatkan
fakta semacam ini tanpa ada komentar atau kritikan sedikitpun. Apakah adanya
nama-nama semacam ini pada para tokoh Syi’ah Imamiyah belum cukup sebagai bukti
akan sikap ekstrim Syi’ah Imamiyyah?
Saudaraku! Nama-nama
semacam ini dapat anda temukan dengan mudah pada masyarakat Syi’ah, baik di
zaman dahulu atau sekarang. Berikut beberapa nama tokoh Syi’ah yang serupa
dengan itu:
- Abdul Husain bin Ali wafat
tahun 1286 H, ia adalah seorang tokoh terkemuka agama syi’ah pada
zamannya, sampai-sampai dijuluki dengan Syeikhul ‘Iraqain (Syeikh kedua
Iraq/ Iraq & Iran).
- Abdul Husain Al Aminy At
Tabrizi 1390 H, penulis buku Al Ghadir.
- Abdul Husain Syarafuddin Al
Musawy Al ‘Aamily 1377 H, penulis buku Abu
Hurairah, kitabKalimatun
Haula Ar Riwayah, Kitab An
Nash wa Al Ijtihaad, Al Muraja’aat
- Abdul Husain bin Al Qashim bin
Sholeh Al Hilly wafat tahun 1375 H.
- Abduz Zahra’ (Hamba Az
Zahra’/Fatimah) Al Husainy, penulis kitab: Mashaadiru
Nahjil Balaaghah wa Asaaniduhu.
Lebih mengherankan,
pada buku yang sama, hal: 104, Prof Dr. Muhammad Quraish Shihab menukilkan
ucapan Khumeini berikut:
إن للإمام مقاما محمودا
ودرجة سامية وخلافة تكوينية، تخضع لولايتها وسيطرتها جميع ذرات هذا الكون. وإن من
ضروريات مذهبنا: أن لأئمتنا مقاما لا يبلغه ملك مقرب ولا نبي مرسل.
“Sesungguhnya
imam memiliki kedudukan yang terpuji serta tingkat yang tinggi serta kekhilafahan
terhadap alam yang tunduk kepada kekuasaannya (kekhilafahan itu) semua atom
(butir-butir) alam raya. Sesungguhnya merupakan bagian dari pemahaman aksioma
mazhab kami adalah bahwa imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak dicapai
oleh malaikat yang didekatkan (Allah ke sisi-Nya) tidak juga oleh nabi yang di
utus (Allah).”
Ingin sekali rasanya
bertanya epada Prof Dr. Qurish Shihab: Adakah idiologi yang lebih ekstrim
dibanding idiologi yang diucapkan oleh tokoh revolusioner sekter Syi’ah Imamiyah
ini? Bila ini adalah sikap dan keyakinan tokoh terkemuka, lalu bagaimana sikap
rakyat dan masyarakat awam mereka?
D. Publikasi buku-buku yang menghujat para sahabat.
Beberapa waktu silam,
Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat menerbitkan
sebuah buku dalam edisi Indonesia, yang berjudul: “Kebenaran
yang Hilang: Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum
Muslimin”
, karya Faraj Fouda (Judul aslinya: al-Haqiqah al-Ghaybah).
Dari judulnya, bisa
ditebak, buku ini mengangkat apa yang oleh penulis disebut sebagai sisi kelam
dari sejarah Islam.
Saudaraku! Tahukan,
apa yang dimaksud dengan sisi kelam dari sejarah Islam? Ketahuilah bahwa yang
dimaksudkan ialah zaman Khulafaurrasyidin. Zaman yang menurut umat islam
sebagai masa keemasan, ternyata oleh Fouda dianggap sebaliknya.
Menurutnya, zaman itu tidak layak disebut sebagai masa keemasan umat Islam,
tapi “zaman biasa”. “Tidak banyak yang gemilang dari masa itu.
Malah, ada banyak jejak memalukan.” ([9])
Pada buku ini, Faraj
Fouda nyata-nyata melecehkan sayyidina Utsman bin Affan Radhiallahu ‘Anhu,
khalifah ketiga dan sekaligus menantu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ,
bukan hanya sekali bahkan dua kali.
