Salah satu mata acara saat
Sahur, di Metro TV, Jakarta, disajikan tanya jawab keagamaan (Islam)
antara sejumlah audiens dengan narasumber kesohor yaitu Quraish Shihab. Dia ini
pria kelahiran Rappang (Sulawesi Selatan) pada 16 Februari 1944, pernah
menjabat sebagai rector IAIN Jakarta, kemudian menjadi Menteri Agama RI selama
70 hari di akhir masa pemerintahan Soeharto yang lengser Mei 1998.
Di acara Metro TV, salah
seorang peserta ketika mengajukan pertanyaan berkenaan dengan latar belakang
adanya kebiasaan memperingati atau merayakan hari anak yatim (10 Muharram),
Quraish Shihab menjawabnya dengan memasukan doktrin Syi’ah tentang perang
Karbala yang menewaskan cucu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa
sallam yakni Husein radhiyallahu ‘anhu. (Metro TV edisi Selasa 02
Ramadhan 1429 H bertepatan dengan 02 September 2008)
Menurut Quraish Shihab,
perayaan anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram itu adalah untuk
mengenang kematian Husein radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya yang
tewas pada perang Karbala. Dari peperangan itu menghasilkan banyak anak yatim.
Peristiwa Karbala yang menewaskan Husein radhiyallahu
‘anhu terjadi pada 10 Muharram tahun 61 Hijriyah.
Jawaban khas Syi’ah ala
Quraish Shihab itu, menunjukkan bahwa ia memang penganjur Syi’ah yang konsisten
dan gigih. Di berbagai kesempatan, bila ada peluang memasukkan doktrin dan
ajaran Syi’ah, langsung dimanfaatkannya, apalagi di hadapan audiens yang awam
(tidak mengerti apa itu Syi’ah, dan bagaimana ajarannya yang sesat dan
menyesatkan).
Pada dasarnya, Islam sangat
memuliakan anak yatim. Semasa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa
sallam masih hidup, anjuran untuk menyantuni anak yatim sudah
disosia-lisasikan bahkan dipraktekkan sendiri. Artinya, anjuran dan praktek itu
sudah ada jauh sebelum Huseinradhiyallahu ‘anhu wafat. Sehingga
pernyataan Quraish Shihab tersebut terkesan ahistoris, bila menyantuni anak
yatim dikaitkan dengan kematian Husein radhiyallahu ‘anhu di
Karbala.
Dalam salah satu hadits
riwayat An-Nasa’i, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
9150 – عن أبي شريح الخزاعي قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : { اللَّهُمَّ إنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ : حَقَّ الْيَتِيمِ وَ حَقَّ الْمَرْأَةِ } (سنن النسائي الكبرى – (ج 5 / ص 363)
Ya Allah sungguh saya
mengharamkan (penyia-nyiaan) hak dua macam manusia yang lemah yaitu: hak anak
yatim dan hak wanita. (HR An-Nasaai nomor 9150).
Namun demikian, dalam ajaran
Islam tidak ada waktu-waktu khusus yang ditetapkan untuk memperingati atau
merayakan anak yatim. Tanggal 10 Muharram yang oleh sebagian kalangan dijadikan
momentum merayakan atau memperingati atau menyantuni anak yatim –sebagaimana
dilakukan oleh sejumlah masjid yang secara madzhab dan kultural dekat dengan
NU– pada dasarnya tidak ada contohnya. Pada tangal 9 dan 10 Muharram ummat
Islam disunahkan berpuasa.
Dalam Hadits Shahih Riwayat
Muslim,
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ : يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ .( رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari ‘Asyura’, maka beliau menjawab,
“Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin.” (HR
Muslim).
Benarkah
Quraish Shihab penganut paham Syi’ah?
LPPI pernah mendapatkan surat
pernyataan dari Osman Ali Babseil (PO Box 3458 Jedah, Saudi Arabia, dengan
nomor telepon 00966-2-651 7456). Usianya kini sekitar 74 tahun, lulusan Cairo
University tahun 1963.
Dengan sungguh-sungguh seraya
berlepas diri dari segala dendam, iri hati, ia menyatakan:
Sebagai teman dekat sewaktu
mahasiswa di Mesir pada tahun 1958-1963, saya mengenal benar siapa saudara Dr.
Quraish Shihab itu dan bagaimana perilakunya dalam membela aqidah Syi’ah.
Dalam beberapa kali dialog
dengan jelas dia menunjukkan sikap dan ucapan yang sangat membela Syi’ah dan
merupakan prinsip baginya.
Dilihat dari dimensi waktu
memang sudah cukup lama, namun prinsip aqidah terutama bagi seorang
intelektual, tidak akan mudah hilang/dihilangkan atau berubah, terutama karena
keyakinannya diperoleh berdasarkan ilmu dan pengetahuan, bukan ikut-ikutan.
Saya bersedia mengangkat
sumpah dalam kaitan ini dan pernyataan ini saya buat secara sadar bebas dari
tekanan oleh siapapun.
Pernyataan itu dibuat Osman
Ali Babseil sepuluh tahun lalu (Maret 1998), namun hingga kini masih relevan,
karena Quraish Shihab pun hingga kini terbukti masih menyebarluaskan doktrin
Syi’ah.
Ke-Syi’ah-an Quraish Shihab
juga terlihat ketika ia meluncurkan Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosa
Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal
bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007). Salah satu indikasinya, dalam
Ensiklopedi itu terlalu gandrung menggunakan tafsir Syi’ah Al
Mizan karangan Tabataba’i sebagai referensi dalam penulisan entri. Bahkan
dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang
memberikan penafsiran terhadap Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah
yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain ketika ia
menerbitkan buku berjudul Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Pada
buku itu antara lain dikatakan, bahwa di antara Sunnah-Syi’ah terdapat kesamaan
dalam prinsip-prinsip ajaran, sedang dalam rinciannya terdapat perbedaan. Namun
persamaannya jauh lebih banyak. Ini bisa dilihat dari masalah keimanan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan hari kemudian, ketaatan kepada Rasul
dan mengikuti apa yang dinilai sah bersumber dari beliau, serta melaksanakan
Rukun Islam yang lima.
Benarkah demikian?
Dalam buku Syi’ah sendiri
dinyatakan: Abi Abdullah berpesan; sesungguhnya dunia dan akhirat adalah
kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi
yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam.
Sebagaimana ditulis oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini dalam kitab Ushul
Kafi, khususnya pada bab yang berjudul Bumi Seluruhnya Adalah Milik Imam.
Salah satu ulama Syi’ah
lainnya, Jakfar as-Shadiq diklaim mengatakan:
“Yang punya bumi adalah Imam,
maka apabila Imam keluar kepadamu cukuplah akan menjadi cahaya (nur). Manusia
tidak akan memerlukan matahari dan bulan.” (lihat Tarjumah Maqbul Ahmad,
hal. 339). Tarjumah Maqbul Ahmad. (bahasa Urdu) hal. 339. Diterjemahkan secara
harfiyah
Padahal, Allah subhanahu
wa ta’ala mengatakan dalam Al-Qur’an, surat al-Araf:
إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah, diwariskan kepada orang yang dikehendaki-Nya”.(QS
Al-A’raf: 128)
Menurut Quraish pula, secara
bahasa Suni atau Sunah berarti perilaku atau tindakan
Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan Syi’ah berarti
mengikuti, maksudnya adalah menjadi pengikut Nabi Muhammad shallallohu
‘alaihi wa sallam. Karena itu, semua Sunah adalah Syi’ah, dan semua Syi’ah
adalah Sunah. Karena mereka yang mengikuti perilaku Rasulullah shallallohu
‘alaihi wa sallam adalah pengikutnya Rasulullah shallallohu ‘alaihi
wa sallam dan begitu juga sebaliknya.
Padahal, makna Syi’ah adalah
pengikut (‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu). Quraish jelas
telah memanipulasi makna Syi’ah. Kalau Sunnah dan Syi’ah tidak ada perbedaan,
tentu tak perlu repot-repot mengidentifikasikan dirinya dengan nama yang berbeda.
(lihat tulisan berjudul Ahmadiyah, Syi’ah dan Liberal, April 7, 2008 2:30
am).
Masalah Jilbab
Selain berpaham Syi’ah
militan, Quraish Shihab juga berbanjar bersama-sama dengan sejumlah orang yang
menempatkan berjilbab (menutup aurat) pada posisi khilafiyah, sebagaimana
ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah:
Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer di tahun 2006.
Menurut Quraish, ayat-ayat
Al-Qur’an yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi.
Selain itu, ketetapan hukum tentang batas yang ditoleransi dari aurat atau
badan wanita bersifat zhanniy yakni dugaan semata. Quraish juga bersikap, bahwa
adanya perbedaan pendapat para pakar hukum tentang batasan aurat adalah
perbedaan antara pendapat-pendapat manusia yang mereka kemukakan dalam konteks
situasi zaman serta kondisi masa dan masyarakat mereka, serta
pertim-bangan-pertimbangan nalar mereka, dan bukannya hukum Allah yang jelas,
pasti dan tegas.
Sikap seperti itu jelas
menepis Al-Qur’an. Sebab, Allah sudah secara tegas berfirman melalui surat
Al-Ahzaab ayat 59:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(59)
Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Sedangkan berkenaan dengan
batasan aurat, sudah secara tegas difirmankan melalui surat QS An Nuur ayat 31:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(31)
Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An-Nur/ 24: 31).
Sebab turunnya
ayat ini, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik
kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya
tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, demikian juga
dada dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma’: 揂langkah
buruknya (pemandangan) ini. Turunlah ayat ini (S.24:31) sampai عَوْرَاتِ النِّسَاءِ auratinnisa (aurat wanita)
berkenaan dengan peristiwa tersebut yangmemerintahkan kepada Kaum Mu’minat
untuk menutup aurat mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil
yang bersumber dari Jabir bin Abdillah.)
Sebab turunnya
ayat (penggalan selanjutnya QS 24: 31) ini, dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa seorang wanita membuat dua kantong perak yang diisi untaian batu-batu
mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lewat di hadapan sekelompok
orang-orang, ia memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga dua gelang kakinya
bersuara beradu . Maka turunlah kelanjutan ayat ini ( S. 24 : 31, dari وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ “wala yadlribna bi
arjulihinna” sampai akhir ayat) yang melarang wanita
menggerak-gerakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian
laki-laki. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadhrami).
(KHQ Shaleh dkk, Asbabun Nuzul, CV Diponegoro, Bandung, cetakan 7, tt, hlm
356)
Fatwa-fatwa tentang jilbab.
Mari kita bandingkan pendapat
Quraish Shihab tersebut di atas dengan fatwa-fatwa berikut ini.
1. Syaikh Muhammad bin
Ibrahim Alu Syaikh berfatwa: Bahwa wanita itu adalah aurat, diperintahkan
untuk berhijab dan menutup. Dan dilarang tabarruj (membuka aurat yang
diperintahkan untuk ditutupi, atau berhias dan bertingkah laku untuk dilihat
lelaki) dan dilarang memperlihatkan perhiasannya, kecantikannya, dan
bagian-bagian tubuh yang menimbulkan fitnah. Allah Ta’ala berfirman dalam
Surat Al-Ahzab ayat 59, QS An-Nur: 31, dan QS Al-Ahzab: 33.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu (QS Al-Ahzab/ 33: 33). (Fatawa dan surat-surat Muhammad
bin Ibrahim Alu Al-Syaikh juz 2/ halaman 124).
2. Fatwa dari Qitho’il
Ifta’ di Kuwait: Wajib atas perempuan muslimah sejak umur baligh untuk
menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangannya. Hal itu apabila
ia keluar dari rumahnya atau adanya laki-laki bukan mahramnya, maka tidak boleh
bagi perempuan muslimah menampakkan kepada lelaki ajnabi (bukan mahramnya)
sebagian tubuhnya seperti: rambutnya, atau lehernya, atau hastanya (lengan/
dzira’) atau betisnya yang oleh sebagian wanita muslimah biasa terbuka pada
masa kini menirukan orang bukan Islam. Apabila wanita muslimah menampakkan
sebagian dari tubuhnya itu maka sungguh dia telah berbuat haram yang telah
pasti haramnya.
Dalil atas wajibnya wanita
menutup seluruh badannya selain wajah dan dua tapak tangan adalah nash-nash
yang banyak dari Al-Qur’anul karim dan sunnah Nabi yang shahih. Di antaranya
firman Allah Ta’ala dalam QS An-Nur: 31. Maksud dari firman-Nya إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا (kecuali yang (biasa) nampak daripadanya)
adalah wajah dan dua tapak tangan. Sebagaimana hal itu telah ditunjukkan oleh
As-Sunnah dan atsar dari sahabat. Maksud dari firman-Nya { وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ } (Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya), adalah hendaknya wanita melabuhkan kerudung yakni tutup
kepalanya dimana agar menutup jaibuts tsaub yaitu bukaan leher. Oleh karena itu
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(59)
Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS Al-Ahzab/ 33: 59).
Dan dari sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لا يَصْلُحُ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى كَفِّهِ وَوَجْهِهِ (أخرجه أبو داود (4/62 ، رقم 4104) ، والبيهقى فى السنن الكبرى (7/86 ، رقم 13274) . وأخرجه أيضًا : فى شعب الإيمان (6/165 ، رقم 7796) ). – ( ضعيف ) وصححه الشيخ الألباني في صحيح سنن أبي داود وقال في الترغيب والترهيب : ( حسن لغيره برقم 2045)
Wahai Asma’: Sesungguhnya
wanita apabila telah sampai haidh maka tidak pantas untuk dilihat daripadanya
kecuali ini dan ini, dan beliau menunjuk ke telapak tangan beliau dan wajah
beliau. (HR Abu Dawud, dan Al-Baihaqi, dhaif, tetapi dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, dan dihasankan lighoirihi dalam
At-Targhib wat Tarhib).
Atas dasar yang demikian
itulah maka telah terjadi ijma’ ulama ummat sejak zaman Nabi, maka siapa yang
menganggap bolehnya wanita muslimah di depan lelaki ajnabi (bukan mahram)
membuka rambutnya atau lehernya atau semacamnya dari apa-apa yang diperintahkan
untuk ditutupnya, maka sungguh telah menyelisihi Al-Qur’an, As-Sunnah, dan
ijma’, dan telah menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Fatawa Qitha’il Ifta’ bil-Kuwait juz
6 halaman 223-224).
Kembali ke sikap dan
pemahaman yang dihembuskan Quraish Shihab:
Anak perempuan Quraish
Shihab, Najwa Syihab (penyiar televisi swasta?), dalam salah satu edisi majalah
buatan kelompok yang dekat dengan liberal, menjadi gambar sampul, dengan
tulisan mencolok, terhormat tanpa memakai jilbab. Dia menganggap,
jilbab tidak wajib, dan dia mengaku bahwa itu mengikuti fatwa bapaknya.
Begitulah watak Quraish
Shihab, terhadap urusan yang sudah jelas landasannya saja ia masih berani
membantah. (haji/tede).
الفتاوى:
1- أَن المرأَة عورة، ومأْمورة بالاحتجاب والستر. ومنهية عن التبرج وإِظهار زينتها ومحاسنها ومفاتنها، قال الله تعالى: (*) الآية(1). وقال تعالى: (*)(2). وقال تعالى: (*)(3).
(1) سورة الأحزاب آية 59 .
(2) سورة النور آية 31 .
(3) سورة الأحزاب آية 33 .
)فتاوى ورسائل محمد بن إبراهيم آل الشيخ – (ج 2 / ص 124)(
2- يجب على المرأة المسلمة منذ سنّ البلوغ أن تستر جميع بدنها ما عدا الوجه والكفين ، وذلك إذا خرجت من بيتها أو كانت بمحضر رجال من غير محارمها ، فلا يجوز لها أن يظهر منها للرجال الأجانب عنها شئ من شعرها أو رقبتها أو ذراعيها أو ساقيها ممّا اعتادت بعض النساء المسلمات كشفه في هذا العصر تقليداً لغير المسلمات ، فإن ظهرت المرأة المسلمة شيئاً من ذلك فقد فعلت محرما مقطوعاً بتحريمه.
والدليل على وجود ستر المرأة جميع بدنها ما عدا الوجه والكفين نصوص كثيرة من القرآن الكريم ، والسنة النبوية الصحيحة منها قول الله تعالى :{ وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلاّ ما …ظهر منها وليضربن بخمرهن على جيوبهن ولا يبدين زينتهن إلاّ لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن أو أبنائهن أو أبناء بعولتهن أو إخوانهن أو بني إخوانهن …أو نسائهن أو ما ملكت أيمانهن أو التابعين غير أولى الإربة من الرجال أو الطفل الذين لم يظهروا على عورات النساء ولا يضربن بأرجلهن ليعلم ما يخفين من زينتهن وتوبوا إلى الله جميعا أيها المؤمنون لعلكم تفلحون } (سورة النور الآية رقم 31)، والمراد بقوله تعالى في هذه الآية {إلاّ ما ظهر منها} هو الوجه والكفان. كما دلتّ على ذلك السنة والآثار عن الصحابة والمراد بقوله تعالى: { ولْيضربْن بخُمُرهن على جيوبهن} أن تلوي المرأة الخمار وهو (غطاء الرأس ) بحيث يستر جيب الثوب وهو ( فتحة العنق ) ومن ذلك قول الله تعالى { يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن …يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفوراً رحيماً } (سورة الأحزاب الآية رقم59 ) ومن السنة النبوية قول الرسول صلى الله عليه وسلم ( يا أسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يُرى منها إلا هذا وهذا ، وأشار إلى الوجه والكفين ) رواه أبو داود عن عائشة رضى الله عنها.
