Salah satu agenda Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dicanangkan tahun ini adalah
program gerakan damai di dunia maya. Hal itu diutarakan Ketua
Panitia Workshop bertajuk Program Damai di Dunia Maya; Peran Generasi Muda
dalam Pencegahan Terorisme, Kol. Inf. Dadang Hendra Yudha.
Lebih tegas lagi, Kepala
BNPT Saud Usman Nasution mengungkapkan bahwa saat ini kelompok-kelompok
radikalis semakin masif menyebarkan konten-konten radikal di media online.
Usman mengharap kontribusi para pegiat internet, media social dan bloger untuk
melawan konten-konten radikal di dunia maya dengan konten-konten positif.
“Untuk menangkal serangan
kelompok-kelompok radikal dan teroris di media sosial, BNPT jelas tidak mampu
bergerak sendirian. Kami berharap kerjasama dan kontribusi segenap pihak yang
terlibat aktif di internet untuk melawan infiltrasi paham radikal di dunia
maya,” sergah Usman.
Menanggapi hal itu, pakar
komunikasi dunia maya, Onno W Purbo malah menyatakan hal
sebaliknya. Ditemui Kiblat.net usai jumpa pers pada Kamis (29/10), Onno
mengungkapkan bahwa serangan Tekhnologi Informasi yang lebih besar di Indonesia
saat ini justru bukan radikalisme ala ISIS sebagaimana yang didengungkan BNPT.
“Makanya saya nggak terlalu
minat ngomong soal ISIS, soalnya saya tahu di lapangan. Serangan yang ganas itu
bukan ISIS, serangan yang ganas itu ke masyarakat banyak. Jadi kebanyakan
serangan yang ditargetkan itu bukan ideologi, tapi duit dan
syahwat,” ungkap Onno sembari mengemukakan data kasus-kasus penipuan dan
pornografi di Indonesia.
Workshop Program Damai di
Dunia Maya yang diselenggarakan di Jogja Expo Centre ini menjadi agenda di hari
ke-dua BNPT menggelar acara penanggulangan terorisme. Acara yang digelar pada
Kamis, (29/10) ini dihadiri sekira 400 pemuda. Mereka berasal dari mahasiswa di
Yogyakarta, beberapa organisasi pemuda serta komunitas-komunitas dunia maya dan
blogger yang berasal dari 27 provinsi di Indonesia.
Beberapa pejabat, pegiat anti
terorisme, serta pakar IT dihadirkan sebagai pembicara dalam acara ini.
Mewakili BNPT hadir Ketua BNPT Kompol. Saud Usman Nasution, S.H., M.M., dan
Deputi I Bidang Pencegahan Terorisme Mayjen TNI Agus Surya bakti serta
Lembaga Sandi Negara RI Dr. Djoko Setiadi, M.Si.
Sedangkan beberapa pakar IT
dan social media yang hadir diantaranya Onno W Purbo, Nukman Luthfie serta Arif
Muhammad. Selain itu turut juga sebagai pembicara mantan Ketua Umum
Muhammadiyah Buya Syafi’i Ma’arif.
Reporter: Muhammad Irfan
Editor: Fajar Shadiq
BNPT Setuju Penegakan Syariat, Tapi…
Direktur Deradikalisasi Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris menyatakan setuju
terhadap penegakan syariat Islam. Tetapi dia menolak formalisasinya.
“Kita semua setuju menegakkan
syariat,” kata Irfan Idris saat peluncuran buku “Islam dan Terorisme antara
Imajinasi dan Kenyataan” di Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta pada
Selasa (29/09).
“Tetapi memformalisasikan itu
saya kira bukan tempatnya untuk memformalisasikannya,” imbuhnya.
Menurut Irfan, penerapan
syariat Islam harusnya menerapkan politik garam. Artinya, tetap terasa meskipun
tak terlihat bentuknya. (tepat sekali, lamurkha)
“Itulah yang perlu kita
elaborasi,” imbuhnya.
Buku Islam dan Terorisme
diterbitkan BNPT atas kerjasama dengan Ikatan Alumni UI. Dikeluarkannya buku
itu dianggap sebagai bagian dari kontra narasi pemikiran radikal.