Berikut contoh dari
ucapan Fouda yang begitu biadab tentang sahabat Utsman:
”Namun Usman membawa umat Islam ke dalam polemik tentang sosok
dirinya. Para pemimpin di dalam Ahl al-Hall wa al-’Aqdi membuat konsensus untuk
melarikan diri dari kepemimpinannya, baik lewat cara pemecatan menurut kalangan
ahli pikirnya, maupun kekerasan menurut kalangan garis kerasnya. Wibawanya
terguncang di mata rakyat, sampai sebagian masyarakatnya menghunus pedang yang
siap mencincangnya dan menohoknya ketika berada di atas mimbar. Bahkan sebagian
menghinanya dengan sebutan Na’tsal, sebutan untuk orang Kristen Madinah bernama
Na’tsal yang kebetulan berjenggot lebat seperti Usman. Para pemuka sahabat pun
menentangnya, ini adalah sesuatu yang sangat terang benderang menunjukkan bahwa
ia keluar dari ketentuan al-Quran dan Sunnah. Karena itu, muncul seruan secara
terang-terangan untuk membunuhnya. Hadits Aisyah meriwayatkan: “Bunuhlah
Na`tsal, dan terlaknatlah Na`tsal.” ([10])
Selanjutnya, untuk
lebih mempertajam citra buruk Usman Radhiallahu ‘Anhu Fouda menulis secara
dramatis kisah kematian Usman dan pemakamannya:
”Ia terbunuh oleh tangan umat Islam sendiri yang bersepakat
memberontak dan mengepung rumahnya. Dan anda dapat saja membayangkan bahwa
kematian Usman telah melegakan hati sebagian umat Islam. Bahkan, permusuhan
sebagian umat Islam atas dirinya berlangsung setelah kematiannya….” ([11])
Walau demikian adanya,
buku ini mendapat apresiasi yang begitu istimewa dari Prof. Dr. Syafi`i Maarif,
yang dikenal sebagai Guru Besar Filsafat Sejarah, Universitas Nasional
Yogyakarta (UNY). Berikut sebagian dari komentar beliau tentang buku ini
: ”Terlalu banyak alasan mengapa saya menganjurkan Anda membaca
buku ini. Satu hal yang pasti: Fouda menawarkan ”kacamata” lain untuk melihat
sejarah Islam. Mungkin Fouda akan mengguncang keyakinan Anda tentang sejarah
Islam yang lazim dipahami. Namun kita tidak punya pilihan lain kecuali meminjam
”kacamata” Fouda untuk memahami sejarah Islam secara lebih autentik, obyektif
dan komprehensif”.
Sanjungan beliau di
atas dimuat pada sampul belakang buku ini. ([12])
Mengherankan bukan?
Seorang yang bergelar Prof. Dr. di bidang filsafat sejarah, dapat berhati
dingin membaca hujatan kepada sahabat Utsman bin Affan, dan bahkan memuji
pelakunya.
4. Sandiwara Iran “bermusuhan” Dengan Israel & Amerika.
Diantara metode yang
ditempuh oleh para penggiat agama Syi’ah ialah dengan memanfaatkan sandiwara
yang berjudul : Iran “bermusuhan” dengan Negara Yahudi Israel dan Amerika.
Isu ini sangat efektif
untuk menarik simpati umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Sampai-sampai terkesan bahwa negara Iran yang nota bene adalah penganut agama
Syi’ah adalah satu-satunya negara pembela kepentingan umat Islam di zaman
sekarang.
Karenanya tatkala
Indonesia yang menjadi anggota Dewan Keamanan PBB turut menyetujui resolusi no:
1747 yang hanya berisikan kecaman terhadap Iran atas kegiatannya pengayaan
uranium. Betapa solidaritas umat Islam di Indonesia begitu besar kepada
Presiden SBY, sampai-sampai DPR mengajukan hak interpelasi.
Dengan adanya kejadian
semacam ini, menjadikan masyarakat kurang peka terhadap berbagai trik para
penggiat agama Syi’ah bahkan menjadi lebih terbuka untuk menerima berbagai
kenylenehan ajaran mereka.
Saudaraku, agar anda
menjadi tahu apa sebenarnya isu “permusuhan” dengan bangsa Yahudi, saya
mengajak saudara untuk merenungkan beberapa fakta berikut:
A- Iran adalah negara
yang memiliki komunitas yahudi terbesar setelah Israel. Menurut sumber resmi
pemerintah Iran, jumlah pemeluk agama Yahudi di Iran berkisar antara 25- 30
ribu penduduk. Bahkan di kota Teheran didapatkan lebih dari 10 Synagogue
(tempat ibadah umat Yahudi). Akan tetapi, masjid-masjid Ahlussunnah tidak
satupun yang mereka biarkan berdiri tegak di sana. Bukan sekedar itu saja,
orang-orang Yahudi diberi ruang yang begitu istimewa, yaitu dengan diberikan
kesempatan untuk memiliki perwakilan di parlemen. Sebagaimana umat Yahudi di
Iran memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan para penganut agama Syi’ah.
Suatu hal yang tidak mungkin dirasakan oleh komunitas ahlussunnah. Bahkan
komunitas Yahudi Iran hingga saat ini bebas untuk berkunjung ke karib-kerabat
mereka di Israel, tanpa ada gangguan sedikitpun, baik dari pemerintah Iran atau
penduduk setempat.([13])
B- Adanya
hubungan perdagangan antara Iran dan Israel. Sejak zaman Syah Vahlevi, Iran
telah menjalin hubungan perdagangan dengan Israel. Dan hubungan dagang ini
berkelanjutan hingga setelah revolusi Syi’ah yang dipimpin oleh Khumaini. Pada
tahun 1982 M, Israel menjual persenjataan yang berhasil mereka rampas dari para
pejuang Palestina di Lebanon dengan harga 100 juta dolar Amerika. ([14])
Bahkan pada tahun 1980
s/d1985, Israel merupakan negara pemasok senjata terbesar ke Iran. ([15])
Sandiwara
“permusuhan” Iran dan Israel mulai terbongkar, ketika pesawat kargo
Argentina yang membawa persenjataan dari Israel ke Iran tersesat, sehingga
masuk ke wilayah Uni Soviet, dan akhirnya ditembak jatuh oleh pasukan
pertahanan Uni Soviet. Dikisahkan Iran membeli persenjataan dari Israel seharga
150 juta Dolar Amerika, sehingga untuk mengirimkan seluruh senjata tersebut,
dibutuhkan 12 kali penerbangan.([16])
C- Perdagangan antara
kedua negara (Iran & Israel) hingga kini juga terus berkelanjutan. Sebagai
salah satu buktinya, harian Palpress News Agency (وكالة فلسطين برس للأنباء)
edisi 25/04/2009 melaporkan bahwa di kota Teheran, telah dipasarkan buah-buahan
yang diinpor dari Israel.