…وعلى ذلك انعقد إجماع علماء الأمة منذ عهد النبوة ، فمن ادعى جواز كشف المرأة المسلمة أمام الرجال الأجانب شعرها أو عنقها أو نحوهما مما أمرت بستره فقد خالف الكتاب والسنة والإجماع واستحل ما حرمه الله تعالى ورسوله صلى الله عليه وسلم 0
)فتاوى قطاع الإفتاء بالكويت – (ج 6 / ص – 224 -223)
November 21, 2012 pada 8:54
am | #1
Sebagai orang awam mengenai
agama, sebelumnya saya pernah beli buku Pintar/tanya jawab islam (judul lupa),
karangan Quraish shihab di salah satu tokobuku ternama…
isinya tentang tanya jawab
islam…
sy & istri tidak pernah
menemukan kepuasan jawaban2 QS dalam rangkuman2 pertanyaan dibuku tersebut,..
pada saat itu sy masih proses
blajar mendalami Islam…
paman saya pernah
mengingatkan… hati2 itu syiah… krna sya juga blum serius menanggapinya…
alhamdulillah tahun ini sya
dan istri mulai mendalami agama Islam yg sesuai denga Qur’an dan Sunnah
Rasulullah.. sekalian mau tanya…
- sya suka share isi2 posting
di blog ini ke facebook, ataupun kirim email ke teman2… dengan harapan mereka
dapat lebih mengerti mengenai Islam yng sebenarnya..
- ada rencana saya untuk
membuat hard copy/selebaran untuk di bagikan, mengenai manhaj salaf, sunnah,
bidah2… karna umumnya msh banyak bidah2 yg dilakukan di lingkungan saya.. karna
keterbatasan kemampuan saya …
Bolehkah hal2 tersebut sy
lakukan? terimaksih
Sehingga anda bisa
menyampaikan kebenaran ini kpd masyarakat dengan hikmah, dibawah bimbingan
ustadz,
Jazakallahu khairan
innalillahi wa innailaihi
rojiun.. apakah syiah itu kafir?
Untuk tokoh-tokohnya, iya,
kafir, seperti khomeini, sebagaimana para ulama ahlussunnah sudah
mengkafirkannya,
tapi bagi para pengikutnya,
tidak demikian, sebab banyak dari mereka yg bodoh, tdk mengerti hakekat syiah
yg sebenarnya, hanya ikut2an saja,
Barangsiapa ada orang islam
yang mengingkari satu huruf saja dalam alquran, itu bisa menyebabkan pelakunya
kafir,
Apalagi menganggap alquran
kita yg sekarang itu sdh tdk asli lagi, alquran yg dimiliki syiah 3 kali lipat
dari alquran kita yg sekarang, gimana dengan keyakinan sesat seperti ini??
Sedangkan Allah mengatakan
kalau Alquran itu terjaga, sebab Allah yang menjaganya, mustahil ada ayat yg
dirubah atau dihapus oleh manusia,
Alquran akan selalu terjaga,
tidak akan bertambah dan berkurang, tidak seperti keyakinan syiah yang
menganggap alquran kit sdh berubah,
Masalahnya adalah, kita belum
mau menghargai perbedaan…
Terimakasih mas farid ma’roef
atas komentarnya, mudah-mudahan Allah menunjuki anda
Masalahnya, perbedaan yang
seperti apa yang kita beri toleransi,..
Kalau ajaran tersebut menyelisihi
ajaran Rasulullah, berarti yang melakukan perbuatan tersebutlah yang berbeda,
tidak mau mengikuti perintah rasulullah , lalu melakukan amalan yg menyerupai
ritual ibadah,tapi tdk dicontohkan oleh rasulullah,
acitomeo
pemahamannya si qs ini sesat &
menyesatkan! kelembutan omongan & kejagoannya dalam diskusi hanya kedok
taqiyah belaka.. semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari fitnah syi’ah
rafidhah ini..
seayahrahakha
Quraish Shihab memang parah,
bahkan sangat parah… Pake gaya bahasa apapun, dibuat selemah-lembut apapun,
tetap saja keanehan dan keganjilan yg disampaikan. Benar2 nyeleneh…
Ahlulbait
Orang yang berdendang dengan
genderang Setan-setan Syiah
pasti nyeleneh.
knapa Quraish Shihab tdk
merujuk kpd tafsir ulama masyhur? apakah ia telah menyetarakan dirinya dg ulama
ahli tafsir?
nah, itu dia,..
Alhamdulillah kitab tafsir
yang jauh lebih baik, dan disusun oleh ulama yang mumpuni ilmunya juga banyak,
seperti tafsir ibnu katsir,tafsir qurtubi,tafsir assa’di,. daripada tafsir
misbah susunan qurais sihab, banyak pemikiran2 aneh ada dalam tafsir misbah
tersebut,.. bahkan pemikiran syiah juga ada, sebab beliau termasuk orang yang
terpengaruh pemikiran syiah
Ahlulbait
izinkan saya menambahkan
QS bukan penafsir
maaf sebelumnya saya bukan
mengaku ahli tafsir
Beberapa kali saya mengikuti
acara yang dibawakan QS di TV. Sengaja saya mengikuti
Bukan untuk megambil
pengetahuan darinya tapi saya ingin tahu sampai dimana orang ini
dan bagaimana wawasan dan
pengetahuannya..
dia lama bertahun-tahun
sekolah di Kairo
yaitu dari tingkatan
thanawiyah (menengah) karena lamanya ya kalau membaca bahasa arab sih ya bisa.
Jadi untuk mencari arti kata di Alquran dari kitab-kitab ulama tidak ada
kesukaran.
Dalam acara yang dibawakan di
TV yang juga dihadiri para undangan yang tertentu dan hampir seluruhnya
ibu-ibu.
Dia tidak pernah menafsirkan
atau menjabarkan kecuali hanya mengartikan kalimat kalimat
Dalam Alquran.
Itupun dia tidak pernah pasti
.
saya perhatikan setiap
selesai mengartikan kalimat
Dengan nyengir ia berkata
“Saya rasa begitu” “boleh jadi….”
Jika mentafsirkan alquran
tidak mengikuti pemahaman para sahabat, maka akan salah dalam memahami alquran
tsb, bukankah rasulullah mengajarkan alquran kepada para sahabat, kenapa kita
tidak mengikuti pemahaman sahabat yang merupakan generasi terbaik, malah mentafsirkan
alquran dgn penafsiran sendiri,.. innalillahi wa inna ilaihi raji’uun,
Dewi
pada waktu sahur saya
menonton metro tv (8 Agustus 2012) acara tafsir al mishbah yg dibawakan Quraish
Shihab, dikatakannya bahwa diperbolehkan mengucapkan selamat natal kepada umat
kristiani sepanjang kita tidak mengimaninya. Padahal MUI (pd saat Buya Hamka
sebagai ketua MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram mengucapkan selamat natal
Di hari sebelumnya juga
dikatakan bahwa kalau ada yg ceramah untuk memecah persatuan jangan diterima.
Ini terkait isi ceramah Rhoma Irama mengenai jangan memilih pemimpin selain
beragama Islam. Ini semakin memperlihatkan kalau Quraish Shihab syi’ah
Kok ada yah, orang yang
dianggap cendikiawan islam, orang yang paham islam berkata seperti itu?.. aneh
tapi nyata, silahkan baca
pandangan orang ini tentang jilbab, ada dalam tafsir misbah yg
disusun oleh pak quraish ini
Benarkah Prof. Quraish Shihab
itu Agen Syiah?
Kitab “Tafsir Al-Mishbah” y`ang
berjilid-jilid itu adalah salah satu karya monumental dari seorang tokoh Islam
Indonesia, Prof. Dr. H. Muh. Quraish Shihab, yang diterima oleh umat Islam yang
tidak hanya di dataran Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara secara umum.
Bahkan beliau ditahbis sebagai ahli tafsir terkemuka masa kini,
di kawasan Asia Tenggara. Selain itu buku “Membumikan
Al-Qur’an” juga merupakan satu di antara sekian banyak karya beliau yang
luar biasa. Dengan deretan karya yang beliau telurkan, sangatlah pantas
jika ia sebagai tokoh ulama masa kini yang dielu-elukan oleh
masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara.
Namun dengan ketokohan serta
ilmu yang beliau miliki tak membuatnya menjadi manusiama’sum alias terlepas
dari salah dan dosa. Tidak membuat kita bertaqlid buta kepada seluruh
pendapatnya. Hanya nabi yang dijaga oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari
salah dalam menyampaikan risalah yang diemban olehnya. Kita mestinya bersikap
adil dan inshofdalam mengambil pendapat dan perkataan manusia, seperti
yang diucapkan oleh Imam Malik,Semua perkataan bisa diterima dan ditolak,
kecuali penghuni kubur ini (Pusara Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam).
Agen Syiah?
Syiah, sebagaimana kita
yakini bersama sebagai aliran pemikiran dan akidah dalam Islam. Jika tidak
disebut sebagai aliran sesat maka minimal yang kita sepakati adalah sebagai
salah satu sekte dari sekian banyak sekte yang memecah persatuan umat.
Majelis Ulama Indonesia,
dalam fatwanya tentang Syiah 1984 telah menyebutkan bahwa yang terjadi antara
Islam (Ahlus Sunnah wal Jamaah) dan Syiah adalah perbedaan-perbedaan pokok yang
dalam fatwa tersebut ditelurkan dalam lima poin.
Banyak kalangan yang menyebut
Bapak. Prof. Quraish Shihab sebagai agen Syiah, namun secara pribadi beliau
menolak tuduhan itu dalam pengantar buku Buku Putih Mazhab Ahlul Bait, ABI, Cet
IV, hal xv, “Ketika ada sebagian anggapan orang bahwa pak Quraish itu
Syiah, saya tegas menolaknya. Penolakan saya disebut Syiah bukan karena ikut
pendapat bahwa Syiah itu sesat, tetapi karena saya tahu siapa yang dimaksud
Syiah, saya sangat memahami siapa yang pantas disebut Syiah.”
Bukti-bukti nyata dukungan
terhadap Syiah
1. Tulisan Quraish Shihab
dalam buku Satu Islam Sebuah Dilema, penerbit Mizan, Cet VII, Juni 1994,
hal 122,
“Ada juga
pengelompokan-pengelompokan seperti Ahlussunnah waljamaah, Syiah dan
sebagainya. Wallah, semua mengaku Ahlussunnah waljamaah. Apalagi kita di
Indonesia, lebih sempit lagi. NU menganggap hanya kelompoknya yang Ahlussunnah
waljamaah. Ya Akhi, kita semua Ahlussunnah Waljamaah. Semua kita, baik
Muhammadiyah, NU, maupun Syiah.”
Bagi kita yang mendengar ini
tentu saja akan bertanya-tanya, rumusan apa yang beliau pakai dalam memasukkan
Syiah ke dalam Ahlussunnah?, terlebih MUI telah menyebutkan perbedaan-perbedaan
pokok antara Ahlussunnah Wal Jamaah dengan Syiah tahun 1984.
2. Buku Sunnah-Syiah
Begandengan Tangan! Mungkinkah?, Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran.
Prof. Quraish Shihab dengan sekuat tenaga berusaha menanamkan kepada
kaum Muslimin bahwa perbedaan antara Sunnah dan Syiah itu meskipun ada tapi
tidak prinsipil, tidak menyangkut akidah. Seperti ungkapannya dalam hal. 93,
“Tauhid pada prinsipnya
adalah keesaan Tuhan dalam sifat, perbuatan, dan Dzat-Nya, serta kewajiban
mengesakan dalam beribadah kepada-Nya. Dalam butir-butir makna Tauhid di
atas, tidak dijumpai perbedaan prinsipil antara Ahlussunah dan Syiah,
walau harus digarisbawahi bahwa kelompok Syiah, dalam hal sifat Tuhan, lebih
cenderung sependapat dengan Mu’tazilah.” (Penerbit Lentera Hati, Cet III, Juni
2007)
Padahal buku ini sudah
dibantah oleh para ustaz dari Pondok Pesantren Sidogiri dengan buku
yang berjudul, “Mungkinkah Sunnah-Syiah Dalam Ukhuwah; Jawaban Atas Buku
Dr. Quraish Shihab” Buku ini mengungkap data-data asli dari kitab induk
dan muktabar Syiah yang (sengaja) tidak dikutip oleh Prof. Quraish Shihab dalam
bukunya tersebut, sehingga membuat kesimpulan yang tidak semestinya, seperti
ungkapan beliau, “Tidak dijumpai perbedaan prinsipil antara Ahlussunah dan
Syiah.”
3. Buku karya Prof. Quraish
Shihab, “Perempuan, Dari cinta Sampai Seks, Dari Nikah Mut’ah sampai Nikah
Sunnah, Dari Bias Lama sampai Bias Baru”, hal. 187-212 membahas mengenai
hukum nikah mut’ah. Kesimpulannya berbunyi sebagai berikut ini,
“Anda telah membaca di atas
tentang pendapat yang berbeda menyangkut mut’ah –kehalalan atau keharamannya
serta syarat-syaratnya. Masing-masing mengemukakan alasannya sehingga ulama
sepakat menyatakan bahwa nikah mut’ah yang memenuhi syarat-syaratnya tidak
identik dengan perzinaan. Kita juga dapat berkata bahwa, seandainya alasan
ulama Syiah diakui oleh ulama sunnah, tentulah ulama sunnah tidak
akan menyatakan haramnnya mut’ah, demikian juga sebaliknya, seandainya ulama
Syiah puas dengan alasan-alasan kelompok ulama sunnah, tentulah mereka tidak
menghalalkannya. Namun, kalau hendak menempuh jalan kehati-hatian, tidak
melakukan mut’ah jauh lebih aman ketimbang melakukannya –kendati Anda
menilainya halal- karena tidak ada perintah, bahkan anjuran, untuk
melakukannya. Kalau hendak menempatkan perempuan dalam kedudukan terhormat,
tentu seseorang pun tidak akan rela melakukan mut’ah. Lalu, yang tidak kurang
pentingnya adalah kalau hendak meraih kesucian jiwa, menghindari sedapat
mungkin panggilan debu tanah –seperti makan, minum, dan hubungan seks-
merupakan jalan mendaki yang wajar ditempuh.” (Penerbit Lentera Hati, Cet III,
April 2006)
Meskipun ungkapan ini cukup
bijak, namun sayangnya tidak tegas. Bandingkanlah dengan sikap Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai manusia, aku pernah
membolehkan kamu melakukan (nikah) mut’ah dengan wanita. Kemudian Allah telah
mengharamkan hal itu sampai hari kiamat. Oleh karena itu, jika masih ada yang
memiliki wanita yang diperoleh melalui jalan mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya
dan janganlah kamu mengambil sedikitpun dari apa yang telah kamu berikan kepada
mereka.” (HR. Muslim)
berpelukan mesra dengan Ali
Khamenei
Tentang pelarangan Umar di
masanya adalah karena masih ada beberapa orang yang tidak mendengar Sabda Nabi
di atas, sehingga mengira bahwa mut’ah itu masih boleh dalam keadaan darurat
dan melakukannya di masa Abu Bakar dan Umar. Dengan ketegasan yang beliau
miliki, Umar kembali menegaskan sabda Nabi di atas. (Al-Majmu’, An-Nawawi)
4. Kata Pengantar Prof.
Quraish Shihab yang berjudul, “Kesefahaman, Urat Nadi Persaudaraan Islam” dalam
buku “Buku Putih Mazhab Syiah” yang diterbitkan oleh Tim Ahlul
Bait Indonesia. Pada hal xix Bapak Prof. Quraish Shihab mengatakan, “Sejatinya
kita adalah saudara dan tidak perlu saling menimbulkan ketegangan. Surga
terlalu luas sehingga tidak perlu memonopolinya hanya untuk diri sendiri.” (Penerbit
DPP Ahlul Bait Indonesia, Cet IV, Desember 2012)
Keempat pernyataan di atas,
terutama yang pertama dan terakhir, serta fakta-fakta lain yang tidak sempat
kami tuangkan di sini merupakan bukti tentang beliau yang pro terhadap tumbuh
dan berkembangnya sekte Syiah di Indonesia dengan konsep kesefahaman,
padahal ini sangat bertentangan dengan Keputusan Muktamar Doha tahun 2007 poin
no. 7 yang beliau kutip sendiri dalam bukunya, “Sunnah-Syiah Begandengan
Tangan! Mungkinkah?, Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran”, hal 268,
“Mengajak para pemimpin dan tokoh rujukan agama dari kalangan Sunnah dan
Syiah agar tidak mengizinkan adanya penyebaran tasyayyu’ (paham-paham
Syiah) di negeri-negeri (penganut aliran) Sunnah, tidak juga penyebaran
tasannun (paham-paham khas sunnah) di negeri-negeri (penganut aliran) Syiah,
demi menghindari kekacauan dan perpecahan antara putra-putri umat yang satu
(umat Islam).”
Walhasil, apakah Prof. Quraih
Shihab itu benar agen Syiah atau bukan? Andalah yang berhak
menyimpulkan! Semoga pemaparan ini bisa dijadikan bahan perenungan
kita. Wallahu a’lam!
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)
silahkan lihat 76 komentar:
di sumber
Mengkritik
Quraish Shihab Secara Ilmiah, Bukti Bahwa
Quraish Shihab
Seorang Syi’ah
Oleh: DR. Adian Husaini
JAKARTA (KompasIslam.Com) – Belum
lama ini saya menerima kiriman berupa sebuah buku terbitan Pondok Pesantren
(Ponpes) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur (Jatim). Judulnya cukup panjang,
“Mungkinkah Sunnah-Syi’ah dalam Ukhuwah?”, yang merupakan jawaban atas Buku
Prof. Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?)”.
Penulis buku “Mungkinkah
Sunnah-Syi’ah dalam Ukhuwah?” adalah Tim Penulis Buku Pustaka SIDOGIRI, Pondok
Pesantren Sidogiri Jatim, yang dipimpin seorang anak muda bernama Ahmad
Qusyairi Ismail.
Membaca buku ini halaman demi
halaman, muncul rasa syukur yang sangat mendalam. Bahwa, dari sebuah pesantren
yang berlokasi di pelosok Jawa Timur, terlahir sebuah buku ilmiah yang bermutu
tinggi, yang kualitas ilmiahnya mampu menandingi buku karya Prof. Dr. Quraish Shihab
yang dikritik oleh buku ini. Buku dari Pesantren Sidogiri ini terbilang cukup
cepat terbitnya.
