Para pembaca rahimakumullah, akhir-akhir ini banyak orang
membicarakan tentang Syi’ah, banyak juga pernyataan dari sebagian tokoh yang
menganggap bahwa Syi’ah itu tidak sesat dan bahkan menganggap sebagai salah
satu madzhab yang diakui dalam Islam. Apakah memang demikian?
Berbicara tentang kelompok Syi’ah tidak lepas dari sosok pendiri
pertamanya yaitu Abdullah bin Saba’ atau dikenal juga dengan Ibnu Sauda’.
Abdullah bin Saba’ pada asalnya adalah seorang Yahudi berasal dari Shan’a,
ibukota Yaman. Ia berpura-pura masuk Islam pada akhir-akhir pemerintahan
Khalifah Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Abdullah bin Saba’ juga dikenal
dengan sebutan Ibnu Sauda’ (anak seorang wanita hitam) karena ibunya berkulit
hitam, berasal dari Ethiopia.
Al-Imam ‘Izzuddin Ibnul Atsir dalam al-Kamil fit Tarikh (2/526) memaparkan
bahwa setelah Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, lalu ia pergi berkeliling
ke negeri-negeri kaum muslimin seperti Hijaz (Mekkah dan Madinah), Bashrah,
Kufah, dan Syam guna mengampanyekan keyakinan-keyakinan sesatnya. Namun dia
tidak sanggup melakukan makarnya tersebut hingga akhirnya harus diusir dari
Syam secara terhina.
Kemudian Abdullah bin Saba’ pindah ke Mesir dan menetap di sana. Disebabkan
jauhnya penduduk Mesir dari ilmu ketika itu, maka sedikit demi sedikit Abdullah
bin Saba’ berhasil menyusupkan akidah sesatnya kepada masyarakat Mesir.
Dalam al-Bidayah wan Nihayah (7/188) juga diceritakan bahwa Abdullah bin Saba’
menghasut masyarakat Mesir untuk memberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan.
Dalam orasinya dia menyatakan, “Bukankah telah tetap bahwa Isa bin Maryam akan
kembali ke dunia? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia
darinya, maka atas dasar apa engkau mengingkari bahwa Muhammad akan kembali
lagi ke dunia?! Dan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan
(kepemimpinan) kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad penutup para nabi sedangkan
Ali penutup para penerima wasiat, tentu ia lebih berhak atas kepemimpinan ini
daripada Utsman, dan Utsman telah melampaui batas dalam kepemimpinan yang bukan
miliknya.”
Banyak dari masyarakat Mesir yang terprovokasi, mereka mengirimkan surat kepada
kabilah-kabilah awam di Kufah dan Bashrah berisi kritikan-kritikan terhadap
kebijakan-kebijakan Utsman dan mengajak kudeta sehingga akhirnya mereka pun
melakukan pemberontakan yang berujung dengan terbunuhnya Khalifah Utsman bin
‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Pembaca rahimakumullah, setelah terbunuhnya Utsman bin ‘Affan dan digantikan
oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Abdullah bin Saba’ kembali berulah
dengan menyebarkan keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah titisan tuhan, ia
juga menyebarkan keyakinan bahwa Ali adalah Pencipta, Pemberi rejeki, dan
Pengatur alam semesta.” (Lihat Fathul Bari 12/270)
Dia juga mencela, menghina, dan mengafirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin
al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma. (Ar-Risalah fir Raddi ‘ala ar-Rafidhah)
Demikianlah keadaan Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang berpura-pura masuk
Islam dan bertujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam, sebagaimana Baulus
seorang Yahudi yang berpura-pura masuk agama Nasrani dan memunculkan keyakinan
Lahutsiyah (adanya sifat ketuhanan pada diri Isa).
Awal-Mula Syi’ah
Perlu diketahui bahwa madzhab Syi’ah tidak pernah ada di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, karena
ia baru muncul di akhir-akhir kepemimpinan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah menyatakan, “Paham Syi’ah
Rafidhah dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim
mendukung Ali dengan propaganda bahwa Ali yang berhak atas kepemimpinan dan
adanya wasiat (khusus) bagi Ali.” (Al-Fatawa 4/435)
Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dari Madzhab Syafi’i juga berkata,
“Abdullah bin Saba’ termasuk zindiq yang ekstrim. Dia memiliki pengikut yang
disebut As-Sabaiyah yang meyakini adanya sifat ketuhanan pada diri Ali bin Abi
Thalib.” (Lisanul Mizan 3/360)
Slogan “Mencintai Ahlul Bait” Jembatan Menyebarkan Paham Syi’ah
Setelah berlalu masa Abdullah bin Saba’ dan para pengikutnya menyebar di
berbagai negara, kaum Syi’ah tidak ingin dikenal sepanjang masa sebagai produk
seorang Yahudi. Agar madzhab dan keyakinan mereka diterima masyarakat umum,
mereka melancarkan propraganda bahwa mereka adalah satu-satunya kelompok yang
mencintai ahlul bait dan membela mereka.
Dengan berkedok mencintai ahlul bait maka dengan leluasa kaum Syi’ah
menyebarkan keyakinan-keyakinan sesat yang telah diwarisi dari para
pendahulunya; mulai dari mencela, menghina, dan mengafirkan para sahabat, kawin
mut’ah, tuduhan ‘Aisyah berzina, taqiyyah, ber-thawaf di kuburan, sampai
tingkatan merubah tata cara wudhu’, adzan, dan shalat, serta berbagai keyakinan
yang bertentangan dengan ajaran ahlul bait.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah
kalian mencela para sahabatku. Jika salah seorang dari kalian berinfak emas
sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infak salah seorang dari mereka
yang hanya satu mud, dan tidak pula menyamai separuhnya.” Muttafaq ‘alaih
Berbagai macam tuduhan dan hinaan mereka layangkan kepada pembawa panji Islam,
para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sekaligus ulama
muslimin. Semua itu mereka lakukan dengan berlindung di balik slogan pembelaan
terhadap ahlul bait (keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Antara Syi’ah dan Ahlul Bait
Sebagian masyarakat atau pelajar yang tidak mengetahui hakekat sebenarnya paham
Syi’ah akan tertipu dengan slogan mereka. Padahal jika ditelusuri ternyata
Syi’ah sangat berbeda dengan ahlul bait. Berikut ini beberapa buktinya.
