Sunday, July 19, 2015

Catatan Kecil 4: Episode Diskusi Buku Minhajus-Sunnah Karya Ibn Taimiyyah

Kemalasan untuk memverifikasi sumber primer adalah satu gerbang timbulnya fitnah, disebabkan kesalahan persepsi yang diakibatkan ketidak cermatan pengutipan konteks bahasan yang ada. Ketidakcermatan itu bisa jadi dikarenakan sikap sikap arogan dan ketidakmahutahuan akibat kebencian yang tidak mendasar yang sudah dibentuk dalam fikiran sehingga menghilangkan etika dan obyektifitas maupun proporsionalitas dalam melihat sesuatu. Apalagi “ketidakcermatan” itu muncul dari copypaste kutipan fihak-fihak ketiga sebagai fihak yang tidakbertanggungjawab dalam menyebarkan propaganda permusuhan terhadap Ibn Taimiyyah dikarenakan adanya “kepentingan” tertentu.

Buku Minhajus sunnah ditulis oleh Ibn Taimiyyah sebagai kritik dan tanggapan atas buku Minhajul Karomah karya Ibnul Muthohir yang merupakan salah satu proponen Syi’ah Rafidlah. Dalam penulisan Minhajus Sunnah tersebut, syubhat-syubhat Argumen Rafidlah tersebut dikritisi oleh Ibn Taimiyyah dengan menampilkan pula syubhat-syubhat Argumen dari kaum Nasibah. Ibn Taimiyyah menampilkan syubhat Argumen dari dua Fihak yang saling bermusuhan itu dimaksudkan untuk menunjukan bahwa ternyata syubhat-syubhat dua belah fihak itu dibangun dari proposisi yang sama yakni Kebencian yang tidak mendasar terhadap para Sahabat Rasulullaah s.a.w.
Dengan menampilkan pandangan-pandangan / Argumen dua kelompak tersebut, kemudian Ibn Taimiyyah melakukan analisa Komparasi kritik mendalam atas dua pandangan kelompok-kelompok (Syiah dan Nasibah) tersebut dan berkesimpulan bahwa kedua pandangan itu telah menyelisihi Tradisi Sunnah dan Aqidah Islam.
Dari sedikit diskripsi singkat tentang metode penulisan Minhajus Sunnah diatas. Adalah wajar jika kemudian kita menemukan kutipan-kutipan Argumen kaum Nasibah yang sangat membenci Ahlul Bayt dalam buku itu. Apakah lantas dengan begitu kita bisa menyimpulkan bahwa kutipan Argumen Nasibah itu adalah pandangan dari Ibn Taimiyyah?...tentu sebagai orang yang berakal sehat jelas akan menolak asumsi “salah kaprah” semacam itu. Dan inilah yang sering dilakukan oleh fihak-fihak “pembenci” ibn Taimiyyah, fihak-fihak tersebut sering melakukan pekerjaan “kotor” dengan memotong tulisan-tulisan Ibn Taimiyyah dalam buku itu secara tidak utuh dan kemudian memprogandakan  bahwa kutipan argument Nasibah itu adalah pandangan Ibn Taimiyyah.
Nah, Mas Math…sebelum anda mempermalukan diri anda sendiri lagi di forum yang saya kira menjunjung asas obyektifitas dan kejujuran ini. Mohon kiranya jikalau mau mengcopypaste sebuah rujukan sekunder atau bahkan tersier, ada baiknya anda lakukan verifikasi juga terhadap sumber primernya atau minimal komentar penjelasan dari sumber primer yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten. Supaya hal-hal dibawah ini tidak terjadi lagi. Dan lebih jauh lagi, supaya anda tidak terkategori golongan kaum Pemfitnah Aimmah.
MK:
Berkata ibnu Taimiyah saat memfitnah para sahabat nabi dan mendustakan Sayidina Ali; وأما علي فكثير من السابقين الاولين لم يتّبعوه ولم يبايعوه ، وكثير من الصحابة والتابعين قاتلوه “Adapun Ali, banyak dari para sahabat dari kalangan Sabiqûn Awwalun tidak mengikutinya dan tidak membaiatnya. Banyak dari sahabat dan Tabi’în memeranginya.” Baca kitab Minhaju Sunnah jus 1 halaman 537-539.
HE:
Jelas sumber copypaste anda itu tidak jujur, hanya menampilkan potongan tulisan Ibn Taimiyyah yang mengutip pernyataan Argumen kaum Syiah Rafidlah itu sendiri, Tahukah anda bahwa dalam Juz tersebut, Ibnu Taimiyyah banyak membahas argument Syi’ah tentang hak Kekhalifahan yang dianggap dirampas oleh para Sahabat lain terutama Mu’awiyyah.