Cetakan pertamanya keluar
pada September 2007. Padahal, cetakan pertama buku Quraish Shihab terbit pada
Maret 2007. Mengingat banyaknya rujukan primer yang dikutip dalam buku ini,
kita patut mengacungi jempol untuk para penulis dari Pesantren tersebut.
Salah satu kesimpulan Quraish
Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Ahlu Sunnah atau Sunni dan Syi’ah adalah dua
madzhab yang berbeda.
“Kesamaan-kesamaan yang terdapat
pada kedua madzhab ini berlipat ganda dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan
dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara kedua madzhab -dimana pun ditemukan-
adalah perbedaan cara pandang dan penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul
(prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak juga dan rukun-rukun Islam”. (Cetakan
II, hal. 265).
Berbeda dengan Quraish
Shihab, pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri Jatim,
dikutip sambutan KH. A. Nawawi Abdul Djalil, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri
Jatim yang menegaskan:
“Mungkin saja, Syi’ah tidak
akan pernah habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlu
Sunnah. Oleh karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda
seperti ananda Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah
penting untuk membendung pengaruh aliran sesat semacam Syi’ah.”
Berikut ini kita kutip
sebagian kritik dari Pondok Pesantren Sidogiri Jatim terhadap Quraish Shihab
(selanjutnya Quraish Shihab disingkat “QS” dan Pondok Pesantren Sidogiri
disingkat “PPS”). Kutipan dan pendapat QS dan PPS diambil dari buku mereka
masing-masing.
1. Tentang Abdullah bin
Saba‘.
QS: “Ia adalah tokoh fiktif
yang diciptakan para anti-Syi’ah. Ia (Abdullah bin Saba’ -red) adalah sosok
yang tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain -ilmuwan kenamaan Mesir-
adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia
adalah hasil rekayasa musuh-musuh Syi’ah”. (hal. 65).
PPS: Bukan hanya sejarawan
Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syi’ah yang
diakui ke-tsiqah-annya (kepercayaannya -red) oleh kaum Syi’ah juga mengakui
kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syi’ah abad ke-3,
misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang
dikenal dengan sekte Saba’iyyah.
Dalam bukunya, al-Maqalat wa
al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah
orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan
mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, ‘Umar, dan
Utsman radhiyallahu ‘anhum.
Kisah tentang Abdullah bin
Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syi’ah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang
menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah
orang Yahudi yang kemudian masuk Islam.
Atas dasar ke-Yahudiannya, ia
menggambarkan Ali radhiyallahu ‘anhu setelah wafatnya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Yusya’ bin Nun yang
mendapatkan wasiat dari Nabi Musa alaihisallam Kisah Abdullah bin Saba’ juga
ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).
2. Tentang Hadits Nabi Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam dan Abu Hurairah :
QS: “Karena itu, harus diakui
bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi
kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari
Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga
bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyangkut Nabi shalalahu ‘alaihi wa
sallam berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat besar Nabi saw, atau
istri Nabi, Aisyah radhiyallahu ‘anha” (hal. 160).
QS: “Ulama-ulama Syi’ah juga
berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlu Sunnah tidak meriwayatkan dari
imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun
dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syi’ah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya
cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syi’ah.” (hal. 150).
PPS: “Sejatinya, melancarkan
suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa
meruntuhkan reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan
dengan dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta
realitas sejarah.
Jawaban untuk secuil sentilan
terhadap Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sejatinya telah dilakukan
oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku yang ditulis oleh
para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap sahabat senior
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, diantaranya adalah
al-Burhan fi Tabri’at Abi Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin
Abdul Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i
Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad
‘Ajjaj al-Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain.”
Dalam Bidayah wa an-Nihayah,
Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu merupakan
sahabat yang paling kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama.
Imam Syafi’i juga menyatakan, “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu adalah
orang yang memiliki hafalan paling cemarlang dalam meriwayatkan hadits pada
masanya.” (hal. 320-322).
Karena kuatnya bukti-bukti keutamaan
Abu Hurairah, maka PPS menegaskan :
“Dengan demikian, maka
keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu
disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi
tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu seperti ditulis Dr. Quraish Shihab:
“Karena itu, harus diakui
bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi
kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari
Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal. 322).
“Pernyataan seperti yang
dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari
asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab
jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu
Hurairah dalam hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, data-data
sejarah dan penelitian sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya
(hadits dan sejarah).
Kekurangcakapan Dr. Quraish
Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku
Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘ala Sunnah Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya
menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham
betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).
Tentang banyaknya hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu., Dr. al-A’zhami melakukan
penelitian, bahwa jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika
dihitung hadits yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan
dengan mengabaikan hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits
dari Abu Hurairah yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja.
“Nah, kadar ini, kata Ali
as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam waktu
kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan bagian
dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324).
Memang dalam pandangan
Syi’ah, seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha’ (tokoh Syi’ah
kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syi’ah masa kini), yang juga
dikutip oleh QS :
“Syi’ah tidak menerima
hadits-hadits Nabi SAW kecuali yang dianggap sah dari jalur Ahlul Bait.
Sementara hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi semacam Abu
Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin Ash dan sesamanya, maka dalam pandangan
Syi’ah Imamiyah, mereka tidak memiliki nilai walau senilai nyamuk sekalipun.”
(hal. 313).
PPS juga menjawab tuduhan
bahwa Ahlu Sunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari
imam-imam Syi’ah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan
tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlu Sunnah,
riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah. Imam Bukhari memang tidak
meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq, dengan berbagai alasan,
terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan kaum Syi’ah kepada
Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya. Bukhari juga tidak
meriwayatkan hadits dari Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, bukan karena beliau
membenci mereka. (hal. 324-330).
3. Tentang Pengkafiran Ahlu
Sunnah :
QS: “Apa yang dikemukakan di
atas sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah,
di mana sekian banyak penganut aliran Syi’ah Imamiyah yang shalat mengikuti
shalat wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut madzhab Sunni yang tentunya
tidak mempercayai imamah versi Syi’ah itu. Seandainya mereka menilai
orang-orang yang memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak
sah dan tidak juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120).
PPS: “Memperhatikan tulisan
Dr. Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syi’ah yang sesungguhnya memang seperti
apa yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlu Sunnah Kafir dan najis). Akan
tetapi siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish
Shihab? Jika kita merujuk langsung pada fatwa-fatwa ulama Syi’ah, maka akan
tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish Shihab hendak mengelabui pemahaman umat
Islam akan hakikat Syi’ah. Bahwa sejatinya, Syi’ah tetap Syi’ah.
Apa yang mereka yakini hari
ini tidak berbeda dengan keyakinan para pendahulu mereka. Dalam banyak
literatur Syi’ah dikemukakan, bahwa orang-orang Syi’ah yang shalat di belakang
(menjadi makmum) imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan menerapkan
konsep Taqiyyah…
“Suatu ketika, tokoh Syi’ah
terkemuka, Muhammad al-Uzhma Husain Fadhlullah, dalam al-Masa’il Fiqhiyyah,
ditanya: “Bolehkah kami (Syi’ah) shalat bermakmum kepada imam yang berbeda
mazhab dengan kami, dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan di sebagian hukum
antar shalat kita dan shalat mereka?”
Muhammad Husain Fadhlullah
menjawab: “Boleh, asalkan dengan menggunakan Taqiyyah.” (348-349).
Seorang dai Syi’ah, Muhammad
Tijani, mengungkapkan bahwa, “Mereka (orang-orang Syi’ah) seringkali shalat
bersama Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan menggunakan Taqiyyah dan bergegas
menyelesaikan shalatnya. Dan barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya
ketika pulang.” (hal. 350-351).
Banyak sekali buku-buku
referensi utama kaum Syi’ah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena
itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan
Ahlu Sunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syi’ah.
PPS juga mengimbau agar umat
Islam berhati-hati dalam menerima wacana “Persatuan umat Islam” dari kaum
Syi’ah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru
memojokkan Ahlu Sunnah dan memposisikannya di posisi dzalim, sementara Syi’ah
diposisikan sebagai “yang terdzalimi”.
Buku terbitan PPS ini memang
banyak memuat fakta dan data tentang ajaran Syi’ah, baik klasik maupun
kontemporer. Terhadap Imam mazhab yang empat, misalnya, dikutip pendapat dalam
Kitab Kadzdzabu ‘ala asy-Syi’ah, “Andai para dai Islam dan Sunnah mencintai
Ahlul Bait, niscaya mereka mengikuti jejak langkah Ahlul Bait dan tidak akan
mengambil hokum-hukum agama mereka dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah,
asy-Syafii, Imam Malik dan Ibnu Hanbal.” (hal. 366).
Terlepas dari fakta tentang
Syiah dan kritik terhadap Quraish Shihab, terbitnya buku ini telah menjadi
momen penting bagi PPS untuk turut berkiprah dalam peningkatan khazanah
keilmuan Islam di Indonesia. PPS memang telah didirikan pada tahun 1745. Jadi,
usianya kini telah mencapai lebih dari 260 tahun.
Jumlah muridnya kini lebih
dari 5000 orang. Sejumlah prestasi ilmiah tingkat nasional juga pernah
diraihnya. Diantaranya, pada Ramadhan 1425 H, PPS berhasil meraih juara I dan
III lomba karya ilmiah berbahasa Arab yang diselenggarakan oleh Depdiknas RI.
Dalam Jurnal Laporan Tahunan
1425/1426 H, disebutkan bahwa PPS juga cukup sering mendapat kunjungan
tamu-tamu dari luar negeri. Termasuk dari kedutaan Australia dan Amerika
Serikat. Mereka selalu menerima tamunya dengan baik. Tetapi, dengan sangat
berhati-hati, selama ini, PPS senantiasa menolak dana bantuan dan hibah dari
Australia dan Amerika.
PPS juga termasuk salah satu
pesantren di Jawa Timur yang sangat gigih dalam melawan penyebaran paham
Liberal. Ditulis dalam Laporan Tahunan tersebut: “Tahun ini, PPS menggerakkan
piranti dunia maya untuk melestarikan dan menyelamatkan ajaran Ahlu Sunnah dari
serbuan berbagai aliran sesat”.
“Di website www.sidogiri.com secara
khusus disediakan rubrik “Islam Kontra Liberal”. Rubrik ini digunakan oleh
Pondok Pesantren Sidogiri untuk meng-counter wacana-wacana pendangkalan akidah
yang ramai berkembang saat ini. Liberalisme, humanisme, rasionalisme, pluralisme,
feminisme, sekularisme, dekonstruksi syari’ah dan paham-paham destruktif modern
lainnya, menjadi bidikan yang terus ditangkal dengan wacana-wacana salaf yang
dipegang Pondok Pesantren Sidogiri”.
Kita berdoa, mudah-mudahan
akan terus lahir karya-karya ilmiah yang bermutu tinggi dari PPS. Begitu juga
dari berbagai pondok pesantren lainnya. [John/PS2-Pecinta Sunnah Pembenci
Syi’ah]
Sibak Topeng
Quraisy Shihab, Benarkah Ia Penganut Syiah?
Sabtu, 9 Rabiul Awwal 1435 H / 11 Januari 2014 11:03 wib
Sibak Topeng Quraisy Shihab,
Benarkah Ia Penganut Syiah?
Satu persatu tokoh syiah
mulai dipaparkan ke publik dengan izin Allah, baik ustadz Mudzakir Gumuk,
Haddad Alwi dan kini kita ungkap topeng Quraisy Shihab, benarkah ia penganut
Syiah?
“Kendati Sayyidina Ali merasa
bahwa beliau wajar untuk menjadi Khalifah setelah Rasulullah, tetapi beliau
tidak ingin menuntut itu sebelum ummat menyerahkannya kepada beliau…..”
Meskipun itu adalah kutipan
dari Abbas Al Aqqad, tetapi sebenarnya apa yang dia yakini adalah seperti itu
jika kita mau lebih mencermati kelanjutan ceramahnya.
Pada video kedua, perhatikan
sholawat pembuka yang diucapkan oleh Quraisy Shihab :
“Bismillah, washsholaatu
wassalaamu ‘alaa Rasulillah, wa’alaa Aalihii WA ASHHABIHIL AKHYAR…!!!!”
Bismillah, semoga sholawat
dan salam senantiasa terlimpah kepada Rasulullah, ahlul bayt nya SERTA PARA
SHAHABAT YANG TERPILIH…”
Waspada, Jika Mengikuti
Kedustaan Syiah, Maka Ali Bin Abi Thalib & Imam Telah Kafir!
Dalam Kitab Taqribul Ma’arif
karangan Abu Sholah Al Halaby diriwayatkan dari Ali Al Khurasani dari seorang
hamba sahayanya Ali Zainul Abidin, dia berkata :
كنت مع علي بن الحسين عليه السّلام في بعض خلواته؛ فقلت إنّ لي عليك حقّا، ألا تخبرني عن الرجلين، عن أبي بكر وعمر؟ فقال: كافران، كافر من أحبّهما
“Suatu hari aku menemani Ali
bin Husain (Ali Zainul Abidin) dalam beberapa khalwat nya, lalu aku bekata
kepadanya : “Sesungguhnya aku mempunyai hak atasmu, tidakkah engkau beritahukan
kepadaku tentang dua orang ini : Abu Bakar dan Umar ? Maka beliau menjawab
:
“MEREKA BERDUA KAFIR DAN
ORANG YANG MENCINTAI MEREKA PUN KAFIR”
(Taqribul Ma’arif – Abu
Sholah Al Halaby hal 244, dikutip oleh Muhammad Baqir Al Majlisi dalam Biharul
Anwar )
Jika mengikuti riwayat dusta
alias hadits maudhu’ (palsu) Syi’ah ini maka Ali bin Abi Thalib telah kafir
karena menikahkan putrinya, Ummu Kultsum yang saat itu baru berusia 16 tahun
dengan Umar bin Khattab yang usianya jauh di atasnya. Mustahil seorang ayah
menikahkan putrinya kepada orang yang dibencinya sembari melarang sang putri
untuk mencintai suaminya, karena jika mengikuti logika Syiah mencintai Umar bin
Khattab adalah sebab kekafiran.
Kemudian Ali dan Imam-imam
Syiah lainnya pun telah kafir -jika mengikuti kedustaan Syiah- karena memberi
nama anak mereka dengan Abu Bakar dan Umar. Karena sangat mustahil seseorang
memberi nama anaknya dengan nama orang yang dibencinya.
Bahkan Imam Ali Zainul Abidin
yang dikatakan dan didustakan oleh Syi’ah telah menjadi sumber riwayat ini pun
kafir karena menikahkan puteranya yaitu Imam Muhammad Al Baqir dengan cicit Abu
Bakar Ash Shiddiq yaitu Ummu Farwah binti Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash
Shiddiq , maka lahirlah Imam Ja’far Ash Shadiq …!!!!
Berikut ini Imam-imam Syiah
yang memberi nama anak mereka dengan Abu Bakar dan Umar :
– 3 dari 17 putra Ali bin Abi
Thalib diberi nama Abu Bakar, Umar dan Utsman. Ketiganya menyertai Al Husain
bin Ali saat syahid di Karbala
– Al Hasan bin Ali bin Abi
Thalib memberi nama 2 di antara putranya dengan Abu Bakar dan Umar
– Al Husain bin Ali bin Abi
Thalib memberi nama 2 di antara putranya dengan Abu Bakar dan Umar
– Ali bin Husein bin Ali bin
Abi Thalib (Ali Zainul Abidin) memberi nama anaknya Umar dan Utsman
– Imam Muhammad bin Ali
Zainul Abidin (Al Baqir), Imam Ja’far Ash Shadiq, Imam Musa Al Kadzim memberi
nama 2 di antara putranya dengan Abu Bakar dan Umar
LUAR BIASA … !!! JIKA
MENGIKUTI KEDUSTAAN SYI’AH MAKA 7 DARI 12 IMAM SYIAH TELAH KAFIR
BAHKAN 4 DI ANTARA IMAM ITU
MEMBERI NAMA PUTRINYA DENGAN NAMA AISYAH …. !!!!– Imam Ja’far Ash Shadiq, Musa
Al Kadzim, Ali Ar Ridho, Ali Al Hadi memberi nama salah satu putrinya dengan
nama Aisyah
CATATAN PENTING :
1) Semua keterangan ini
termaktub dalam kitab-kitab Syi’ah seperti Al Irsyad Al Mufid, Kasyful Ghummah
Fi Ma’rifatil A’immah, Al Kaafi fil Furu’, Tahdzibul Ahkam dan sebagainya…!!!
2) 12 Imam yang
disebutkan oleh Syiah sebagai Imam mereka adalah para Imam Ahlus Sunnah bukan
Syi’ah. Bahkan Imam Ja’far Ash Shadiq adalah guru dari Imam Abu Hanifah, Imam
Malik dan Imam-imam Ahlus Sunnah
3) Penyebutan Imam di sini
bukan mengikuti kebiasaan Syiah yang mema’shumkan para Imam ini, namun sesuai
kebiasaan Ahlus Sunnah yang menyebut para ulama nya dengan gelar Imam seperti
Imam Asy Syafi’i, Imam Bukhari dsb
Lihatlah betapa
tersembunyinya kalimat ini. Sholawat hanya disampaikan untuk shahabat yang
terpilih bukan seluruh shahabat beliau. WA ASHHABIHIL AKHYAR bukan WA ASHHABIHI
AJMA’IN sebagaimana lazimnya kita ucapkan
Masih belum percaya orang ini
Syi’ah ? Lihatlah dia bahkan menjadi pembicara pada acara Arbain Imam Husain di
Islamic Cultural Centre (pusatnya Syi’ah di Jakarta)
Penulis: Ustadz Fuadz Al
Hazimi/ voa-islam.com
http://www.nahimunkar.com/sibak-topeng-quraisy-shihab-benarkah-ia-penganut-syiah/#sthash.RKi4NzS6.dpuf
‘Debat’ Quraish
Shihab vs Pesantren Sidogiri tentang Syi’ah
Prof. Dr. Quraish Shihab,
pernah membela Syi’ah dengan menulis buku berjudul “Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah?”. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati pada
Maret 2007.
