Ditulis pada 17 Januari 2015 oleh Abu Zahra Hanifa
Sejarah Masuknya
Filsafat Kedalam Islam (Transkrip
Kajian “Bahaya Filsafat” Ustadz Ja’far Umar Thalib)
Filsafat. Yang
terbayang dipikiran adalah Aristoteles, Socrates, Plato, lalu patung manusia
dalam keadaan berpikir/merenung plus ungkapan “Aku
berpikir maka aku ada..”. bagaimana
filsafat bisa masuk dan meracuni Islam?
Begini
ceritanya :
KETIKA MASA BANI
UMAYAH
Pada Masa Bani
Umayah bangsa arab ketika itu bersikap keras terhadap orang orang ‘Ajm (non
arab) yang ketika itu kebanyakan dari mereka adalah budak dari negeri yang
diduduki tentara muslim. Paling banyak ketika itu adalah orang orang Persia dan
Romawi. Mereka punya sejarah masa lalu yaitu filsafat yang sangat mereka
agungkan. Agama mereka dibangun diatas dasarfalsafah yakni agama
yang dibangun hasil dari pikiran dan perasaan, dan gabungan keduanya diolah
sedemikian rupa kemudian di suguhkan dalam bentuk yang menipu mereka.
Dua bangsa ini
bisa dikatakan bangsa yang dibesarkan oleh filsafat. Filsafat Persia dan
Filsafat yunani. Dua duanya mempunyai latar belakang sendiri-sendiri. Dan
ternyata keduanya bersatu dalam hal paganisme. Keduanya adalah kaum paganisme yang menyembah berhala. Kalau orang yunani menyembah
bintang bintang dilangit, kalau Persia mereka menyembah api. Mereka bahwa alam
ini adalah kekekalan. Mereka yakin bahwa alam ini tidak diciptakan pihak
manapun tetapi ia menciptakan dirinya sendiri, yang azali (tak
bermula) dan abadi (tak berakhiran). Dua bangsa ini menjepit kedudukan posisi
dari bangsa arab yang darinya muncul manusia paling mulia, penutup para nabi
yang Allah mengkehendaki dari agama nabinya (Islam) itu menjadi agama yang
besar.
Ketika Islam
ini baru dikenal dalam lingkungan yang kecil, maka lingkungan kecil ini merasa
terancam dengan keberadaan agama ini. Setelah lingkungan kecil ini dengan
hidayah dan pertolongan dari Allah berhasil ditundukkan kepada agama Allah,
maka lingkungannya pun semakin besar. Lalu dua bangsa besar, Romawi dan Persia
pun merasa terancam dan senantiasa mereka membuat makar untuk mengubur Islam di
negeri asalnya sebelum menyebar di tempat lain. Namun Allah telah berjanji,
bahwa agama ini akan Dia menangkan atas agama agama lainnya dan Allah tidak
akan menyalahi janjinya.
Kembali ke Bani
Umayah, mereka memiliki sikap yang keras terhadap bidah, syirik dan kufur
dan tidak boleh turun temurun khilafah mengangkat pejabat dari orang orang ‘ajm (non arab) karena kekhawatiran kalau kalau pemahaman para
tokoh tokoh zindiq dan kufur itu meracuni pemahaman kaum muslimin.
KETIKA ZAMAN BANI
‘ABBASIYAH
Lalu datanglah
zaman ‘Abbasiyah, yang pada masa ini mereka merasa bahwa orang orang
yang berjasa terhadap berdirinya orde abbasiyyahadalah orang orang ‘ajm, dan mereka cenderung curiga kepada orang orang arab. Maka
Allah pun menaqdirkan apa yang dikehendaki-Nya. Hal ini ternyata menjadi pintu
masuk yang besar bagi masuknya pejabat pejabat non arab. Bahkan ketika masa
pemerintahan Harun AlRasyid, ‘menteri’ keuangannya adalah seorang yang beragama
majusi.
Sampai kemudian
datang, semacam ‘menristek‘ (demikian ustadz Ja’far menyebutnya) Yahya ibn Khalid
al-Barmaki, seorang Parsi dari Persia dan seorang zindiq yang merupakan
pengagum filsafat yunani. Karena dia adalah seorang pejabat negara, maka ia
mengajukan agar diberikan dana yang besar sebesar dana untuk urusan militer.