Reporter : Imam S.
Editor: Rudy
BNPT Tak Bisa Menyalahkan Orang yang Berjihad
ke Suriah
Juru Bicara Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengungkapkan bahwa kemauan untuk
berjihad adalah salah satu alasan bagi orang-orang yang pergi ke Suriah.
Menurutnya, siapapun tidak bisa menyalahkan alasan jihad tersebut.
Dalam acara bertajuk BNPT
Bincang Damai, Irfan Idris mengungkapkan alasan warga negara Indonesia (WNI)
yang berangkat ke Suriah. Alasan itulah yang membuat mereka tertarik untuk
datang ke negara yang sedang dilanda krisis kemanusiaan akibat kekejaman rezim
Bashar Assad tersebut.
“Paling tidak ada dua yang
biasa kita dengarkan,” kata Irfan Idris, Kamis (19/03) di bilangan Cikini,
Jakarta tersebut.
Menurut Irfan, faktor ekonomi
adalah alasan pertama yang menarik WNI untuk bergabung dengan ISIS di Suriah.
Banyangan jaminan kesejahteraan yang lebih baik membuat mereka antusias.
Pasalnya orang-orang yang bergabung dengan ISIS dijanjikan akan mendapatkan
uang hingga ratusan dolar.
“Kemudian alasan teologis,
karena mau berjihad,” imbuhnya.
Juru bicara BNPT itu
menambahkan bahwa alasan berjihad tersebut berkaitan dengan kebahagiaan.
Berbeda dengan faktor kesejahteraan ekonomi, alasan jihad ini merupakan bagian
dari keyakinan orang-orang yang pergi ke Suriah.
“Kalau keyakinan mereka
terhadap interpretasi sepihak terhadap jihad, hijrah dan khilafah, itu versi
mereka. Kita juga tidak bisa salahkan,” pungkasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Fajar Shadiq
Direktur Deradikalisasi BNPT Persilahkan WNI di
Suriah Berjihad, Tapi..
Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) menyatakan akan meningkatkan pencegahan terhadap orang-orang
Indonesia yang akan berangkat ke Suriah. Namun, bagi WNI yang sudah ada di
Suriah dipersilakan untuk tinggal dan berjuang melawan rezim Syiah pimpinan
Bashar Assad.
Terkait penangkapan 16 WNI
di Turki, juru bicara BNPT, Irfan Idris mengungkapkan bahwa
pemerintah Indonesia telah melakukan kerjasama dengan otoritas keamanan di
negara itu. Selain itu, sejumlah kesepakatan telah dicapai oleh kedua negara.
Menurut Irfan, dalam
kesepakatan tersebut pemerintah Turki berjanji akan meningkatkan kewaspadaan
untuk mencegah masuknya warga asing ke Suriah melalui negaranya. Mereka juga
bertekad untuk membanti mencari 16 WNI yang sebelumnya dinyatakan
hilang. Namun, secara filosofis bukan itu yang menjadi tujuan pemerintah
Indonesia.
“Bagaimana meningkatkan
pencegahan agar jangan lagi ada yang berangkat kesana,” ungkap Irfan dalam
diskusi BNPT, Kamis (19/03) di Jakarta.
Direktur Deradikalisasi BNPT
tersebut juga tidak
mempersoalkan keberadaan WNI di Suriah. Mereka yang sudah
berada di negara yang sedang dilanda konflik itu dipersilakan untuk ikut
berjihad.
“Yang sudah ada disana,
silahkan tinggal dan berjuang kalau itu keyakinan mereka,” ujar Irfan.
Bagi WNI yang ingin kembali
ke Indonesia, masih terbuka kesempatan untuk mereka. Namun, ada catatan yang
diberikan Irfan bagi WNI di Suriah yang ingin kembali ke kampung halamannya.
“Kalau mereka kembali ke
Indonesia harus menyesuaikan diri. Jangan membawa semangat jihad yang ada
disana,” pungkasnya.
Reporter : Imam S.
Editor: Fajar SHadiq