Namun, pembelaan Prof. Dr.
Quraish Shihab tersebut mendapat kritikan tajam dari Tim Penulis Buku Pustaka
Pondok Pesantren Sidogiri. Tim penulis ini menulis buku sanggahan pembelaan
Quraish Shihab terhadap Syiah yang berjudul “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam
Ukhuwah? Jawaban atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan
Tangan! Mungkinkah?” pada September 2007.
Salah satu kesimpulan Quraish
Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Sunni dan Syiah adalah dua mazhab yang
berbeda. “Kesamaan-kesamaan yang terdapat pada kedua mazhab ini berlipat ganda
dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara
kedua mazhab – dimana pun ditemukan – adalah perbedaan cara pandang dan
penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul (prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak
juga dan Rukun-rukun Islam.” (Cetakan II, hal. 265).
KH. A. Nawawi Abdul Djalil,
pengasuh Pesantren Sidogiri yang menegaskan, dalam sambutannya atas buku yang
ditulis tim penulis tersebut mengatakan: “Mungkin saja, Syiah tidak akan pernah
habis sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlusunnah. Oleh
karena itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda
Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk
membendung pengaruh aliran sesat semacam Syiah.”
Berikut ini beberapa topik
yang dibahas oleh Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya dan dikritisi oleh Tim
Penulis Buku Pustaka Pondok Pesantren Sidogiri dalam buku sanggahannya.
1. Tentang Abdullah bin Saba’
Quraish Shihab:
“Ia adalah tokoh fiktif yang
diciptakan para anti-Syiah. Ia (Abdullah bin Saba’) adalah sosok yang tidak
pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain – ilmuwan kenamaan Mesir – adalah
salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah
hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.” (hal. 65).
Pondok Pesantren Sidogiri:
Bukan hanya sejarawan Sunni
yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syiah yang diakui
ke-tsiqah-annya oleh kaum Syiah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’.
Sa’ad Al Qummi, pakar fiqih
Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut
Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyah. Dalam bukunya, Al
Maqalat wa Al Firaq, (hal. 20), Al Qummi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’
adalah orang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan
dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan
Utsman r.a.
Kisah tentang Abdullah bin
Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An-Nukhbati dan Al Kasyi, yang
menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah
orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar keyahudiannya, ia
menggambarkan Ali r.a. setelah wafatnya Rasulullah saw sebagai Yusya’ bin Nun
yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa a.s. Kisah Abdullah bin Saba’ juga
ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).
2. Tentang hadits Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu
Quraish Shihab:
“Karena itu, harus diakui
bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi
kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari
Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga
bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu
Hurairah r.a. menyangkut Nabi saw berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat
besar Nabi saw, atau istri Nabi, Aisyah r.a.” (hal. 160).
Quraish Shihab:
“Ulama-ulama Syiah juga
berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari
imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun
dari Ja’far Ash Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya
cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).
Pondok Pesantren Sidogiri:
“Sejatinya, melancarkan
suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah r.a.
dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan
reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan
dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta
realitas sejarah. Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah r.a.
sejatinya telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak
buku-buku yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring
terhadap sahabat senior Nabi saw tersebut, diantaranya adalah Al Burhan fi
Tabri’at Abi Hurairah min Al Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul
Aziz bin Ali an-Nash, Dr. Al A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i
Marwiyatih, Muhammad Abu Shuhbah dalam Abu Hurairah fi Al Mizan, Muhammad
?Ajjaj Al Khatib dengan bukunya Abu Hurairah Riwayat Al Islam dan
lain-lain.”
Dalam Bidayah wa
an-Nihayah, Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah r.a. merupakan sahabat
yang paling kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama. Imam
Syafii juga menyatakan, “Abu Hurairah r.a. adalah orang yang memiliki hafalan
paling cemarlang dalam meriwayatkan hadits pada masanya.” (hal. 320-322).
Karena kuatnya bukti-bukti
keutamaan Abu Hurairah, maka Pondok Pesantren Sidogiri menegaskan:
“Dengan demikian, maka keagungan, ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu
Hurairah tidak perlu disangsikan, dan karena itulah posisi beliau di bidang
hadits demikian tinggi tak tertandingi. Yang perlu disangsikan justru
kesangsian terhadap Abu Hurairah r.a. seperti ditulis Dr. Quraish Shihab:
“Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan
seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian
menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah merupakan satu keharusan.” (hal.
322).
“Pernyataan seperti yang
dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari
asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab
jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu
Hurairah dalam hadits-hadits Nabi saw, data-data sejarah dan penelitian
sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah).
Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau
justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘ala Sunnah
Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah
r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan
pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).
Tentang banyaknya hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah r.a., Dr. Al A’zhami melakukan penelitian, bahwa
jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika dihitung hadits
yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan dengan mengabaikan
hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits dari Abu Hurairah
yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja. “Nah, kadar ini,
kata Ali as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam
waktu kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan
bagian dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324).
Memang dalam pandangan Syiah,
seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif Al Ghitha’ (tokoh Syiah
kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syiah masa kini), yang juga
dikutip oleh Quraish Shihab: “Syiah tidak menerima hadits-hadits Nabi saw
kecuali yang dianggap sah dari jalur Ahlul bait. Sementara hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh para perawi semacam Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin
Ash dan sesamanya, maka dalam pandangan Syiah Imamiyah, mereka tidak memiliki
nilai walau senilai nyamuk sekalipun.” (hal. 313).
Pondok Pesantren
Sidogiri juga menjawab tuduhan bahwa Ahlus Sunnahdiskriminatif,
karena tidak mau meriwayatkan hadits dari Imam-imam Syiah. Pernyataan semacam
itu hanyalah suatu prasangka belaka dan tidak didasari penelitian ilmiah apa
pun. Dalam kitab-kitab Ahlusunnah, riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah.
Imam Bukhari memang tidak meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq,
dengan berbagai alasan, terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan
kaum Syiah kepada Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya.
Bukhari juga tidak meriwayatkan hadits dari Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal,
bukan karena beliau membenci mereka. (hal. 324-330).
3. Tentang Pengkafiran
Ahlusunnah:
Quraish Shihab:
“Apa yang dikemukakan di atas
sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah, di
mana sekian banyak penganut aliran Syiah Imamiyah yang shalat mengikuti shalat
wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut mazhab Sunni yang tentunya tidak
mempercayai imamah versi Syiah itu. Seandainya mereka menilai orang-orang yang
memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak sah dan tidak
juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120).
Pondok Pesantren Sidogiri:
“Memperhatikan tulisan Dr.
Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syiah yang sesungguhnya memang seperti apa
yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlusunnah kafir dan najis). Akan tetapi
siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish Shihab?
Jika kita merujuk langsung
pada fatwa-fatwa ulama Syiah, maka akan tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish
Shihab hendak mengelabui pemahaman umat Islam akan hakikat Syiah. Bahwa
sejatinya, Syiah tetap Syiah. Apa yang mereka yakini hari ini tidak berbeda
dengan keyakinan para pendahulu mereka.
Dalam banyak literatur Syiah
dikemukakan, bahwa orang-orang Syiah yang shalat di belakang (menjadi makmum)
imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan menerapkan konsep taqiyyah…
“Suatu ketika, tokoh Syiah terkemuka, Muhammad Al Uzhma Husain Fadhlullah,
dalam Al Masa’il Fiqhiyyah, ditanya: “Bolehkah kami (Syiah) shalat bermakmum
kepada imam yang berbeda mazhab dengan kami, dengan memperhatikan
perbedaa-perbedaan di sebagian hukum antar shalat kita dan shalat mereka?”
Muhammad Husain Fadhlullah menjawab: “Boleh, asalkan dengan menggunakan
taqiyyah.” (348-349).
Seorang dai Syiah, Muhammad
Tijani, mengungkapkan, bahwa “Mereka (orang-orang Syiah) seringkali shalat
bersama Ahlusunnah wal Jama’ah dengan
menggunakan taqiyyah dan bergegas menyelesaikan shalatnya. Dan
barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya ketika pulang.” (hal.
350-351).
***
Banyak sekali buku-buku
referensi utama kaum Syiah yang dirujuk dalam buku terbitan Pondok
Pesantren Sidogiri ini. Karena itu, mereka juga menolak pernyataan Dr.
Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan Ahlusunnah hanyalah pernyataan
orang awam kaum Syiah. Pondok Pesantren Sidogiri juga mengimbau agar
umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana “Persatuan umat Islam” dari kaum
Syiah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru
memojokkan Ahlusunnah dan memposisikannya di posisi zalim, sementara Syiah
diposisikan sebagai “yang terzalimi”.
Buku terbitan Pondok
Pesantren Sidogiri ini memang banyak memuat fakta dan data tentang ajaran
Syiah, baik klasik maupun kontemporer. Terhadap Imam mazhab yang empat,
misalnya, dikutip pendapat dalam Kitab Kadzdzabu ?ala as-Syiah, “Andai
para dai Islam dan Sunnah mencintai Ahlul Bait, niscaya mereka mengikuti jejak
langkah Ahlul Bait dan tidak akan mengambil hukum-hukum agama mereka
dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah, asy-Syafii, Imam Malik dan Ibnu
Hanbal.” (hal. 366).
Redaktur: Shabra Syatila
http://www.fimadani.com/debat-quraish-shihab-pesantren-sidogiri-tentang-syiah/
Pemahaman JIL
dan Quraish Shihab tentang JILBAB, sungguh pemahaman yang nyeleneh
Jilbab Menurut
Ajaran Jil (Jaringan Islam Liberal)
Jilbab adalah tidak wajib,
hanya budaya Arab!
- Muhammad Sa’id Al-Asymawi,
seorang tokoh liberal Mesir, yang memberikan peryataan kontroversial bahwa
jilbab adalah produk budaya Arab. Pemikirannya tersebut dapat dilihat dalam
buku Kritik Atas Jilbab yang diterbitkan oleh Jaringan Islam Liberal dan The
Asia Foundation.
Dalam buku tersebut diyatakan
bahwa jibab itu tak wajib. Bahkan Al-Asymawi dengan lantang berkata bahwa
hadits-hadits yang menjadi rujukan tentang kewajiban jilbab atau hijâb itu
adalah Hadis Ahad yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap. Bila jilbab itu
wajib dipakai perempuan, dampaknya akan besar. Seperti kutipannya: “Ungkapan
bahwa rambut perempuan adalah aurat karena merupakan mahkota mereka. Setelah
itu, nantinya akan diikuti dengan pernyataan bahwa mukanya, yang merupakan singgasana,
juga aurat. Suara yang merupakan kekuasaannya, juga aurat; tubuh yang merupakan
kerajaannya, juga aurat. Akhirnya, perempuan serba-aurat.” Implikasinya,
perempuan tak bisa melakukan aktivitas apa-apa sebagai manusia yang diciptakan
Allah karena serba aurat.
Buku tersebut secara
blak-blakan, mengurai bahwa jilbab itu bukan kewajiban. Bahkan tradisi
berjilbab di kalangan sahabat dan tabi’in, menurut Al-Asymawi, lebih merupakan
keharusan budaya daripada keharusan agama.[http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=339]
- M. Quraish Shihab (beliau
adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al- Qur’an dan mantan Menteri
Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998). Ia dilahirkan di Rappang, pada
tanggal 16 Februari 1944. Ia adalah kakak kandung mantan Menko Kesra pada
Kabinet Indonesia Bersatu, Alwi Shihab),
Dalam menafsirkan surat
Al-Ahzab: 59, M. Quraish Shihab memiliki pandangan yang aneh dengan
manyatakan bahwa Allah tidak memerintahkan wanita muslimah memakai jilbab.
Pendapatnya tersebut ialah sebagai berikut:
“Ayat di atas tidak
memerintahkan wanita muslimah memakai jilbab, karena agaknya ketika itu
sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung
apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan ini diperoleh dari redaksi ayat di atas
yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka
mengulurkannya.” Nah, terhadap mereka yang telah memakai jilbab, tentu
lebih-lebih lagi yang belum memakainya, Allah berfirman: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya.”[M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Quran (Jakarta: Lentera Hati, 2003), cet I, vol. 11, hal.
321.]
Demikianlah pendapat yang
dipegang oleh M. Quraish Shihab hingga sekarang. Hal ini terbukti dari tidak
adanya revisi dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Misbah, meskipun sudah
banyak masukan dan bantahan terhadap pendapatnya tersebut.
Di samping mengulangi
pandangannya tersebut ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 31, M. Quraish
Shihab juga mengulanginya dalam buku Wawasan Al-Qur’an. Tidak hanya itu, ia
juga menulis masalah ini secara khusus dalam buku Jilbab Pakaian Wanita
Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, yang
diterbitkan oleh Pusat Studi Quran dan Lentera Hati pada Juli 2004. Ia bahkan
mempertanyakan hukum jilbab dengan mengatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa
jilbab bagi wanita adalah gambaran identitas seorang Muslimah, sebagaimana yang
disebut Al-Qur’an. Tetapi apa hukumnya?[M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran,
(Bandung: Mizan, 1998), cet VII, hal. 171]
M. Quraish Shihab juga
membuat Sub bab: Pendapat beberapa ulama kontemporer tentang jilbab yang
menjadi pintu masuk untuk menyampaikan pendapat ganjilnya tersebut. Ia menulis:
Di atas—semoga telah
tergambar—tafsir serta pandangan ulama-ulama mutaqaddimin (terdahulu) tentang
persoalan jilbab dan batas aurat wanita. Tidak dapat disangkal bahwa pendapat
tersebut didukung oleh banyak ulama kontemporer. Namun amanah ilmiah mengundang
penulis untuk mengemukakan pendapat yang berbeda—dan boleh jadi dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam menghadapi kenyataan yang ditampilkan oleh mayoritas
wanita Muslim dewasa ini.[Ibid, hal. 178.]
Selanjutnya, M. Quraish
Shihab menyampaikan bahwa jilbab adalah produk budaya Arab dengan menukil
pendapat Muhammad Thahir bin Asyur:
فنحن نوقن أن عادات قوم ليست يحق لها بما هي عادات أن يحمل عليها قوم آخرون فى التشريع ولا أن يحمل عليها أصحابها كذلك (مقاصد الشريعة ص 91)
Kami percaya bahwa adat
kebiasaan satu kaum tidak boleh—dalam kedudukannya sebagai adat—untuk
dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan
pula terhadap kaum itu.
Bin Asyur kemudian memberikan
beberapa contoh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi. Contoh yang diangkatnya dari
Al-Quran adalah surat Al-Ahzab (33): 59, yang memerintahkan kaum Mukminah agar
mengulurkan Jilbabnya. Tulisnya:
و فى القرآن: يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ” فهذا شرع روعيت فيه عادة العرب فالأقوام الذين لا يتخذون الجلابيب لا ينالهم من هذا التشريع نصيب ” مقاصد الشريعة ص 19
Di dalam Al-Quran dinyatakan,
Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga
tidak diganggu. Ini adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab,
sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab, tidak memperoleh
bagian (tidak berlaku bagi mereka) ketentuan ini.[M. Quraish Shihab, Wawasan
Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1998), cet VII, hal. 178-179.]
Untuk mempertahankan
pendapatnya, M. Quraish Shihab berargumen bahwa meskipun ayat tentang jilbab
menggunakan redaksi perintah, tetapi bukan semua perintah dalam Al-Qur’an
merupakan perintah wajib. Demikian pula, menurutnya hadits-hadits yang
berbicara tentang perintah berjilbab bagi wanita adalah perintah dalam arti
“sebaiknya” bukan seharusnya.[Ibid, hal. 179.]
M. Qurash Shihab juga menulis
hal ini dalam Tafsir Al-Misbah ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 31. Di
akhir tulisan tentang jilbab, M. Qurais Shihab menyimpulkan:
Memang, kita boleh berkata
bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan (telapak) tangannya,
menjalankan bunyi teks ayat itu, bahkan mungkin berlebih. Namun dalam saat yang
sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung,
atau yang menampakkan tangannya, bahwa mereka “secara pasti telah melanggar
petunjuk agama.” Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun
ketika membahasnya berbeda pendapat.[Ibid, hal. 179.]
Dari pemaparan di atas, dapat
diketahui bahwa M. Quraish Shihab memiliki pendapat yang aneh dan ganjil
mengenai ayat jilbab. Secara garis besar, pendapatnya dapat disimpulkan dalam
tiga hal. Pertama, menurutnya jilbab adalah masalah khilafiyah. Kedua, ia
menyimpulkan bahwa ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang pakaian wanita
mengandung aneka interpretasi dan bahwa Al-Qur’an tidak menyebut batas aurat.
Ketiga, ia memandang bahwa perintah jilbab itu bersifat anjuran dan bukan
keharusan, serta lebih merupakan budaya lokal Arab daripada kewajiban agama.
Betulkah kesimpulannya tersebut? Tulisan ini mencoba untuk mengkritisinya.
["Meluruskan Qurais
Sihab dan JIL tentang Jilbab" oleh FAHRUR MU’IS].
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah? ” (al-Baqarah : 140).
Allah Ta’ala
berfirman,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. AL
MAA’IDAH: 50).
Allah Ta’ala berfirman,
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir
(saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah
lalai” (ar-Rum: 6-7).
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid.
cuplikan dari : http://gizanherbal.wordpress.com
Kekeliruan Najwa Shihab tentu
bermula dari penyimpangan pendapat dari jumhur ulama oleh ayahnya Prof Dr
Quraish Shihab. Qurasih Shihab berpendapat bahwa ia sampai pada titik
kesimpulan bahwa perintah berjilbab di dalam Al Qur’an tidak tegas.
Terlepas dari sumbangsih
Quraish Shihab melalui karya-karyanya dibidang tafsir yang patut kita
apresiasi, bermanfaat insya Allah bagi ummat, namun sisi pemahaman Qurasih
Shihab tidak lepas dari cacat yang patut kita kritisi, tentu dengan standar
ulama yang muktabar pula, di antaranya:
1) Memandang jilbab tidak
wajib.
