Friday, March 13, 2015

Bahaya Ilmu Kalam (Filsafat)

Ditulis pada 17 Januari 2015 oleh Abu Zahra Hanifa

Sejarah Masuknya Filsafat Kedalam Islam (Transkrip Kajian “Bahaya Filsafat” Ustadz Ja’far Umar Thalib)
Filsafat. Yang terbayang dipikiran adalah Aristoteles, Socrates, Plato, lalu patung manusia dalam keadaan berpikir/merenung plus ungkapan “Aku berpikir maka aku ada..”. bagaimana filsafat bisa masuk dan meracuni Islam?
Begini ceritanya :
KETIKA MASA BANI UMAYAH
Pada Masa Bani Umayah bangsa arab ketika itu bersikap keras terhadap orang orang ‘Ajm (non arab) yang ketika itu kebanyakan dari mereka adalah budak dari negeri yang diduduki tentara muslim. Paling banyak ketika itu adalah orang orang Persia dan Romawi. Mereka punya sejarah masa lalu yaitu filsafat yang sangat mereka agungkan. Agama mereka dibangun diatas dasarfalsafah yakni agama yang dibangun hasil dari pikiran dan perasaan, dan gabungan keduanya diolah sedemikian rupa kemudian di suguhkan dalam bentuk yang menipu mereka.
Dua bangsa ini bisa dikatakan bangsa yang dibesarkan oleh filsafat. Filsafat Persia dan Filsafat yunani. Dua duanya mempunyai latar belakang sendiri-sendiri. Dan ternyata keduanya bersatu dalam hal paganisme. Keduanya adalah kaum paganisme yang menyembah berhala. Kalau orang yunani menyembah bintang bintang dilangit, kalau Persia mereka menyembah api. Mereka bahwa alam ini adalah kekekalan. Mereka yakin bahwa alam ini tidak diciptakan pihak manapun tetapi ia menciptakan dirinya sendiri, yang azali (tak bermula) dan abadi (tak berakhiran). Dua bangsa ini menjepit kedudukan posisi dari bangsa arab yang darinya muncul manusia paling mulia, penutup para nabi yang Allah mengkehendaki dari agama nabinya (Islam) itu menjadi agama yang besar.
Ketika Islam ini baru dikenal dalam lingkungan yang kecil, maka lingkungan kecil ini merasa terancam dengan keberadaan agama ini. Setelah lingkungan kecil ini dengan hidayah dan pertolongan dari Allah berhasil ditundukkan kepada agama Allah, maka lingkungannya pun semakin besar. Lalu dua bangsa besar, Romawi dan Persia pun merasa terancam dan senantiasa mereka membuat makar untuk mengubur Islam di negeri asalnya sebelum menyebar di tempat lain. Namun Allah telah berjanji, bahwa agama ini akan Dia menangkan atas agama agama lainnya dan Allah tidak akan menyalahi janjinya.
Kembali ke Bani Umayah, mereka memiliki sikap yang keras terhadap bidah, syirik  dan kufur dan tidak boleh turun temurun khilafah mengangkat pejabat dari orang orang ‘ajm (non arab) karena kekhawatiran kalau kalau pemahaman para tokoh tokoh zindiq dan kufur itu meracuni pemahaman kaum muslimin.
KETIKA ZAMAN BANI ‘ABBASIYAH
Lalu datanglah zaman ‘Abbasiyah,  yang pada masa ini mereka merasa bahwa orang orang yang berjasa terhadap berdirinya orde abbasiyyahadalah orang orang ‘ajm, dan mereka cenderung curiga kepada orang orang arab. Maka Allah pun menaqdirkan apa yang dikehendaki-Nya. Hal ini ternyata menjadi pintu masuk yang besar bagi masuknya pejabat pejabat non arab. Bahkan ketika masa pemerintahan Harun AlRasyid, ‘menteri’ keuangannya adalah seorang yang beragama majusi.