D- Bila anda mengikuti
berita internasional, anda pasti pernah membaca pemberitaan bahwa pada hari
Selasa 12/1/2010 ahli nuklir Iran yang bernama Masoud Ali-Mohammadi yang
berdomisili di kota Teheran ibu Kota Iran mati di dekat rumahnya akibat
serangan bom. Dan Kementerian Luar Negeri Iran langsung menuduh kaki tangan AS
dan Israel di balik serangan bom itu.
Aneh bukan? Iran telah
memiliki bukti bahwa Israel dan Amerika telah mengadakan sernagan di Teheran
dan telah menewaskan ahli nuklirnya. Walau demikian, tidak ada reaksi
pemerintah Iran dan para penganut Syi’ah tetap berdarah dingin dan tidak
satupun tentara Iran yang dikirim untuk membalas serangan tersebut.
5. Jaringan Kantor Berita IRIB, Mass Media Lokal, Situs dan
Penerbit.
Diantara metode yang
digunakan para penggiat agama Syia’ah ialah memanfaatkan keberadaan IRIB (radio
Iran sesi bahasa Indonesia), beberapa mass media, penerbi dan situs di jaringan
internet yang memiliki loyal terhadap agama Syi’ah.
Diantara yang terbaru
ialah masuknya televisi Al Manar milik Hizbullah-Lebanon.
Diketahui bersama
bahwa Indosat telah menyewakan transponder Satelit Palapa C selama tiga tahun
dari April 2008 sampai April 2011 M kepada TV Al Manar. Dengan kerjasama ini,
televisi Al Manar dapat menjangkau berbagai negara di Asia Tenggara, Cina,
Taiwan sampai ke Australia.
Sudah bisa di tebak,
bahwa televisi Al Manar ini pasti berperan sebagai pencair kebekuan dan
kekakuan sikap umat Islam di Indonesia terhadap Syi’ah yang merupakan idiologi
Hizbullah pemilik stasiun ini.
Adapun mass media
lokal, penerbit buku, dan berbagai yayasan yang menjajakan paham Syi’ah mulai
banyak bertebaran, dan biasanya mereka menggunakan nama ahlul
bait, atau
salah satu tokoh mereka sebagai nama yayasan atau penerbit mereka.
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.com
Disalin dari www.gensyiah.com
[1] ) Sebagaimana yang
dilakukan oleh Ahmad Baso, salah seorang staf PBNU. Majalah SYIAR edisi
Muharram 1428 H.
[2] ) Sebagaimana yang
dilakukan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, pada makalahnya yang berjudul:
Sunnah-Syi’ah di Indonesia: Perspektif Ilmu Hadits
[3] ) Sumber: http://www.hidayatullah.com
[4] ) Sumber http://www.antara.co.id/view/?i=1230902078&c=EKB&s=
[5] ) Babak Kedua
Sengketa Gus Dur – Abu Hasan, oleh Ulil Abshar Abdallah, Tempo Interaktif,
Selasa, 26 Maret 1996 | 09:36 WIB
[7] ) Sunnah-Syiah
Bergandengan Tangan: Mungkinkah? Hal: 70 & 83
[8] ) Sebacai contoh,
silahkan buka buku : Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah?, hal: 58,
123 &124.
[9] ) Kebenaran yang
Hilang, hal.xv.
[10] ) Kebenaran yang
Hilang, hal. 25.
[11] ) Idem.
[12]) Sumber: Memuja
Fouda, Menfitnah Sahabat, oleh Asep Sobari, Lc, http://www.darulkautsar.net/article.php?ArticleID=879
[13] ) Roger Cohen of
The International Herald Tribune, 22 Februari 1999 M.
[14] ) Sumber:
(الحرب المشتركة: إيران وإسرائيل) حسين علي هاشمي ص 35. والقبس
الكويتية 4/12/1986، مجلة أكتوبر المصرية في عددها آب1982، مجلة ميدل
إيست البريطانية في عددها تشرين الثاني 1982.
[15] ) Sumber :
( الحرب المشتركة إيران وإسرائيل) حسين علي هاشمي ص 35
[16] ) Sumber :
( الحرب المشتركة إيران وإسرائيل ( حسين علي هاشمي ص 23،
والمجلة السويدية TT في 18 آذار 1984.
SUMBER : http://salafiyunpad.wordpress.com