2) Syiah tidak sesat
3) Pengutipan hadis-hadis
dalam buku tafsir beliau kurang ilmiah. Jarang menyertakan sanad dan rawi,
apalagi no hadits, dan kadangkala hanya ditulis dengan kata “alhadits”. Suatu
sikap yang juga banyak dilakukan oleh tokoh yang katanya intelektual Muslim.
Ironis memang, ketika mengutip buku orang, ilmiah nya luar biasa, tapi ketika
mengutip hadits Nabi hanya dengan menulis “alhadits”. Di sini kita patut
mengapresiasi terbitan buku dan majalah ulama-ulama Salafi yang luar biasa
transparan dan jelas sumber2 rujukan mereka terutama di bidang hadits dan
kitab2 klasik ulama.
4) tafsir Quraish Shihab
kadangkala mengenyampingkan tafsir ulama-ulama klasik tentang suatu persoalan.
wallahu a’lam
MUI Pusat
Tegaskan Quraish Shihab Sebagai Pendukung Kelompok Sesat Syi’ah
Posted by John MuhammadDalam Negeri, March 13th,
2014 - 08:46 pm
JAKARTA
(KompasIslam.Com) Selain mengatakan bahwa Buku Panduan MUI
berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” tetap harus
diterbitkan karena ada amanah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun
1984, Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Dr (HC) KH Ma’ruf Amin juga menegaskan jika
Prof Quraish Shihab sebagai pendukung sejati kelompok sesat Syi’ah.
Hal ini sebagaimana
disampaikan KH Ma’ruf Amin dalam perbincangan dengan pengurus Lembaga
Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar, Muh Istiqamah, Senin
(10/3/2014) malam lalu, saat berkunjung ke rumah pribadi KH Ma’ruf Amin di
Jakarta.
“Quraish Shihab itu jelas
sekali mendukung Syi’ah dalam bukunya “Sunni-Syiah Dalam Genggaman Ukhuwah,
Mungkinkah?”. Kemudian Tim Penulis Pesantren Sidogiri mematahkan semua argumen
Quraish Shihab dalam buku bantahan yang mereka tulis. Namun sayang, buku ini
tidak terlalu menyebar,” tegasnya.
Seperti diberitakan KompasIslam.Com sebelumnya, pengurus
LPPI Makassar datang kerumah KH Ma’ruf Amin di Tanjung Priok Jakarta Utara
untuk memberikan data “Mapping Kebohongan Publik Jalaludin Rahmat”, Ketua Dewan
Pembina organisasi Syi’ah Ikatan Jama’ah Ahlu Bait Indonesia/IJABI (lihat
disini: http://www.nahimunkar.com/mapping-pemetaan-kebohongan-publik-jalaluddin-rakhmat/)
yang disertai dengan lampiran data yang lengkap mengenai gelar abal-abal yang
dimiliki oleh Jalaluddin Rahmat.
Setelah memberikan data
mapping kebohongan publik Jalaluddin Rahmat dan menjelaskan gelar abal-abal
yang dimiliki oleh pembesar kelompok sesat Syi’ah di Indonesia itu, pengurus
LPPI Makassar dan KH Ma’ruf Amin berbincang mengenai Syi’ah di Indonesia,
pergerakannya, solusi fatwanya dari MUI, dan seterusnya. [Khalid/LPPI
Makassar]
Membongkar
Hubungan Quraish Shihab Dengan Kelompok Sesat Syi’ah
Posted by John MuhammadDalam Negeri, Headline
Quraish Shihab Bermesraan
dengan Imam Besar Negara Syi’ah Iran Ali Khamenei
JAKARTA (KompasIslam.Com) – Saat
menemui pengurus Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar, Senin
(10/3/2014) malam lalu dirumah pribadinya di Jakarta, Wakil Ketua Umum MUI
Pusat, Dr (HC) KH Ma’ruf Amin dengan tegas mengatakan jika Prof Quraish Shihab
sebagai pendukung sejati kelompok sesat Syi’ah.
Data dan fakta dukungan
Quraish Shihab yang juga sering mengisi materi Tafsir Al-Misbah disalah satu TV
swasta nasional ini terhadap kelompok sesat Syi’ah menurut KH Ma’ruf Amin bisa
dilihat dalam salah satu buku karangannya berjudul “Sunni-Syiah Dalam Genggaman
Ukhuwah, Mungkinkah?”.
“Quraish Shihab itu jelas
sekali mendukung Syi’ah dalam bukunya “Sunni-Syiah Dalam Genggaman Ukhuwah,
Mungkinkah?”. Kemudian Tim Penulis Pesantren Sidogiri mematahkan semua argumen
Quraish Shihab dalam buku bantahan yang mereka tulis. Namun sayang, buku ini
tidak terlalu menyebar,” tegasnya.
Setelah berita berjudul “MUI Pusat
Tegaskan Quraish Shihab Sebagai Pendukung Kelompok Sesat Syi’ah”diposting,
redaksi KompasIslam.Com kemudian mendapatkan kiriman artikel berita tentang
data dan fakta kemesraan Quraish Shihab dengan Syi’ah berjudul “Membongkar
hubungan Quraish Shihab dengan Syi’ah”. Artikel ini dikirim oleh aktivis Islam
yang menamakan dirinya “Pecinta Sunnah, Pembenci Syi’ah”.
…Di acara Metro TV, salah
seorang peserta ketika mengajukan pertanyaan berkenaan merayakan hari anak
yatim (10 Muharram), Quraish Shihab menjawabnya dengan memasukkan doktrin
Syi’ah tentang perang Karbala yang menewaskan cucu Rasulullah yakni Husein…
Karena artikel yang
dikirimkan cukup panjang, maka untuk lebih simpel dan mudah serta enak dibaca,
maka redaksi memutuskan untuk membuat dan memuatnya menjadia beberapa judul
berita. Berikut ini data dan fakta yang pertama tentang kemesraan Quraish
Shihab dengan kelompok sesat Syi’ah ;
Apakah Hukum Usaha
Mendekatkan Antara Ahli Sunnah yang Bertauhid Dengan Rafidhah yang Musyrik?
Saudaraku pembaca yang
budiman, saya cukupkan saja dalam masalah ini, dengan mencantumkan tulisan dari
tulisan-tulisan DR. Nashir Al Qafari di dalam kitabnya : “Masalah At Taqrib”,
yaitu tulisan yang ke tujuh, dimana beliau berkata -semoga Allah
menjaganya- :
“Bagaimana mungkin
mendekatkan antara orang yang mencaci kitab Allah dan menafsirkannya tidak
sesuai dengan tafsirannya, dan mendakwakan turunnya kitab-kitab ilahi (wahyu)
kepada imam-imamnya setelah Al Qur’anul Karim?, dan ia memandang keimaman itu
adalah kenabian, para imam baginya seperti para nabi dan bahkan lebih mulia,
dan ia menafsirkan mengibadati Allah semata yang mana itu adalah inti dari misi
(ajaran) para rasul seluruhnya tidak sesuai dengan maknanya yang hakiki, dan
mendakwakan bahwa sesungguhnya ibadah itu adalah ta’at kepada para imam”.
“Dan sesungguhnya syirik
kepada Allah adalah mentaati selain mereka (para imam) bersama mereka, ia
mengkafirkan orang-orang yang terbaik dari para sahabat Rasulullah, dan
mengklaim seluruh para sahabat dengan murtad, kecuali tiga atau empat atau
tujuh sesaui dengan perbedaan riwayat mereka. Dan orang ini (orang Syi’ah -red)
tampil berbeda dengan keganjilan dari jama’ah kaum muslimin dengan
masalah-masalah akidah dan keyakinan di dalam keimaman, kemaksuman (terjaga
dari dosa),Taqiyyah (kemunafikan), dan mengatakan raj’ah (imam
kembali ke dunia), Al Qaibah (menghilangnya As Kaari) danAl Bada’”.
[Masalah At Taqriib - DR. Nashir Al-Qafari 2/302]
…Pada dasarnya, Islam sangat
memuliakan anak yatim. Semasa Rasulullah masih hidup, anjuran untuk menyantuni
anak yatim sudah disosialisasikan bahkan dipraktekkan sendiri oleh Rasulullah…
Salah satu mata acara saat
Sahur, di Metro TV, Jakarta, disajikan tanya jawab keagamaan (Islam) antara
sejumlah audiens dengan narasumber kesohor yaitu Quraish Shihab. Quraish Shihab
ini pria kelahiran Rappang, Sulawesi Selatan (Sulsel) 16 Februari 1944, pernah
menjabat sebagai rector IAIN Jakarta, kemudian menjadi Menteri Agama RI selama
70 hari di akhir masa pemerintahan Soeharto yang lengser Mei 1998.
Di acara Metro TV, salah
seorang peserta ketika mengajukan pertanyaan berkenaan dengan latar belakang
adanya kebiasaan memperingati atau merayakan hari anak yatim (10 Muharram),
Quraish Shihab menjawabnya dengan memasukkan doktrin Syi’ah tentang perang
Karbala yang menewaskan cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyakni
Husein radhiyallahu ‘anhu. (Metro TV edisi Selasa 02 Ramadhan 1429 H
bertepatan dengan 02 September 2008)
Menurut Quraish Shihab,
perayaan anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram itu adalah untuk
mengenang kematian Husein radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya yang
tewas pada perang Karbala. Dari peperangan itu menghasilkan banyak anak yatim.
Peristiwa Karbala yang menewaskan Husein radhiyallahu ‘anhu terjadi
pada 10 Muharram tahun 61 Hijriyah.
Jawaban khas Syi’ah ala
Quraish Shihab itu menunjukkan bahwa ia memang penganjur Syi’ah yang konsisten
dan gigih. Di berbagai kesempatan, bila ada peluang memasukkan doktrin dan
ajaran Syi’ah, langsung dimanfaatkannya, apalagi di hadapan audiens yang awam
(tidak mengerti apa itu Syi’ah, dan bagaimana ajarannya yang sesat dan
menyesatkan).
…Anjuran dan praktek itu
sudah ada jauh sebelum Husein wafat. Sehingga pernyataan Quraish Shihab
tersebut terkesan ahistoris, bila menyantuni anak yatim dikaitkan dengan
kematian Husein di Karbala…
Saudaraku, pada dasarnya,
Islam sangat memuliakan anak yatim. Semasa Rasulullah masih hidup, anjuran
untuk menyantuni anak yatim sudah disosialisasikan bahkan dipraktekkan sendiri
oleh Rasulullah. Artinya, anjuran dan praktek itu sudah ada jauh sebelum Husein
wafat. Sehingga pernyataan Quraish Shihab tersebut terkesan ahistoris, bila
menyantuni anak yatim dikaitkan dengan kematian Husein di Karbala.
Dalam salah satu hadits
riwayat An-Nasa’i, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
9150 – عن أبي شريح الخزاعي قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :{اللَّهُمَّ إنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ : حَقَّ الْيَتِيمِ وَ حَقَّ الْمَرْأَةِ}(سنن النسائي الكبرى – (ج 5 / ص 363)
“Ya Allah sungguh saya
mengharamkan (penyia-nyiaan) hak dua macam manusia yang lemah yaitu: hak anak
yatim dan hak wanita”. (HR. An-Nasa’i no. 9150)
Namun demikian, dalam ajaran
Islam tidak ada waktu-waktu khusus yang ditetapkan untuk memperingati atau merayakan
anak yatim. Tanggal 10 Muharram yang oleh sebagian kalangan dijadikan momentum
merayakan atau memperingati atau menyantuni anak yatim –sebagaimana dilakukan
oleh sejumlah masjid yang secara madzhab dan kultural dekat dengan NU– pada
dasarnya tidak ada contohnya. Pada tangal 9 dan 10 Muharram umat Islam
disunahkan berpuasa.
Dalam hadits shahih riwayat
Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ : يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ .( رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari ‘Asyura’, maka beliau
menjawab, “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin”.
(HR. Muslim). [John]
SABTU, NOVEMBER 16,
2013 LPPI MAKASSAR
HARIAN FAJAR (16/11/2013)
halaman 4, menurunkan berita dengan judul, “Quraish: Perdebatan
Sunni Syiah Sudah Usang”, berikut di antara isi beritanya, “Ahli tafsir,
Profesor HM Qurasih Shihab mengajak semua pihak menyudahi perdebatan terkait
Sunni dan Syiah. Banyak persoalan yang lebih urgen untuk di bahas. ‘Sudahlah.
Itu sudah usang. Perbedaan itu hanya dibuat-buat. Masih terlalu banyak
persoalan besar yang mesti kita pikirkan’. Quraish menegaskan bahwa perbedaan
antara Sunni dan Syiah hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga. Intinya
kata dia, boleh berbeda dalam hal mazhab, tetapi tidak dalam akidah Islam.
‘Ibarat jalanan, tujuan kita sama. Namun, untuk menuju ke sana ada banyak mobil
yang harus melalui jalanan itu,’... Nabi Muhammad kata dia, tidak lagi
bertanya, lima tambah lima sama dengan berapa. Namun yang dipertanyakan 10 itu
berapa tambah berapa. Itu sebabnya terjadi perbedaan’.” Statemen tersebut di
sampaikan pada acara diskusi bertema “Makna dan Urgensi Hijrah” yang digelar
oleh DPP Ikatan Masjid Mushalla Indonesia (IMMIM) di jalan Jenderal Sudirman,
Makassar pada hari Jumat 15 Nopember 2013.
Tanggapan
Menanggapi pernyataan Prof.
Quraish tersebut, Ustad Said Shamad yang selama ini concern mengcounter masalah
Syiah yang berkembang di Makassar sangat menyayangkan. Oleh karena itu, dalam
Kultum (kuliah tujuh menit) di Masjid Sulthan Alauddin Kompleks Perumahan UMI Makassar
beliau menegaskan bahwa pernyataan Prof Quraish tersebut keliru dan
bertentangan dengan pendapat dan pandangan Majelis Ulama Pusat yang dalam Kitab
Himpunan Fatwa MUI dengan jelas menegaskan bahwa ajaran Syiah menyelisihi
Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi anutan mayoritas masyarakat
Indonesia. Ustad Said lantas mengutif Fatwa Majelis Ulama dengan terang, “MUI
dalam Rakernas Jumadil Akhir 1414 H/Maret 1984 M, merekomendasikan tentang
paham Syi’ah sebagai berikut: Faham Syi’ah sebagai salah satu faham yang
terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-perbedaan pokok dengan mazhab
Sunni (Ahlussunnah wal Jama'ah) yang dianut oleh Umat Islam Indonesia.
Perbedaan itu diantaranya : (a) Syi’ah menolak Hadis yang tidak diriwa-yatkan
oleh Ahlu Bait, sedangkan Ahlussunnah wal Jama'ah tidak membeda-bedakan asalkan
Hadis itu memenuhi syarat Ilmu Mustalah Hadis; (b) Syi’ah memandang
"Imam" itu ma'sum (orang suci), sedangkan Ahlussunnah wal Jama'ah
memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan
(kesalahan); (c) Syi’ah tidak mengakui Ijma' tanpa adanya "Imam",
sedangkan Ahlussunnah wal Jama' ah mengakui Ijma' tanpa mensyarat-kan ikut
sertanya "Imam"’ (d) Syi’ah memandang bahwa menegakkan
kepemimpinan/Pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun
agama, sedang-kan Sunni (Ahlussunnah wal Jama'ah) me-mandang dari segi
kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan melindungi
dakwah dan kepentingan ummat; (e) Syi’ah pada umumnya tidak mengakui
kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar Ibnul Khaththab, dan Usman
bin Affan, sedangkan Ahlussunnah wal Jama'ah mengakui keempat Khulafa' Rasyidin
(Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib)”.
Ustad Said, yang sekaligus
sebagai Ketua LPPI Indonesia Timur itu mengutip kesimpulan pandangan MUI Pusat
yang tertuang dalam “Himpunan Fatwa MUI: Jakarta, MUI Pusat,
2010, haaman 48-49” terkait status Syiah, “Mengingat
perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlussunnah wal Jama'ah seperti
tersebut di atas, terutama mengenai perbedaan tentang "Imamah"
(Pemerintahan)", Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam
Indonesia yang berfaham Ahlussunnah wal Jama'ah agar meningkatkan kewaspadaan
terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.”
Kecuali itu, Ustad Said
mengutip perkataan Imam Malik (93-178 H), yang pada suatu saat berkata. “Kullun
yu’khadzu wa yuraddu qauluhu illah shohiba hadzal qabr, [Setiap orang boleh
diterima atau ditolak pendapatnya kecuali yang punya kuburan ini]” sambil
menunjuk pada kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Untuk
itu—lanjut Ustad Said—dengan tidak mengurangi penghargaan dan pandangan kita
terhadap ketinggian ilmu dan kepakaran beliau, khususnya dalam bidang tafsir,
dengan mengacu pada pendapat Imam malik, maka pernyataan Prof. Quraish Shihab
harus ditolak karena bertentangan dengan Fatwa MUI dan para ulama muktabar
termasuk KH Hasyim Asy’ari rahimahullah.(Ilham Kadir/lppimakassaar.com)
Prof. Quraish
Shihab Menjawab Tuduhan Dirinya Syiah
Fiqhislam.com - Prof.
Dr. M. Quraish Shihab, seorang ulama ahli tafsir di Indonesia, menanggapi rumor
yang beredar di beberapa kalangan yang menyebut dirinya sebagai syiah. Dalam
wawancaranya dengan Harian Republika, Quraish Shihab menjawab tudingan tersebut
dengan santai.
"Nabi SAW saja difitnah,
apalagi cuma Quraish Shihab," ujarnya sambil tertawa ringan. Quraish pun
meminta orang-orang yang menyebutnya berpaham syiah untuk membuktikan apakah
prinsip-prinsip paham yang berkembang di Iran tersebut ada dalam karyanya.