Belum sempat khalifah Harun Al Rasyid mengganti beliau, beliau meninggal dunia.
Lalu kekalifahan pun diganti oleh Al Amin dan di ganti lagi, oleh adiknya Al
Amiin, putra Harun Al Rasyid hingga datang khalifah yang kurang amanah.
KERUSAKAN DIMULAI
Selanjutnya,
orang ini, Yahya ibn Khalid al-Barmaki terus mendapatkan dana yang besar
beliau, mengerahkannya, mengirim para ilmuan ilmuan peneliti bidang filsafat
keberbagai negeri asal yunani kuno hingga mereka menemukan suatu negeri yang
dikatakan bahwa disitu terdapat bangunan tertutup tembok tebal, tanpa pintu,
dan secara turun temurun orang orang romawi disekitarnya sepakat untuk tidak
akan membuka bangunan itu.
Didalam
bangunan itu kabarnya, ketika mereka menguasai kota Athena, mereka mendapati
kitab kitab warisan dari kerajaan Alexander The Great yang perdana menterinya
adalah seorang zindiiqyaitu Aristoteles, muridnya Plato, muridnya Socrates. Tapi
disini Aristoteles kemudian mengembalikan pikiran Socrates yang hampir
mencocoki tauhid Asma’ wa Shifat yang ada di kalangan para Nabi dan Rasul,
kepada Agama Paganisme Yunani.
Maka kitab
kitab itu dikumpulkan oleh tentara Romawi karena para uskub2 ketika itu
menganggap kalau
bangsa romawi membaca kitab ini, maka mereka akan meninggalkan agama nashoro
dan menjadi Atheis. Maka mereka
kumpulkan kitab itu didalam bangunan tersebut. Demikianlah Allah taqdirkan
mereka mengumpulkannya, tidak membakarnya, ditutup dengan bangunan saja. Dan
Yahya ibn Khalid al-Barmaki mengirim orang hingga ke bangunan itu dan melakukan
negosiasi kepada pejabat romawi dalam rangka persahabatan kenegaraan, maka
diizinkanlah untuk membongkar bangunan itu, untuk meminjam isinya.
Akhirnya raja
mengumpulkan para uskub dan bermusyawarah pada mereka, dan mereka bersepakat.
Salah seorang uskub berkata,
“Wahai raja,
bagaimana kalau tidak usah di pinjamkan.. tapi diberikan saja sebagai hadiah
kepada mereka jika mereka menyukainya. Sesungguhnya tidaklah masuk kitab kitab
itu ke suatu negeri melainkan akan hancurlah negeri itu karena kitab kitab
itu..”.
Maka gembiralah
raja dengan usulan salah seorang ‘uskub’ disitu. Maka diputuskanlah untuk
memberikan kitab tersebut secara cuma cuma.
Maka diambilah
oleh Yahya ibn Khalid al-Barmaki ke Baghdad, dan dilakukan penerjemahan kitab
kitab tersebut kedalam bahasa arab secara besar besaran. Dan disitulah dimulai
berbagai kerusakan kerusakan.
KERUSAKAN YANG TAK
TERBENDUNG
Sebenarnya,
Berbagai bibit bid’ah sudah muncul sejak zaman Rasulullahshalallahu ‘alayhi wasallam. Misalnya bid’ah khawarij yang sudah muncul sejak beliau masih hidup. Nenek
moyangnya yang berkata “Wahai Muhammad, adillah, sesungguhnya kau tidak berbuat
adil.. ” “Kalau aku dikatakan tidak adil, maka siapakah lagi yang adil dimuka
bumi ini…” Akan keluar dari dia bibit bibit. Ibadahnya dibandingkan dirimu
tidak ada apa apanya. Lalu muncul bid’ahrofidhoh di zaman ‘Ali.. maka mereka mereka ini ibaratkan api di
dalam sekam. Tidak padam dan terus bergerak. Namun di zaman itu, mereka
berhasil dipukul mundur.