Sampai kemudian datang, semacam ‘menristek‘ (demikian ustadz Ja’far menyebutnya) Yahya ibn Khalid al-Barmaki, seorang Parsi dari Persia dan seorang zindiq yang merupakan pengagum filsafat yunani. Karena dia adalah seorang pejabat negara, maka ia mengajukan agar diberikan dana yang besar sebesar dana untuk urusan militer. Belum sempat khalifah Harun Al Rasyid mengganti beliau, beliau meninggal dunia. Lalu kekalifahan pun diganti oleh Al Amin dan di ganti lagi, oleh adiknya Al Amiin, putra Harun Al Rasyid hingga datang khalifah yang kurang amanah.
KERUSAKAN DIMULAI
Selanjutnya, orang ini, Yahya ibn Khalid al-Barmaki terus mendapatkan dana yang besar beliau, mengerahkannya, mengirim para ilmuan ilmuan peneliti bidang filsafat keberbagai negeri asal yunani kuno hingga mereka menemukan suatu negeri yang dikatakan bahwa disitu terdapat bangunan tertutup tembok tebal, tanpa pintu, dan secara turun temurun orang orang romawi disekitarnya sepakat untuk tidak akan membuka bangunan itu.
Didalam bangunan itu kabarnya, ketika mereka menguasai kota Athena, mereka mendapati kitab kitab warisan dari kerajaan Alexander The Great yang perdana menterinya adalah seorang zindiiqyaitu Aristoteles, muridnya Plato, muridnya Socrates. Tapi disini Aristoteles kemudian mengembalikan pikiran Socrates yang hampir mencocoki tauhid Asma’ wa Shifat yang ada di kalangan para Nabi dan Rasul, kepada Agama Paganisme Yunani.
Maka kitab kitab itu dikumpulkan oleh tentara Romawi karena para uskub2 ketika itu menganggap kalau bangsa romawi membaca kitab ini, maka mereka akan meninggalkan agama nashoro dan menjadi Atheis. Maka mereka kumpulkan kitab itu didalam bangunan tersebut. Demikianlah Allah taqdirkan mereka mengumpulkannya, tidak membakarnya, ditutup dengan bangunan saja. Dan Yahya ibn Khalid al-Barmaki mengirim orang hingga ke bangunan itu dan melakukan negosiasi kepada pejabat romawi dalam rangka persahabatan kenegaraan, maka diizinkanlah untuk membongkar bangunan itu,  untuk meminjam isinya.
Akhirnya raja mengumpulkan para uskub dan bermusyawarah pada mereka, dan mereka bersepakat. Salah seorang uskub berkata,
“Wahai raja, bagaimana kalau tidak usah di pinjamkan.. tapi diberikan saja sebagai hadiah kepada mereka jika mereka menyukainya. Sesungguhnya tidaklah masuk kitab kitab itu ke suatu negeri melainkan akan hancurlah negeri itu karena kitab kitab itu..”.
Maka gembiralah raja dengan usulan salah seorang ‘uskub’ disitu. Maka diputuskanlah untuk memberikan kitab tersebut secara cuma cuma.
Maka diambilah oleh Yahya ibn Khalid al-Barmaki ke Baghdad, dan dilakukan penerjemahan kitab kitab tersebut kedalam bahasa arab secara besar besaran. Dan disitulah dimulai berbagai kerusakan kerusakan.
KERUSAKAN YANG TAK TERBENDUNG
Sebenarnya, Berbagai bibit bid’ah sudah muncul sejak zaman Rasulullahshalallahu ‘alayhi wasallam. Misalnya bid’ah khawarij yang sudah muncul sejak beliau masih hidup. Nenek moyangnya yang berkata “Wahai Muhammad, adillah, sesungguhnya kau tidak berbuat adil.. ” “Kalau aku dikatakan tidak adil, maka siapakah lagi yang adil dimuka bumi ini…” Akan keluar dari dia bibit bibit. Ibadahnya dibandingkan dirimu tidak ada apa apanya. Lalu muncul bid’ahrofidhoh di zaman ‘Ali.. maka mereka mereka ini ibaratkan api di dalam sekam. Tidak padam dan terus bergerak. Namun di zaman itu, mereka berhasil dipukul mundur.