Dia menjelaskan, prinsip
syiah sangat jelas seperti percaya kepada imamah. Tak hanya itu, terdapat
ritual khas yang kerap dijalankan penganut syiah seperti shalat di batu karbala
dan menangguhkan puasa.
"Orang-orang yang
menuding saya syiah, apakah pernah melihat saya shalat di atas batu Karbala?
Apakah, ketika Ramadhan, pernah melihat saya tangguhkan buka puasa 10 hingga 15
menit, sebagaimana kayakinan Syiah."
Meski demikian, Quraish
mengaku mempelajari beberapa pendapat dari ulama syiah, bahkan muktazilah.
Menurutnya, semua itu dilakukan demi mempelajari keragaman yang merupakan
kekayaan intelektual umat Islam.
"Jika pendapat ulama
Syiah, ada yang saya ambil, bahkan Muktazilah, karena keragaman itu kita
pelajari," jelasnya. Quraish pun menegaskan penghormatannya kepada para
sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Hurairah.
"Tanya semua mahasiswa
saya bagaimana sikap saya kepada sahabat, terhadap Abu Hurairah. Saya kira
tuduhan mereka salah," ujar Direktur Pakar Pusat Studi Quran
tersebut. [yy/nabawia.com]
Astaghfirullah,
Dalam Video Ini Quraish Shihab Berkata
Jilbab Itu Gak
Wajib
Dalam sebuah tayangan video
di salah satu stasiun televisi swasta, Prof. DR. Quraish Shihab menjelaskan
bahwa jilbab itu tidak wajib. Hal ini menyulut reaksi dari para asatidz. Salah
satunya DR. Ahmad Zain An Najah, salah satu ustadz alumnus Al Azhar Kairo Mesir
yang membuat video bantahan terhadap pendapat Quraish Shihab yang bertentangan
dengan Islam.
Quarish Shihab mengatakan
bahwa jilbab itu tidak boleh dipaksakan karena itu pilihan. Padahal dalam
Islam, jilbab itu harus ditutup dan sifatnya mutlak bukan pilihan. Tidak ada
perbedaan dari para ulama akan wajibnya. Perbedaan hanyalah pada bercadar atau
tidak.
Pernyataan nyeleneh pun
keluar dari lisan Quraish Shihab bahwa pakaian formal itu sudah bisa disebut
jilbab. Hal ini jelas bertentangan.
Kita simak video pernyataan
Quraish Shihab dan bantahannya dari Dr. Ahmad Zain An Najah.
Kekurangcakapan Dr. Quraish
Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika beliau justru menjadikan buku
Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘alas Sunnah al-Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam
upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah r.a. Padahal, semua pakar hadits
kontemporer paham betul akan status dan pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.”
(hal. 322-323, Buku Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah? Jawaban atas Buku
Dr. Quraish Shihab “Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?”).
A. Nawawi Abdul Djalil,
pengasuh Pesantren Sidogiri: “Mungkin saja, Syiah tidak akan pernah habis
sampai hari kiamat dan menjadi tantangan utama akidah Ahlusunnah. Oleh karena
itu, kajian sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda
Qusyairi dan kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk
membendung pengaruh aliran sesat semacam Syiah.”
Inilah sorotannya.
***
PANJIMAS.COM – AHAD, 29
JUMADIL TSANIYAH 1436H / APRIL 19, 2015
Jauh sebelum orang-orang
ramai meributkan ketidakberesan pemikiran ulama Metro TV Prof. Dr. Quraish
Shihab di kalangan liberal di Indonesia, Sudah jamak diketahui beliau sebagai
seorang yang bermasalah.
“Jilbab tidak wajib” dan “Tak
ada jaminan Rasulullah SAW masuk surga”hanyalah dua hal kontroversi beliau yang
mengemuka ke publik. Dan terakhir adalah kajian tafsir di Metro TV membolehkan
“ucapan selamat natal”.
Beliau pernah menulis buku,
“Sunnah -Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?” Buku ini diterbitkan oleh
Penerbit Lentera Hati pada Maret 2007.Di antara yang ditegaskan QS di buku ini
bahwa perbedaan sunni dan syi’ah bukan pada ushul. QS juga menyanggah
keberadaan Abdullah bin Saba’. Beliau menyebut Abdullah bin Saba’ sebagai tokoh
fiktif. Dalam buku ini QS juga ingin mendegradasi posisi Abu Hurairah RA
sebagai sahabat Rasulullah SAW yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Menanggapi buku tersebut,
teman-teman santri Pondok Pesantren Sidogiri (Jawa Timur) menulis buku
bantahan, “Mungkinkah Sunnah Syiah Bersatu Dalam Ukhuwah?” Semua pembelaan
Quraish Shihab terhadap Syiah telah dimentahkan santri-santri Sidogiri di buku
ini.
Dari Jakarta, QS mengirim
pesan ketidaksukaannya terhadap buku yang telah membantah bukunya. Santri
(pelajar) gitu loh, membantah bukunya profesor. Dari pelosok Pasuruan,
teman-teman Sidogiri pun merespon, “Kalau memang sanggahan kami ada yang perlu
disanggah balik, silakan saja. Atau mari kita ketemu, kita duduk dalam satu
majelis, kita bedah bareng buku kita masing-masing!”
Namun ajakan para santri ini
sampai sekarang belum dipenuhi oleh Sang Profesor. Pada Haul Habib Muhammad bin
Salim al Aththas di Masjid Baalawi, Singapura, Quraish Shihab pernah
berceramah. Dalam ceramahnya, beliau mengkritisi kitab maulid, Diba’. Tepatnya
pada bait: “Mauliduhu bi Makkah, wa hijratuhu bil Madinah wa shulthonuhu
bis-Syam.”
Salah seorang yang hadir
ketika itu adalah Habib Umar bin Muhsin Al Aththas, Lawang. Habib Umar
sebenarnya bermaksud mendebat QS. Namun Habib Hasan Al Aththas sebagai tuan
rumah mencegah beliau.
Berikut Pengakuan Dr Adian
Husaini Terhadap Buku Pesantren Sidogiri
Di tengah malasnya tradisi
ilmiah, buku terbitan Pesantren Sidogiri tentang “ukhuwah” Sunni-Syiah patut
diacungi jempol.Belum lama ini saya menerima kiriman berupa sebuah buku
terbitan Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Judulnya cukup
panjang: “Mungkinkah Sunnah-Syiah dalam Ukhuwah? Jawaban atas Buku Dr. Quraish
Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?)”. Penulisnya adalah Tim
Penulis Buku Pustaka Sidogiri, Pondok Pesantren Sidogiri, yang dipimpin seorang
anak muda bernama Ahmad Qusyairi Ismail.
Membaca buku ini halaman demi
halaman, muncul rasa syukur yang sangat mendalam. Bahwa, dari sebuah pesantren
yang berlokasi di pelosok Jawa Timur, terlahir sebuah buku ilmiah yang bermutu
tinggi, yang kualitas ilmiahnya mampu menandingi buku karya Prof. Dr. Quraish
Shihab yang dikritik oleh buku ini. Buku dari Pesantren Sidogiri ini terbilang
cukup cepat terbitnya. Cetakan pertamanya keluar pada September 2007. Padahal,
cetakan pertama buku Quraish Shihab terbit pada Maret 2007. Mengingat banyaknya
rujukan primer yang dikutip dalam buku ini, kita patut mengacungi jempol untuk
para penulis dari Pesantren tersebut.
Salah satu kesimpulan Quraish
Shihab dalam bukunya ialah, bahwa Sunni dan Syiah adalah dua mazhab yang
berbeda. “Kesamaan-kesamaan yang terdapat pada kedua mazhab ini berlipat ganda
dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan dan sebab-sebabnya. Perbedaan antara
kedua mazhab – dimana pun ditemukan – adalah perbedaan cara pandang dan
penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul (prinsip-prinsip dasar) keimanan, tidak
juga dan Rukun-rukun Islam.” (Cetakan II, hal. 265).
Berbeda dengan Quraish
Shihab, pada bagian sampul belakang buku terbitan Pesantren Sidogiri, dikutip
sambutan KH. A. Nawawi Abdul Djalil, pengasuh Pesantren Sidogiri yang
menegaskan: “Mungkin saja, Syiah tidak akan pernah habis sampai hari kiamat dan
menjadi tantangan utama akidah Ahlusunnah. Oleh karena itu, kajian
sungguh-sungguh yang dilakukan anak-anak muda seperti ananda Qusyairi dan
kawan-kawannya ini, menurut saya merupakan langkah penting untuk membendung
pengaruh aliran sesat semacam Syiah.”
Sebagian kritik dari
Pesantren Sidogiri terhadap Quraish Shihab
Berikut ini kita kutip
sebagian kritik dari Pesantren Sidogiri terhadap Quraish Shihab (selanjutnya
Quraish Shihab disingkat “QS” dan Pondok Pesantren Sidogiri disingkat “PPS”).
Kutipan dan pendapat QS dan PPS diambil dari buku mereka masing-masing.
Tentang Abdullah bin Saba‘.
QS: “Ia adalah tokoh fiktif
yang diciptakan para anti-Syiah. Ia (Abdullah bin Saba’) adalah sosok yang
tidak pernah wujud dalam kenyataan. Thaha Husain – ilmuwan kenamaan Mesir –
adalah salah seorang yang menegaskan ketiadaan Ibnu Saba’ itu dan bahwa ia adalah
hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.” (hal. 65).
PPS: Bukan hanya sejarawan
Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba’. Sejumlah tokoh Syiah yang
diakui ke-tsiqah-annya oleh kaum Syiah juga mengakui kebaradaan Abdullah bin
Saba’. Sa’ad al-Qummi, pakar fiqih Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan
dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte
Saba’iyah. Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi
menyebutkan, bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang memunculkan ide untuk
mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi
lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a. Kisah tentang Abdullah bin
Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An-Nukhbati dan al-Kasyi, yang
menyatakan, bahwa, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah
orang Yahudi yang kemudian masuk Islam. Atas dasar keyahudiannya, ia
menggambarkan Ali r.a. setelah wafatnya Rasulullah saw sebagai Yusya’ bin Nun
yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa a.s. Kisah Abdullah bin Saba’ juga
ditulis oleh Ibn Khaldun dalam bukunya, Tarikh Ibn Khaldun. (hal. 44-46).
Tentang hadits Nabi saw dan
Abu Hurairah r.a.:
QS: “Karena itu, harus diakui
bahwa semakin banyak riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi
kesalahannya dan karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari
Abu Hurairah merupakan satu keharusan. Disamping itu semua, harus diakui juga
bahwa tingkat kecerdasan dan kemampuan ilmiah, demikian juga pengenalan Abu
Hurairah r.a. menyangkut Nabi saw berada di bawah kemampuan sahabat-sahabat
besar Nabi saw, atau istri Nabi, Aisyah r.a.” (hal. 160).
QS: “Ulama-ulama Syiah juga
berkecil hati karena sementara pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari
imam-imam mereka. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun
dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadits-haditsnya
cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).
PPS: “Sejatinya, melancarkan
suara-suara miring terhadap sahabat pemuka hadits sekaliber Abu Hurairah r.a.
dengan menggunakan pendekatan apa pun, tidak akan pernah bisa meruntuhkan
reputasi dan kebesaran beliau, sebab sudah pasti akan bertentangan dengan
dalil-dalil hadits, pengakuan para pemuka sahabat dan pemuka ulama serta realitas
sejarah. Jawaban untuk secuil sentilan terhadap Abu Hurairah r.a. sejatinya
telah dilakukan oleh para ulama secara ilmiah dan rasional. Banyak buku-buku
yang ditulis oleh para ulama khusus untuk membantah tudingan miring terhadap
sahabat senior Nabi saw tersebut, diantaranya adalah al-Burhan fi Tabri’at Abi
Hurairah min al-Buhtan yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Aziz bin Ali
an-Nash, Dr. Al-A’zhami dalam Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyatih, Muhammad Abu
Shuhbah dalam Abu Hurairah fi al-Mizan, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib dengan
bukunya Abu Hurairah Riwayat al-Islam dan lain-lain.”
Dalam Bidayah wa an-Nihayah,
Ibn Katsir mengatakan, bahwa Abu Hurairah r.a. merupakan sahabat yang paling
kuat hafalannya, kendati beliau bukan yang paling utama. Imam Syafii juga
menyatakan, “Abu Hurairah r.a. adalah orang yang memiliki hafalan paling
cemerlang dalam meriwayatkan hadits pada masanya.” (hal. 320-322).
Karena kuatnya bukti-bukti
keutamaan Abu Hurairah, maka PPS menegaskan: “Dengan demikian, maka keagungan,
ketekunan, kecerdasan dan daya ingat Abu Hurairah tidak perlu disangsikan, dan
karena itulah posisi beliau di bidang hadits demikian tinggi tak tertandingi.
Yang perlu disangsikan justru kesangsian terhadap Abu Hurairah r.a. seperti
ditulis Dr. Quraish Shihab: “Karena itu, harus diakui bahwa semakin banyak
riwayat yang disampaikan seseorang, semakin besar potensi kesalahannya dan
karena itu pula kehati-hatian menerima riwayat-riwayat dari Abu Hurairah
merupakan satu keharusan.” (hal. 322).
“Pernyataan seperti yang
dilontarkan oleh Dr. Quraish Shihab tersebut sebetulnya hanya muncul dari
asumsi-asumsi tanpa dasar dan tidak memiliki landasan ilmiah sama sekali. Sebab
jelas sekali jika beliau telah mengabaikan dalil-dalil tentang keutamaan Abu
Hurairah dalam hadits-hadits Nabi saw, data-data sejarah dan penelitian
sekaligus penilaian ulama yang mumpuni di bidangnya (hadits dan sejarah).
Kekurangcakapan Dr. Quraish Shihab di bidang hadits semakin tampak, ketika
beliau justru menjadikan buku Mahmud Abu Rayyah, Adhwa’ ‘alas Sunnah
al-Muhammadiyah, sebagai rujukan dalam upaya menurunkan reputasi Abu Hurairah
r.a. Padahal, semua pakar hadits kontemporer paham betul akan status dan
pemikiran Abu Rayyah dalam hadits.” (hal. 322-323).
Tentang banyaknya hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah r.a., Dr. al-A’zhami melakukan penelitian, bahwa
jumlah 5.000 hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah adalah jika dihitung hadits
yang substansinya diulang-ulang. Jika penghitungan dilakukan dengan mengabaikan
hadits-hadits yang diulang-ulang substansinya, maka hadits dari Abu Hurairah
yang ada dalam Musnad dan Kutub as-Sittah tinggal 1336 saja. “Nah, kadar ini,
kata Ali as-Salus, bisa dihafal oleh pelajar yang tidak terlalu cerdas dalam
waktu kurang dari satu tahun. Bagaimana dengan Abu Hurairah, yang merupakan
bagian dari mu’jizat kenabian?” (hal. 324).
Memang dalam pandangan Syiah,
seperti dijelaskan oleh Muhammad Husain Kasyif al-Ghitha’ (tokoh Syiah
kontemporer yang menjadi salah satu rujukan kaum Syiah masa kini), yang juga
dikutip oleh QS: “Syiah tidak menerima hadits-hadits Nabi saw kecuali yang
dianggap sah dari jalur Ahlul bait. Sementara hadits-hadits yang diriwayatkan
oleh para perawi semacam Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Amr bin Ash dan
sesamanya, maka dalam pandangan Syiah Imamiyah, mereka tidak memiliki nilai
walau senilai nyamuk sekalipun.” (hal. 313).
PPS juga menjawab tuduhan
bahwa Ahlusunnah diskriminatif, karena tidak mau meriwayatkan hadits dari
Imam-imam Syiah. Pernyataan semacam itu hanyalah suatu prasangka belaka dan
tidak didasari penelitian ilmiah apa pun. Dalam kitab-kitab Ahlusunnah,
riwayat-riwayat Ahlul Bait begitu melimpah. Imam Bukhari memang tidak
meriwayatkan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq, dengan berbagai alasan,
terutama karena banyaknya hadits palsu yang disandarkan kaum Syiah kepada
Ja’far ash-Shadiq. Bukan karena Imam Bukhari membencinya. Bukhari juga tidak
meriwayatkan hadits dari Imam Syafii dan Ahmad bin Hanbal, bukan karena beliau
membenci mereka. (hal. 324-330).
Tentang pengkafiran
Ahlusunnah:
QS: “Apa yang dikemukakan di
atas sejalan dengan kenyataan yang terlihat, antara lain di Makkah dan Madinah,
di mana sekian banyak penganut aliran Syiah Imamiyah yang shalat mengikuti
shalat wajib yang dipimpin oleh Imam yang menganut mazhab Sunni yang tentunya tidak
mempercayai imamah versi Syiah itu. Seandainya mereka menilai orang-orang yang
memimpin shalat itu kafir, maka tentu saja shalat mereka tidak sah dan tidak
juga wajar imam itu mereka ikuti.” (hal. 120).
PPS: “Memperhatikan tulisan
Dr. Quraish Shihab di atas, seakan-akan Syiah yang sesungguhnya memang seperti
apa yang digambarkannya (tidak menganggap Ahlusunnah kafir dan najis). Akan
tetapi siapa mengira bahwa faktanya tidak seperti penggambaran Dr. Quraish
Shihab? Jika kita merujuk langsung pada fatwa-fatwa ulama Syiah, maka akan
tampak bahwa sebetulnya Dr. Quraish Shihab hendak mengelabui pemahaman umat
Islam akan hakikat Syiah. Bahwa sejatinya, Syiah tetap Syiah. Apa yang mereka
yakini hari ini tidak berbeda dengan keyakinan para pendahulu mereka. Dalam
banyak literatur Syiah dikemukakan, bahwa orang-orang Syiah yang shalat di
belakang (menjadi makmum) imam Sunni tetap dihukumi batal, kecuali dengan
menerapkan konsep taqiyyah… “Suatu ketika, tokoh Syiah terkemuka, Muhammad
al-Uzhma Husain Fadhlullah, dalam al-Masa’il Fiqhiyyah, ditanya: “Bolehkah kami
(Syiah) shalat bermakmum kepada imam yang berbeda mazhab dengan kami, dengan
memperhatikan perbedaa-perbedaan di sebagian hukum antar shalat kita dan shalat
mereka?” Muhammad Husain Fadhlullah menjawab: “Boleh, asalkan dengan
menggunakan taqiyyah.” (348-349).