Namun di zaman
abasiyyah ini, zaman Yahya ibn Khalid al-Barmaki, mereka bagaikan ledakan
penyakit yang dasyad seolah-olah mereka mendapatkan hujjah untuk
membela bidahnya masing masing. Bahkan beliau (yahya) sebagai seorang tokoh
intelektual Islam yang sangat berjasa untuk membangkitkan kembali filsafat
yunani kuno yang telah di kubur di negerinya, sehingga seolah-olah ia menjadi
mujaddid dikalangan mereka.
Muncul setelah
itu Al Farabi, dan seterusnya..
TENTANG AGAMA
FILSAFAT
Semuanya sampai
pada satu kesimpulan, bahwa kelimpahan hikmah yang paling agung, akal inilah
sumber kebenaran. Oleh sebab itu, semua harus tunduk kepada akal, demikianlah itiqod(keyakinan) mereka. Hujjahnya adalah qiyas (analogi) untuk mengqiyaskan perkara gaib, dengan perkarahaadir (perkara yang
dapat dicapai dengan panca indra ). Sehingga mengukur perkara ghaib dengan
perkara yang tampak (haadhir).
Selanjutnya,
pengenalan kepada sifat sifat Allah menjadi rusak. Mereka lalu mengukur
sifat-sifat Allah berdasarkan sifat sifat makhluq, meng-qiyaskan dan menyerupakan Allah dengan makhluk, menganggap
adanya unsur keserupaan antara mereka, sehingga muncul pengingkaran terhadap
sifat sifat Allah, dan meyakini bahwa sifat sifat Allah serupa dengan makhluk. Ifrot (melampaui
meyakini sifat sifat Allah dengan makhluq hingga mengingkari sifat2 Allah) dan tafrid(melampaui
batas dalam pengingkaran, meremehkan hingga mengingkari seluruh sifat sifat
Allah..).
Dalilnya agama
filsafat ini adalah qiyas. Akhlaqnya adalah perdebatan dengan prinsip objektivitas.
Bahwa :
“.. jika kamu
ingin objektif, maka kamu harus tidak terlibat sama sekali dengan keyakinan itu
kemudian kamu menilainya.. baru kamu bisa objektif. jika kamu masih memiliki
keyakinan terhadap perkara itu, maka kamu akan selalu subjektif..”.
Thus,
“..jika kamu
ingin objektif terhadap Islam, maka kamu harus tidak mempunyai keterlibatan apa
apa dengan Islam. Kemudian kamu menilai dari luar Islam, apakah Islam itu benar
atau tidak, setelah itu baru kamu bisa objektif. Jika orang Islam tidak mungkin
bisa menilai Islam karena mereka tidak mungkin keluar dari Islam. Maka yang
paling objektif menilai Islam adalah orang non muslim..”.
Ibadah mereka
adalah tafakkur dan takhayyun.. merenung dan merenung yang sesungguhnya ini adalah
upaya setan untuk menimbulkan angan angan kepada mereka, seolah-olah kalau dia
menilai sesuatu betul-betul menilai dari dirinya sendiri, maka ini adalah
merupakan kekuatan kepribadian, inilah kesempurnaan seseorang. Hingga dia lebih
senang menjadi pemikir, daripada menjadi seorang ‘aalim. Lebih
bangga kalau yang dikemukakan adalah produk akalnya sendiri, terobosannya, untuk melakukan studi studi, dan
menghasilkan produk hasil pikiran nya itu, dan menghasilkan ‘Kepastian
kepastian rasional’ maka ia semakin hebat. Maka semakin dekat ia kepada Allah
katanya. Inilah agama filsafat.
Dan kesudahan
agama ini adalah Kebingungan. Tetapi mereka katakan kebingungan itu sebagailiberalisasi; membuka pintu ijtihad hingga mereka menyimpulkan, kebenaran adalah hal nisbi..
tidak ada yangmutlaq di alam nyata
ini. Lingkaran setan terus saja menjebak mereka. Karena ‘gengsi’ mengakui
kebingungan itu, mereka mengajak banyak orang kedalam kebingungan itu dengan
istilah istilah mentereng, untuk menutup kebingungannya itu.
https://irilaslogo.wordpress.com/2012/12/27/bahaya-filsafat-sejarah-masuknya-filsafat-kedalam-islam/