Dalam Juz tersebut, Ibn Taimiyyah banyak menjelaskan bahwa “perselisihan” Sahabat Ali dan Sahabat Muawiyyah itu bukanlah perkara “perebutan” kekuasaan. Bahkan, Muawiyyah sendiri mengakui keutamaan-keutamaan Sahabat Ali. Persoalannya sesungguhnya adalah permasalah penyelesaian kasus pembunuhan Utsman.
Nah, Ibn Taimiyyah sendiri dalam komentarnya atas permasalahan tersebut, kemudian menuliskan:
بل هم كلهم متفقون على أنه أجلّ قدراً، وأحق بالإمامة، وأفضل عند الله وعند رسوله وعند المؤمنين من معاوية وأبيه وأخيه الذي كان خيراً منه، وعليّ أفضل من الذين اسلموا عام الفتح وفي هؤلاء خلق كثير افضل من معاوية. أهل الشجرة افضل من هؤلاء كلهم ، وعليّ أفضل جمهور الذين بايعوا تحت الشجرة، بل هو أفضل منهم كلهم إلا ثلاثة، فليس في أهل السنة من يقدم عليه أحداً غير الثلاثة، بل يفضلونه على جمهور أهل بدر وأهل بيعة الرضوان، وعلى السابقين الأوَّلين من المهاجرين والأنصار))
“..mereka (Ahlussunnah) semua sepakat bahwa Ali memiliki kedudukan lebih tinggi, lebih berhak dengan kepemimpinan, dan lebih mulia di sisi Allah dan rasul-Nya serta kaum mukminin dari Mu’awiyah, ayahnya dan saudaranya yang lebih utama darinya (Mu’awiyah). Dan Ali lebih utama dari semua shahabat yang masuk islam pada Fathu Makkah, sedangkan banyak diantara mereka (yang masuk islam pada Fathu Makkah) lebih utama dari Mu’awiyah. Dan Ahlu Syajarah (yang berbaitan di bawah pohon, bai’at ridhwan) lebih utama dari mereka (yang masuk islam pada fathu Makkah), dan Ali lebih utama dari mereka semua yang ikut berbai’at di bawah pohon kecuali dari tiga orang. Tidak ada dari kalangan Ahlussunnah yang mendahulukan seorang pun diatas Ali kecuali dari tiga orang. Bahkan Ali lebih afdhal dari mayoritas Ahlu Badar (yang ikut perang badar) dan yang mengikuti bai’at Ridhwan, dan (lebih utama) dari Sabiqunal Awwalun dari Muhajirin dan Anshar..”
Kemudian Ibn Taimiyyah juga mengomentari tentang kedudukan Sahabat yang berperang melawan Sahabat Ali dan juga maupun para Sahabat yang bersikap Netral, Ibn Taimiyyah menyatakan:
((وأيضاً فأهل السنة يحبون الذين لم يقاتلوا علياً أعظم مما يحبون من قاتله، ويفضلون من لم يقاتله على من قاتله كسعد بن أبي وقاص، وأسامة بن زيد، ومحمد بن مسلمة، وعبد الله بن عمر رضي الله عنهم. فهؤلاء أفضل من الذين قاتلوا علياً عند أهل السنة. والحب لعليّ وترك قتاله خير بإجماع أهل السنة من بغضه وقتاله، وهم متفقون على وجوب موالاته ومحبته، وهم من أشد الناس ذبّاً عنه، ورداً على من طعن عليه من الخوارج وغيرهم من النواصب، ولكن لكل مقام مقال))
“…dan juga, kecintaan Ahlussunnah terhadap para shahabat yang tidak ikut memerangi Ali lebih besar dari kecintaan mereka terhadap shahabat yang ikut memerangi Ali. Dan lebih mengutamakan shahabat yang tidak ikut memeranginya daripada shahabat yang ikut memeranginya, Seperti Sa’d bin Abi Waqqash, Usamah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, dan Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhum, mereka ini lebih utama disisi Ahlussunnah daripada (para shahabat) yang ikut memerangi Ali. Dan mencintai Ali demikian pula menghindar dari peperangan adalah lebih baik dengan kesepakatan Ahlussunnah daripada membencinya dan memeranginya. Dan mereka sepakat wajibnya menjadikan Ali wali dan mencintainya, mereka (ahlussunnah) adalah manusia yang paling gigih membela Ali, dan membantah setiap yang mencelanya dari kalangan Khawarij dan selain mereka dari kalangan nawashib, akan tetapi setiap keadaan ada memiliki penyikapan tersendiri…”.
Kesimpulannya:  Menyatakan Kutipan Copy Paste an Anda itu sebagai pernyataan Ibn Taimiyyah jelas sebuah tindakan yang amat “Ceroboh” dan “Tidak Jujur”. Apakah Ibn Taimiyyah memfitnah para Sahabat dan Sahabat Ali, jelas tidak. Justru yang memfitnah para Sahabat itu adalah Kaum Syiah itu sendiri, sebab Kutipan Copy Paste an Anda itu adalah Pernyataaan Kitab Minhajul Karomah karya Ibnul Muthohir yang dikutip oleh Ibn Taimiyyah  dalam Minhajus Sunnah-nya.