Seorang dai Syiah, Muhammad
Tijani, mengungkapkan, bahwa “Mereka (orang-orang Syiah) seringkali shalat
bersama Ahlusunnah wal Jama’ah dengan menggunakan taqiyyah dan bergegas
menyelesaikan shalatnya. Dan barangkali kebanyakan mereka mengulangi shalatnya
ketika pulang.” (hal. 350-351).
Banyak sekali buku-buku
referensi utama kaum Syiah yang dirujuk dalam buku terbitan PPS ini. Karena
itu, mereka juga menolak pernyataan Dr. Quraish Shihab bahwa yang mengkafirkan
Ahlusunnah hanyalah pernyataan orang awam kaum Syiah. PPS juga mengimbau agar
umat Islam berhati-hati dalam menerima wacana “Persatuan umat Islam” dari kaum
Syiah. Sebab, mereka yang mengusung persatuan, ternyata dalam kajiannya justru
memojokkan Ahlusunnah dan memposisikannya di posisi zalim, sementara Syiah
diposisikan sebagai “yang terzalimi”.
Buku terbitan PPS ini memang
banyak memuat fakta dan data tentang ajaran Syiah, baik klasik maupun
kontemporer. Terhadap Imam mazhab yang empat, misalnya, dikutip pendapat dalam
Kitab Kadzdzabu ‘ala as-Syiah, “Andai para dai Islam dan Sunnah mencintai Ahlul
Bait, niscaya mereka mengikuti jejak langkah Ahlul Bait dan tidak akan
mengambil hukum-hukum agama mereka dari para penyeleweng, seperti Abu Hanifah, asy-Syafii,
Imam Malik dan Ibnu Hanbal.” (hal. 366).
Terlepas dari fakta tentang
Syiah dan kritik terhadap Quraish Shihab, terbitnya buku ini telah menjadi
momen penting bagi PPS untuk turut berkiprah dalam peningkatan khazanah
keilmuan Islam di Indonesia. PPS memang telah didirikan pada tahun 1745. Jadi,
usianya kini telah mencapai lebih dari 260 tahun. Jumlah muridnya kini lebih
dari 5000 orang. Sejumlah prestasi ilmiah tingkat nasional juga pernah
diraihnya. Diantaranya, pada Ramadhan 1425 H, PPS berhasil meraih juara I dan
III lomba karya ilmiah berbahasa Arab yang diselenggarakan oleh Depdiknas RI.
Dalam Jurnal Laporan Tahunan
1425/1426 H, disebutkan bahwa PPS juga cukup sering mendapat kunjungan
tamu-tamu dari luar negeri. Termasuk dari kedutaan Australia dan Amerika
Serikat. Mereka selalu menerima tamunya dengan baik. Tetapi, dengan sangat
berhati-hati, selama ini, PPS senantiasa menolak dana bantuan dan hibah dari
Australia dan Amerika.
PPS juga termasuk salah satu
pesantren di Jawa Timur yang sangat gigih dalam melawan penyebaran paham
Liberal. Ditulis dalam Laporan Tahunan tersebut: “Tahun ini, PPS menggerakkan
piranti dunia maya untuk melestarikan dan menyelamatkan ajaran Ahlusunnah dari
serbuan berbagai aliran sesat. Di website www.sidogiri.com secara
khusus disediakan rubrik “Islam Kontra Liberal”. Rubrik ini digunakan oleh
Pondok Pesantren Sidogiri untuk meng-counter wacana-wacana pendangkalan akidah
yang ramai berkembang saat ini. Liberalisme, humanisme, rasionalisme, pluralisme,
feminisme, sekularisme, dekonstruksi syariah dan paham-paham destruktif modern
lainnya, menjadi bidikan yang terus ditangkal dengan wacana-wacana salaf yang
dipegang Pondok Pesantren Sidogiri.”
Kita berdoa, mudah-mudahan
akan terus lahir karya-karya ilmiah yang bermutu tinggi dari PPS. Begitu juga
dari berbagai pesantren lainnya.
JUDUL BUKU: MUNGKINKAH SUNAH
SYIAH DALAM UKHUWAH?
Tak ada maksud lain dari
kehadiran buku ini, selain sebagai upaya mendudukkan dua faham yang memang
berbeda ini (Sunni-Syiah) secara proporsional. Menegaskan perbedaan, tidak
berarti menutup ruang untuk saling menghormati dan bertoleransi. Justru adalah
absurd, jika mimpi persatuan itu diharapkan muncul dari ranah yang memang
berhadap-hadapan secara diametral.
Ajakan untuk menjalin ukhuwah adalah baik, namun jika harus mengorbankan akidah, maka itu akan menjadi musibah. Mari kita bangun ukhuwah, dengan tanpa mengorbankan akidah. [AW/NU Garis Lurus]/ PANJIMAS.COM
Ajakan untuk menjalin ukhuwah adalah baik, namun jika harus mengorbankan akidah, maka itu akan menjadi musibah. Mari kita bangun ukhuwah, dengan tanpa mengorbankan akidah. [AW/NU Garis Lurus]/ PANJIMAS.COM
(nahimunkar.com)
Jika saya
syiah; adili saya seperti abu zayd
“Saya minta diadili, silahkan
adili saya!”
Suara Quraish Shihab meninggi
saat menanggapi tudingan, termasuk dari seorang ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI), bahwa dirinya penganut syiah. Ia merujuk kasus Nasr Hamid Abu Zaid,
intelektual Mesir yang divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir pada 1996.
Dosen falultas sastra Universitas Kairo itu diadili karena pemikirannya
dianggap menyimpang
Abu Zayd, antara lain
berpendapat bahwa perkara-perkara gaib yang disebut dalam Qur’an seperti ar’sy,
malaikat, setan, jin, syurga, dan neraka hanyalah mitos belaka. Abu Zayd juga
menyatakan bahwa Qur’an adalah produk budaya (muhtaj tsaqafi), dan karenanya
mengingkari status azalinya sebagai kalamullah yang telah ada dalam laul mahfuz
Di pegadilan tingkat pertama,
tuntutan yang di dukung lebih dari dua ribu ulama alumnus Universitas Al-Azhar
atas Abu Zayd di tolak. Namun di pengadilan banding (mahkamah isti’naf) yang
kemudian diperkuat Mahkamah Agung Mesir, Abu Zayd divonis murtad dan status
pernikahannya dibatalkan
“Adili saya seperti Abu
Zayd!, tantang Quraish”
Quraish mempersilahkan
pegadilan itu mengadili semua buku dan karyanya, baik cetak maupun audio
visual. Dalam pengadilan itu, Quraish akan meminta Syeikh Azhar atau ulama yang
ditunjuk Mesir menjadi jurinya. “Kalau terbukti saya syi’ah, seluruh biaya
peradilan saya tanggung. Tapi kalau yang menuding saya tidak bisa menemukan
bukti maka biayanya dia yang tanggung”- tegas Qurais Shihab
Bukan kali ini saja Quraish
mengumbar tantangan. Ketika tudingan dirinya syiah kencang berembus tahun lalu
Quraish menantang pihak yang menuduhnya untuk menunjukkan bukti melalui
karya-karyanya. “kalau ada yang bisa menunjukkan saya syiah, silahkan ambil
royaltinya”
Tapi mengapa tantangannya
sering melibatkan Syeikh Azhar atau ulama Mesir?, sebagai alumnus Universitas
Al-Azhar Quraish paham betul bahwa para ulama Mesir yang mayoritas sunni, akan
bersikap objektif dalam menilai pemikirannya. Mereka memiliki parameter yang
ketat sebelum memvonis seseorang menganut syiah atau tidak
Bahkan orang yang berkata
Sayyidina Ali lebih utama dari Sayyidina Umar ibu belum tentu tanda ia seorang
Syiah. Karena penganut syiah mempercayai imamah, bahwa Tuhan sudah menunjuk Ali
sebagai khalifah. Itulah beda antara sunni dan syiah, yakni pada kepercayaan
imamah, kepemimpinan pengganti Rasulullah- kata Quraish
Qurasih sesungguhnya tak
peduli dirinya dicap syiah atau bahkan mu’tazilah sekalipun. Tapi benarkah ia
pemganut syiah?, menurutnya, meskipun prinsip dasarnya tekait kepercayaan akan
imamah, secara simbolis mudah saja untuk melihat pertanda seorang menhanut
syiah atau tidak. “lihat saja waktu saya menunaikan ibadah haji, apakah saya
kalau naik bus menggunakan atap terbuka seperti yang dilakukan jamaah haji
syiah. Kalau saya shalat apakah menggunakan batu karbala di tempat sujud?,
kalau saya berbuka puasa, apakah meundanya 10 hingga 15 menit seperti orang
syiah?”
Quraish menduga, boleh jadi
orang menilainya syiah karena dalam sejumlah ceramah atau karya tulisnya
tersurat kecintaannya yang teramat kepada ahlul bait keluarga nabi Muhammad saw
dan keturunannya dari Fatimah dan Ali bin Abi Thalib. “saya memang cinta Ahlul
bait karena saya punya hubungan darah dengan mereka. Jadi cinta saya berganda.
Yang pertama karena saya tahu akhlak luhur mereka, kedua karena mereka
nenek-kakek saya”
Cintai Ahlul Bait!, itulah
yang ditanamkan dan kerap diingatkan sejak masa kanak-kanak Quraish oleh Aba
Abdurrahman Shihab dan Habib Abdul Qadir Bilfaqih, pimpinan Darul Hadis Al
Faqihiyah
Setahu Quraish, memang tidak
ada cela pada ahlul bait. “kalaupun ada cela, itu bukan dari mereka. Imam
Ja’far Shadiq itu gurunya sekian banyak ulama mazhab. Sayyidina Hesein dan Imam
Ali Zainal Abidin sangat dijunjung tinggi di Mesir bahkan oleh orang-orang
sunni. Demikian juga orang NU mereka sangat mencintai ahlul bait”
Quraish tak tahu kapan
persisnya tudingan syiah muncul pertama kali. Seingatnya cap syiah mulai
berembus ketika ia meluncurkan edisi percobaan Ensiklopedia Qur’an pada 1997.
Quraish-lah yang menggagas sekaligus memimpin penyusunannya sejak 1992,
melibatkan puluhan dosen dan mahasiswa pascasarjana IAIN Jakarta (kini UIN)
Terhalang kesibukannya
sebagai Menteri Agama, lalu Duta besar RI untuk Mesir dan Djiboti, Quraish baru
bisa menlanjutkan proyeknya beberapa tahun kemudian. Kali ini melibatkan lebih
banyak lagi pakar ilmu tafsir, termasuk sejumlah Doktor lulusan Universitas
Al-Azhar. Pada 2007, Ensiklopedia Al-Qur’an; kajian kosa kata dan tafsirnya
setebal 2100 halaman dan terbagi dalam tiga jilid itu akhirnya diterbitkan atas
kerjasama pusat studi Al-Qur’an, lentera hati, dan yayasan paguyuban Ikhlas
Quraish dicap syiah, karena
beberapa bagian dari buku ini mengutip tafsir Mizan karya Muhammad Husain
Thabatthabai, karya cendekiawan kelahiran Tabriz Iran tahun 1903 itu, termasuk
tafsir Mizan memang sangat dikenal dan menjadi rujukan para ulama kontemporer
syiah. Meski tak selalu sepakat dengan sejumlah pemikiran Thabatthabai, namun
Qurasih merasa perlu mengutip pendapat cendikiawan syiah ini. “amanah ilmiah
mendorong kami mengutip pendapat yang kami yakini kebenarannya, dan bermanfaat
bagi pembaca” kata Quraish
Karena panggilan amanah
ilmiah pula Quraish mengutip sejumlah pemikiran Thabattabai dalam tafsir
Al-Misbah, disamping ulama tafsir lain seperti Sayyid Muhammad Thantawi, Syeikh
Mutawali Sya’rawi, Sayyid Qutb, Ibnu Asyur dan Ibrahim bin Umar Al Biqai.
Tafsir Al-Misbah yang terdiri dari 10.000 halaman lebih, terbagi dalam 15 jilid
dan ditulis Quraish Shihab selama empat tahun, tuntas lebih dulu dibanding
Ensiklopedia Al-Quran. Dan cap syiah usai menerbitkan Al Misbah juga bertebaran
lantaran kutipan yang ia pakai banyak merujuk pada Thabattabai
Namun tudingan dan “cap
syiah” usai menerbitkan karya ilmiah, tak segencar dibanding ketika Quraish
disebut-sebut bakal ditunjuk sebagai Menteri Agama oleh Presiden Soeharto pada
kabinet pembangunan VII, maret 1998. Saat itu, aktifis dari lembaga penelitian
dan pengkajian Islam (LPPI) bahkan melansir surat pernyataan Osman Ali Babseil
warga Saudi lulusan Universitas Kairo yang mengaku pernah berkawan dengan
Quraish pada priode 1958-1963 di Mesir
Pada pernyataannya Osman
mengaku sangat mengenal perilaku Quraish dalam membela aqidah Syiah. Dalam
sejumlah dialog, menurut Osman Quraish juga menunjukkan sikap dan ucapan yang
membela syiah. Saya bersumpah soal kesahihan pengakuannya. Osman yakin sikap
Quraish tak berubah seiring perjalanan waktu meski puluhan tahun berlalu
Quraish santau menanggapi
pengakuan itu. “bisa jadi ucapan pak Osman itu lahir dari kealpaan dan lupanya.
Ketika studi di Mesir, pak Osman sudah bertugas sebagai guru di sekolah
Indonesia. Saya tidak bergaul dengannya, apalagi tempat tinggalnya cukup jauh
dari asrama mahasiswa Al-Azhar. Dia pun jarang bergaul dengan mahasiswa. Atau
mungkin juga pak Osman menduga bahwa yang mencintai ahlil bait adalah syiah,
apalagi pak Osman tidak berlatar belakang pendidikan agama. lebih-lebih soal
aliran dalam Islam”
Benar juga pribahasa Arab
yang mengatakan; “tidak semua yang putih itu lemak, tidak juga yang hitam itu
kurma”. Dalam kontek ini, menurut Quraish “pak Osman mempersamakan sesuatu yang
tidak sama”
Pada kali lain Quraish juga
menanggapi; “menyetujui pendapat satu kelompok, tidak otomatis menjadikan yang
bersangkutan bagian dari kelompok itu. Membela pemikiran syiah tidak otomatis
membuat saya menjadi syiah, saya bukan syiah. Tapi saya tidak setuju untuk
menyatakan syiah itu sesat”
Tapi rupanya tudingan itu
sampai juga ke telinga presiden Soeharto dan menjadi perhatiannya sebelum
menunjuk Quraish sebagai Menteri Agama. pak Harto memang tidak bertanya
langsung, melainkan lewat putranya Bambang Triharmojo. “pak Quraish dituduh
syiah, gimana ini?”
“Jangan tanya saya, tanya
saja pak Rally” jawab Quraish, meunjuk Rally Siregar Direktur utama RCTI
stasiun televisi yang saat itu masih milik Bambang Tri. Quraish sering mengisi
acara-acara keagamaan di RCTI termasuk sahur bersama M.Quraish Shiahab yang
tayang selama bulan ramadhan 1417 atau 1997
Suatu hari RCTI diprotes
karena menayangkan ceramah keagamaan seorang dai yang disebut-sebut menganut
syiah. Sebelum menghentikan sang da’i Rally Siregar dirut RCTI 1991-1999 ini
meminta pendapat Qurais. “saya setuju pak Rally, orang syiah itu tidak
perlu dikasih tempat di RCTI, karena bisa memunculkan suasana tidak enak dan
menimbulkan perpecahan” jawab Quraish. Sikap Quraish itu menjadi jawaban Rallay
saat ditanya Bambang Tri terkait tudingan syiah
Penyelidikan pak Harto tak
terhenti lewat Bambang. Dia pun mengutus putri sulungnya Sri Hardiyanti Rukmana
alias Mbak Tutut. Dalam beberapa kesempatan, Mbak Tutut dan Quraish Shihab
terlibat perbincangan seputar isu syiah. “bukan hanya tudingan syiah, Mbak
Tutut bahkan bertanya; “pak Quraish ini NU apa Muhammadiyah?” saya menduga Mbak
Tutut juga bertanya pada banyak sumber soal tuduhan saya syiah” kata Quraish
Dari pengalaman itu, Qurais
yakin muatan politis di balik tudingan syiah lebih kental dibanding tudingan
ideologis. Itulah kenapa tudingan dirinya syiah lebih kencang berhembus saat ia
akan ditunjuk sebagai menteri agama dibanding ketika meluncurkan karya ilmiah
yang dianggap bermuatan pemikiran ulama syiah seperti tafsir Al-Misbah dan
Ensiklopedia Al-Qur’an
Menjelang pemilu presiden
2014, isu syiah kembali santer. Maklumlah Quraish di akhir masa kampanye secara
terbuka mengisyaratkan dukungan pada salah satu kandidat, pasangan JOKOWI dan
JK. Karuan saja tak lama setelah kemunculannya di arena panggung terbuka, salam
dua jari di stadion gelora Bung Karno, media sosial membincangkan ke syiahannya
lagi.
Demikian ketika seorang ketua
MUI secara terbuka menyebutnya syiah, Quraish menganggap tudingan koleganya itu
cenderung bermuatan politis ketimbang sebagai upaya menjaga kemurnian
Ahlussunnah. “Saya merasa ada udang dibalik batu, meskipun tidak berpartai
beliau kan politisi” kata Quraish. Sayangnya ucapan tokoh kerap menjadi rujukan
ummat. Dan ketika menjadi isu publik, orang-orang yang tak memahami persoalan,
dan tak mengerti syiah pun ikut-ikutan mengumbar tudingan
Ada kerisauan di mata Quraish
mendapati realitas terkini betapa sejumlah orang merasa hanya kelompoknya yang
paling benar dan enggan menerima perbedaan. dan lebih merisaukan lagi
menyaksikan betapa mudahnya orang menuduh pihak lain sesat atau kafir. Menurut
Quraish, “penyakit lama” sikap intoleran itu menunjukkan tanda-tanda kambuh
lagi dan berpotensi mengancam kerukunan antar ummat beragama di Indonesia
“ghirah keagamaan mereka
sangat kuat, tapi picik. Apalagi sekarang adanya ISIS” katanya menyebut kelompok
Negara Islam di Irak dan Suriah, yang “merasa benar sendiri”, dan karena
kepicikannya bahkan tega menghabisi nyawa orang-orang yang tak sepaham dengan
mereka, termasuk penganut syiah.