Seperti diketahui bahwa kaum Syi’ah sangat membenci bahkan mengafirkan Abu
Bakar, Umar, juga Utsman. Berbeda dengan ahlul bait, dalam hal ini Ali bin Abi
Thalib, sikapnya terhadap Abu Bakar dan Umar adalah seperti yang dikisahkan
oleh Abu Ishaq al-Fazari dengan sanadnya sampai kepada Zaid bin Wahb, bahwa
Suwaid bin Ghaflah masuk menemui Ali di masa kepemimpinannya. Lantas dia
berkata, “Aku melewati sekelompok orang yang menyebut-nyebut Abu Bakar dan Umar
(dengan kejelekan). Mereka menganggap bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan
seperti itu terhadap mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba’
dan dia lah orang pertama yang menampakkan hal itu.” Lantas
Ali menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari menyembunyikan sesuatu terhadap
mereka berdua kecuali dengan kebaikan.” (Ar-Risalah fir Raddi ‘ala ar-Rafidhah)
Bahkan, pendirian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas juga dinukilkan
dalam kitab mereka berjudul Biharul Anwar (32/324), “Ibnu Tharif dari Ibnu
‘Ulwan dari Ja’far dari bapaknya bahwa Ali ‘alaihis salaam pernah berkata
tentang orang-orang yang memeranginya, “Sesungguhnya kami tidak memerangi
mereka (‘Aisyah dan Mu’awiyah beserta pasukan keduanya) karena mengafirkan
mereka, bukan pula karena mereka mengafirkan kami. Namun, karena kami yakin
bahwa kami di atas al-haq dan mereka juga yakin bahwa mereka di atas al-haq.”
Berikutnya, termasuk kebiasaan kaum Syi’ah ialah membangun kuburan seperti
istana kemudian berthawaf mengelilinginya. Adapun madzhab ahlul bait adalah
sebagaimana wasiat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Janganlah kamu biarkan satu patung pun melainkan
harus kamu hancurkan, jangan pula kuburan yang ditinggikan melainkan harus kamu
ratakan.“ HR Muslim
Bukti lainnya adalah tentang kawin mut’ah, kaum Syi’ah seperti yang telah
diketahui menghalalkan kawin mut’ah. Adapun madzhab ahlul bait adalah seperti
yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada perang Khaibar telah melarang
melakukan mut’ah kepada wanita.” Muttafaq ‘alaih
Ucapan Ulama Ahlus Sunnah tentang Syi’ah
‘Alqamah bin Qais an-Nakha’i rahimahullah (62 H), “Sungguh Syi’ah telah
berlebihan terhadap Ali sebagaimana Nashara berlebihan terhadap ‘Isa bin Maryam.”
(As-Sunnah, 2/548)
‘Amir Asy-Sya’bi rahimahullah (105 H), “Saya peringatkan kalian dari hawa nafsu
yang menyesatkan dan dari kejelekan Syi’ah Rafidhah, karena di antara mereka
ada seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam untuk menyebarkan kesesatan mereka
sebagaimana Baulus bin Syamil (atau disebut juga dengan Paulus-pen) seorang
raja Yahudi yang berpura-pura masuk agama nashara untuk menyebarkan kesesatan
mereka.” (Lihat Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah al-Lalika`i, 8/1461)
Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah (179 H), ketika ditanya tentang seorang
yang berpemikiran Syi’ah Rafidhah beliau menjawab, “Jangan kamu berbicara
dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka
adalah pendusta.” (Minhajus Sunnah, 1/61)
‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah (198 H) berkata, “Keduanya adalah agama
lain, yaitu: “Jahmiyah dan Syi’ah Rafidhah.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad)
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah (204 H): “Aku tidak pernah melihat dari para
pengikut hawa nafsu yang lebih dusta di dalam ucapan, dan bersaksi dengan saksi
palsu dari Syi’ah Rafidhah.” (Al-Ibanah al-Kubra, 2/545)
Al-Khallal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Bakar al-Marwazi, “Aku bertanya
kepada Abu Abdillah (yakni Imam Ahmad) tentang orang yang mencela Abu Bakar,
Umar, dan ‘Aisyah. Beliau menjawab, “Aku tidak memandangnya dalam Islam.” (As
Sunnah karya al-Khallal, 3/493)
Penutup
Demikianlah pembahasan ringkas tentang Syi’ah. Sampai detik ini, masihkah kita
menilai bahwa Syi’ah tidak sesat atau hanya berbeda dalam masalah fiqih?
Para pembaca rahimakumullah, walaupun kita telah meyakini kesesatan Syi’ah akan
tetapi dalam menyikapinya tetap kita harus mengikuti tuntunan syariat yaitu
dengan menjauhi tindakan-tindakan anarkis. Kembalikan urusan mereka kepada
pemerintah.
Wallahu a’lamu bish shawab.
Penulis: Al-Ustadz Abdurrahman Rauf hafizhahullah..
Sumber : Buletin Al Ilmu
Artikel terkait perlu dibaca :
Soal Mengkafirkan Syiah
Menguak kesesatan syiah
syi'ah termasuk dalam
klasifikasi /golongan Kafir Harbi