Namun di zaman abasiyyah ini, zaman Yahya ibn Khalid al-Barmaki, mereka bagaikan ledakan penyakit yang dasyad seolah-olah mereka mendapatkan hujjah untuk membela bidahnya masing masing. Bahkan beliau (yahya) sebagai seorang tokoh intelektual Islam yang sangat berjasa untuk membangkitkan kembali filsafat yunani kuno yang telah di kubur di negerinya, sehingga seolah-olah ia menjadi mujaddid dikalangan mereka.
Muncul setelah itu Al Farabi, dan seterusnya..
TENTANG AGAMA FILSAFAT
Semuanya sampai pada satu kesimpulan, bahwa kelimpahan hikmah yang paling agung, akal inilah sumber kebenaran. Oleh sebab itu, semua harus tunduk kepada akal, demikianlah itiqod(keyakinan) mereka. Hujjahnya adalah qiyas (analogi)  untuk mengqiyaskan perkara gaib, dengan perkarahaadir (perkara yang dapat dicapai dengan panca indra ). Sehingga mengukur perkara ghaib dengan perkara yang tampak (haadhir).
Selanjutnya, pengenalan kepada sifat sifat Allah menjadi rusak. Mereka lalu mengukur sifat-sifat Allah berdasarkan sifat sifat makhluq, meng-qiyaskan dan menyerupakan Allah dengan makhluk, menganggap adanya unsur keserupaan antara mereka, sehingga muncul pengingkaran terhadap sifat sifat Allah, dan meyakini bahwa sifat sifat Allah serupa dengan makhluk. Ifrot (melampaui meyakini sifat sifat Allah dengan makhluq hingga mengingkari sifat2 Allah) dan tafrid(melampaui batas dalam pengingkaran, meremehkan hingga mengingkari seluruh sifat sifat Allah..).
Dalilnya agama filsafat ini adalah qiyas. Akhlaqnya adalah perdebatan dengan prinsip objektivitas. Bahwa :
“.. jika kamu ingin objektif, maka kamu harus tidak terlibat sama sekali dengan keyakinan itu kemudian kamu menilainya.. baru kamu bisa objektif. jika kamu masih memiliki keyakinan terhadap perkara itu, maka kamu akan selalu subjektif..”.
Thus,
“..jika kamu ingin objektif terhadap Islam, maka kamu harus tidak mempunyai keterlibatan apa apa dengan Islam. Kemudian kamu menilai dari luar Islam, apakah Islam itu benar atau tidak, setelah itu baru kamu bisa objektif. Jika orang Islam tidak mungkin bisa menilai Islam karena mereka tidak mungkin keluar dari Islam. Maka yang paling objektif menilai Islam adalah orang non muslim..”.
Ibadah mereka adalah tafakkur dan takhayyun.. merenung dan merenung yang sesungguhnya ini adalah upaya setan untuk menimbulkan angan angan kepada mereka, seolah-olah kalau dia menilai sesuatu betul-betul menilai dari dirinya sendiri, maka ini adalah merupakan kekuatan kepribadian, inilah kesempurnaan seseorang. Hingga dia lebih senang menjadi pemikir, daripada menjadi seorang ‘aalim. Lebih bangga kalau yang dikemukakan adalah produk akalnya sendiri, terobosannya, untuk melakukan studi studi, dan menghasilkan produk hasil pikiran nya itu, dan menghasilkan ‘Kepastian kepastian rasional’ maka ia semakin hebat. Maka semakin dekat ia kepada Allah katanya. Inilah agama filsafat.
Dan kesudahan agama ini adalah Kebingungan. Tetapi mereka katakan kebingungan itu sebagailiberalisasi; membuka pintu ijtihad hingga mereka menyimpulkan, kebenaran adalah hal nisbi.. tidak ada yangmutlaq di alam nyata ini. Lingkaran setan terus saja menjebak mereka.  Karena ‘gengsi’ mengakui kebingungan itu, mereka mengajak banyak orang kedalam kebingungan itu dengan istilah istilah mentereng, untuk menutup kebingungannya itu.