Jiwa Quraish kembali
terpanggil untuk mempertemukan dua hal yang berbeda, atau bahkan bertolak
belakang. Quraish mengakui prinsip mempertemukan telah mewarnai perjalanan
hidupnya. Dan prinsip ini pula yang mendorongnya menulis buku sunnah-syiah
bergandengan tangan, mungkinkah? (lentera hati 2007). Pada kata pengantar Qurasih
menulis; “tiada lain tujuan penulis kecuali terjalinnya hubungan harmonis antar
semua kelompok ummat Islam bahkan seluruh ummat manusia”
Mengutip pendapat para ulama
dan pakar sunnah syiah, dalam buku tersebut Quraish ingin menegaskan, memang
terdapat sejumlah perbedaan antara sunnah dan syiah, tapi persamaannya jauh
labih banyak dari perbedaannya. “perbedaan antara keduanya adalah perbedaan
cara pandang dan penafsiran, bukan perbedaan dalam ushul atau
prinsip-prinsip dasar keimanan juga dalam rukun-rukun Islam”
Quraish juga mengajak
pembacanya untuk melihat syiah dalam konteks kekinian. Syiah sebagai mazhab
yang masih dianut di sejumlah negara, bukan dalam konteks historis. “bicaralah
tentang syiah masa kini. Kalau masa lalu, memang ada syiah ghulat yang sesat,
yang percaya bahwa Ali itu nabi. Sebagaimana di kalangan sunni juga ada
perkembangan pemikiran” kata Qurash
Perbedaan perspektif, antara
masa lalu da kini inilah yang diingatkan Qurasih saat menanggapi buku
mungkinkah sunnah-syiah dalam ukhwah? Terbitan pustakan Sidogiri Kraton
Pasuruan (2007). Buku yang disusun tim penulis dari pondok Pesantren Sidogiri,
Jawa Timur itu merupakan tanggapan atas buku Qurash; sunnah syiah bergandengan
tangan, mungkinkah?
Karena perbedaan perspektif
tadi, awalnya Qurasih enggan menanggapi buku dari Sidogiri, namun atas desakan
sejumlah pihak, Quraish kemudian menulis tanggapan dalam kata pengantar Sunnah
syiah bergandengan tangan, mungkinkah? Edisi terbaru, mei 2014. Disini Qurash
menegaskan pentingnya mencari titik temu dan meningkatkan sikap toleransi,
bukan malah mempertajam perbedaan
“amat disayangkan ada
diantara ummat Islam yang termakan oleh isu yang ditumbuh suburkan oleh
musuh-musuh (Islam) sehingga lahirlah sekian orang atau kelompok yang enggan
melakukan pendekatan, bahkan mengajak untuk menoleh, lalu kembali ke masa lalu
yang kelam dan diliputi perpecahan. Kita mestinya mengarah ke depan karena kita
adalah putera puteri masa kini, bukan masa lalu”
Pada bagian lain Quraish
menjelaskan bahwa; “upaya mendekatkan” adalah keniscayaan yang dituntun agama,
demi kepentingan jangka pendek dan jangka panjang ummat
“pendekatan itu bukanlah
bermaksud menjadikan mereka menyatu, tapi mengundang mereka memahami sikap
masing-masing secara objektif dan adil, lalu bergandengan dengan tanpa
melebur identitas, yakni biarlah yang sunni tetap sunni dan yang syiah pun
tetap syiah. Namun keduanya berjalan seiring mengarah ke depan menuju kejayaan
umat dan bangsa”
Quraish juga menyayangkan
tiadanya sanggahan baru dari para santri muda pesantren Sidogiri itu terhadap
bukunya; “yang ada hanya pengulangan pendapat-pendapat lama yang telah usang,
yang hidangannya bila disodorkan pada masa kini sudah basi atau sangat
membosankan, seakan-akan kita hidup pada masa lalu atau seakan-akan kita
terlambat lahir”
Qurasih mengingatkan, sudah
saatnya para pemimpin ummat meninggalkan wacana soal khilafiyah mazhab yang
berpotensi memecah belah ummat. “bukankah banyak hal yang lebih penting,
seperti menegakkan keadilan yang menjadi inti ajaran Islam serta mendorong
upaya pemberantasan korupsi”
Disadur dari buku Cahaya,
Cinta dan Canda M.Quraish Shihab- Mauludin Anwar,dkk (Letera Hati:2015),
Siapa Prof
Quraish Shihab Sebenarnya?
Yang menjadi permasalahan
utama bagi umat Islam di Indonesia adalah ketidakmampuan mereka untuk mengenali
ulama-ulama yang benar manhajnya. Ketidakmampuan ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan agama yang mereka miliki. Akibatnya mereka tidak memiliki penyaring
untuk membedakan ajaran-ajaran sesat.
Kali ini kita akan membahas seorang ilmuwan tafsir yang terkenal di Indonesia namanya Quraish Shihab. Siapa Quraish Shihab ini sebenarnya? Untuk mengetahui apa manhaj dia, maka kita perlu dengan seksama mengikuti ceramah-ceramahnya, buku-bukunya, atau tulisan-tulisannya.
Kali ini kita akan membahas seorang ilmuwan tafsir yang terkenal di Indonesia namanya Quraish Shihab. Siapa Quraish Shihab ini sebenarnya? Untuk mengetahui apa manhaj dia, maka kita perlu dengan seksama mengikuti ceramah-ceramahnya, buku-bukunya, atau tulisan-tulisannya.
1. Melalui Buku-Bukunya
Quraish Shihab terlalu
gandrung menggunakan tafsir Syi’ah Al Mizan karangan Tabataba’i sebagai
referensi dalam penulisan entri di bukunya yang berjudul Ensiklopedi
Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya. Bahkan dapat dikatakan, rujukan
utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang memberikan penafsiran terhadap
Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah.
Dalam buku lainnya yang
berjudul Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah, Quraish
Shihab menyatakan bahwa sesungguhnya tidak banyak perbedaan antara Sunni dan
Syi’ah. Mereka sama-sama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta melaksanakan
rukun Islam yang lima. Hujah-hujah dalam buku ini, khas pendukung Syi’ah.
2. Melalui Ceramah-Ceramahnya
Di acara Metro TV, salah
seorang peserta ketika mengajukan pertanyaan berkenaan dengan latar belakang
adanya kebiasaan memperingati atau merayakan hari anak yatim (10 Muharram),
Quraish Shihab menjawabnya dengan memasukan doktrin Syi’ah tentang perang Karbala
yang menewaskan cucu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam yakni Husein
radhiyallahu ‘anhu. (Metro TV edisi Selasa 02 Ramadhan 1429 H bertepatan dengan
02 September 2008)
Menurut Quraish Shihab,
perayaan anak yatim yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram itu adalah untuk
mengenang kematian Husein radhiyallahu ‘anhu dan keluarganya yang tewas pada
perang Karbala. Dari peperangan itu menghasilkan banyak anak yatim. Peristiwa
Karbala yang menewaskan Husein radhiyallahu ‘anhu terjadi pada 10 Muharram
tahun 61 Hijriyah.
Jawaban khas Syi’ah ala
Quraish Shihab itu, menunjukkan bahwa ia memang penganjur Syi’ah yang konsisten
dan gigih. Di berbagai kesempatan, bila ada peluang memasukkan doktrin dan
ajaran Syi’ah, langsung dimanfaatkannya, apalagi di hadapan audiens yang awam
(tidak mengerti apa itu Syi’ah, dan bagaimana ajarannya yang sesat dan
menyesatkan).
3. Masukan Dari Teman
Dekatnya
LPPI pernah mendapatkan surat
pernyataan dari Osman Ali Babseil (PO Box 3458 Jedah, Saudi Arabia, dengan
nomor telepon 00966-2-651 7456). Usianya kini sekitar 74 tahun, lulusan Cairo
University tahun 1963.
Dengan sungguh-sungguh seraya
berlepas diri dari segala dendam, iri hati, ia menyatakan:
Sebagai teman dekat sewaktu
mahasiswa di Mesir pada tahun 1958-1963, saya mengenal benar siapa saudara Dr.
Quraish Shihab itu dan bagaimana perilakunya dalam membela aqidah Syi’ah.
Dalam beberapa kali dialog
dengan jelas dia menunjukkan sikap dan ucapan yang sangat membela Syi’ah dan
merupakan prinsip baginya.
Dilihat dari dimensi waktu
memang sudah cukup lama, namun prinsip aqidah terutama bagi seorang
intelektual, tidak akan mudah hilang/dihilangkan atau berubah, terutama karena
keyakinannya diperoleh berdasarkan ilmu dan pengetahuan, bukan ikut-ikutan.
Saya bersedia mengangkat
sumpah dalam kaitan ini dan pernyataan ini saya buat secara sadar bebas dari
tekanan oleh siapapun.
Pernyataan itu dibuat Osman
Ali Babseil sepuluh tahun lalu (Maret 1998), namun hingga kini masih relevan,
karena Quraish Shihab pun hingga kini terbukti masih menyebarluaskan doktrin
Syi’ah.
Taqiyyah Yang Kental
Orang-orang seperti Alwi
Shihab, Quraish Shihab, Haidar Bagir dan semacamnya merupakan jalur yang sering
orang sebut sebagai dekat dengan Syi’ah, hingga Quraish Shihab yang
punya rubrik tanya jawab Agama Islam di koran Republika waktu lalu mengambil
kesempatan untuk mengemukakan bahwa Sunni dengan Syi’ah hanya beda masalah
politik. Modal taqiyyah (menyembunyikan keyakinan yang asli) rupanya
diamalkan pula, sambil mengeliminir masalah.
Kesimpulan
Setelah mengetahui siapa
itu Quraish Shihab sebenarnya, sudah sepatutnya kita berhati-hati dengan
segala fatwa yang keluar dari dia, begitu juga dengan buku-bukunya. Kalau
merasa pemahaman agama masih lemah, lebih baik hindari bersentuhan dengan
pendapat-pendapat Quraish Shihab.
Related articles :
Grand Syaikh Al-Azhar (Bidang Hadith Dan Tafsir)
: Menghina Sahabat Nabi Bukan Islam. Ulama Al-Azhar Menolak Syiah. Dewan Ulama
Senior Saudi (Imam Masjid Al-Haram ) : Yang Menghina Istri Dan Sahabat Nabi (Ulama
Madzhab Syi'ah) Kafir. Syiah (rafidhah) Kafir Tanpa Keraguan.
Bongkar Kepalsuan Buku Putih Mazhab Syiah
Buku "Syiah Menurut Syiah" Membongkar
Semua Kesesatan Syiah Di Indonesia
Bahasan lengkap terkait “Kesesatan Syi’ah”
Musa Kazhim Al Habsyi (Militan Syi’ah,
Pendengki Arab Saudi) : Syiah Dan Ilmu Hadis ? Bantahan Ilmiyah Dan
Comprehensive.
Bantahan tambahan terhadap
Quraish Shihab (syi'i) dan Ulil Abshar Abdalla (sepilis) yang membolehkan
ucapan selamat natal
Koreksi Pandangan Prof. Dr.
M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Quran
Kritik Atas Tafsir Al-Mishba
[bagian 1]
Kritik Ilmiyyah Atas
Pemikiran Dr. Quraish Shihab (Bagian Pertama)
Kritik Ilmiyyah Terhadap
Pemikiran Dr. Muh. Quraish Shihab (Bagian 2)
Membongkar hubungan Quraish
Shihab dengan Syi'ah dan Penyimpangannya mengenai tafsir Jilbab.
Membongkar Pemikiran
Menyimpang Ulama Metro TV Quraish Shihab
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam Telah Dijamin Surga
Grand Syaikh Al-Azhar (Bidang Hadith Dan Tafsir)
: Menghina Sahabat Nabi Bukan Islam. Ulama Al-Azhar Menolak Syiah. Dewan Ulama
Senior Saudi (Imam Masjid Al-Haram ) : Yang Menghina Istri Dan Sahabat Nabi (Ulama
Madzhab Syi'ah) Kafir. Syiah (rafidhah) Kafir Tanpa Keraguan.
Biografi Syaikh Ali Musthafa Thantawi
Rahimahullah
(أديب الفقهاء و فقيه الأدباء )
Quraish Shihab, Syi’ah, dan
Jilbab
Quraish Shihab, Tokoh Tafsir
yang Akrab Dengan Kontroversi
QURAISY SYIHAB [bagian 2]
Membolehkan "Selamat Natalan" dan Jilbab Tidak Wajib (bag 1) ?
Sahabat Melakukan Bid’ah Pada Masa Rasulullah
??
Sanggahan untuk :
(4). Bid’ah Menurut M. Quraish
Shihab
Sebut Nabi Muhammad tak
dijamin surga, Quraish Shihab keliru tafsirkan dalil
Sederet Kekeliruan Quraish
Shihab dan Kurangnya Amanah Ilmiah
Siapa Bilang Perdebatan
Sunni-Syiah Sudah Usang
Taqrib Sunni – Syiah Gagasan
Usang Yang Diulang. Pengakuan Syeikh Al-Qaradhawi: ‘Iran Menipu Saya’
[Peristiwa Lama Melawan Lupa]
Prof. Dr. Quraish shihab, Umar Shihab, Azyumardi Azra, Amien Rais, dan Din
Syamsuddin menyatakan mazhab syi’ah tidak sesat
Siapa Penggagas Agama Syiah?
Tafsir Husein Tabatabai [Syi’ah]
Tanggapan Terhadap M. Quraish
Shihab Tentang Masalah Riba
Apa Kata Ulama Tentang SYIAH? Meraka
Mengatakan, SYIAH BUKAN ISLAM..
Jika Engkau Berkata Syiah Tidak Sesat, Maka…
Nasihat Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-'Utsaimin
Dan Syaikh Ali Hasan Al Halabi Bagi Pelaku Bid'ah. Hakikat Bid’ah Oleh
As-Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki, Habib Umar Bin Hafidz, Mufti Mesir DR.
Ali Jum'ah, DR. M. Quraish Shihab, Buya Yahya, Ust. Abdul Somad LC , Ust. Adi
Hidayat, Habib Novel, Habib Rizieq Sihab Dan Abdullah Hadromi.
Takfiri Syiah ( ABI ) Jadi Bunglon Di Kantor
Deputi VI Kemenko Polhukam, Dengan Memutar Balikan Dan Menyembunyikan Kejahatan
Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Untuk Quraish Shihab, Umar
Shihab, Alwi Shihab, Umar Shihab (Ketua Majelis Syuro IJABI), .....para
Syi’aher militan……kamuflaser syi'aher.......para peternak “kambing hitam
jahiliyah” wahabi dan pengadu domba NU-Wahhabi ??!! [gemar menuding
wahhabi/penghina (sifat) Allah, al-Wahhab]….…..dan taqiyaher sejenis!!!!
Musa Kazhim Al Habsyi (Militan Syi’ah,
Pendengki Arab Saudi), Kar-Bala (Haram Al-Husein) : AL-HUSEIN tak pernah MATI!
Tak mungkin MATI! A-SYU-RA dan AR-BA-‘IN adalah setiap hari ! Labbayka YA
HUSEIN ??!! Pembunuh Keji Husein Bin Ali RA Dan Ali Bin Abu Thalib RA Adalah
Syi’ah Kufah (Keturunan Majusi-Persia, Tempat Keberadaan Abdullah Bin Saba’)
Mengapa Ulama Syiah Sangat Perhatian dengan Taqiyah?
Ustadz Farid: " Syiah
Ini Agama Karangan, Jelas Berbeda Dengan Islam, Asyura Adalah Pendahuluan Untuk
Revolusi Syiah”. Lakukan Penyimpangan Terhadap Agama, Syiah Melanggar Hukum Dan
Berantas Kesesatan Syiah Lebih Efektif Dengan Kekuasaan
Ustadz Farid Okbah: Semua
Syiah di Indonesia Rafidhah dan Menyesatkan
Kalau Syiah Sesat, Mengapa Boleh Masuk Tanah
Suci?
Al
Qur’an Syi’ah = Al Qur’an Umat Islam ?! Apa Kata “Ulama Syi’ah” ?
Syi’ah
Meyakini Kesucian Al-Qur’an Al Karim Yang Ada Saat Ini ?
Ulama
Syiah Meyakini Adanya Tahrif (Perubahan) Al Qur’an, Bukan Kitab Petunjuk Dan
Kuasa Allah Tidak Berlaku Sekarang !
Bualan
Syi’ah Terkait Klaim Risalah Amman, Pengakuan Al-Azhar, Fiqh Ja’fari Dan Bagian
Dari Islam.
Agama
Syi’ah Mulai Terbentuk (Terorganisir) Pada Akhir Abad 3 H, Dengan Baru Memiliki
Kitab Rujukan Tersendiri (Aqidah-Fiqih- Cara Ibadah-Dll), Yang Dibuat 200 Tahun
Setelah Ja’far Shadiq Wafat. Sebelumnya Mereka Masih Sama Dengan Umat Islam
(Ahlus Sunnah).
Laknat
Allah Kepada Orang Yang Menyembunyikan Kebenaran Dan Tidak Ada Ke Imanan Bagi
Orang Yang Membiarkan Kebid’ahan.
Pemimpin
Tertinggi Iran Ali Khamenei Percaya Sholat Sunni Ditolak Allah
Keluarga
Nabi Dalam Pandangan Al-Qur’an Dan As Sunnah.
[akan tidak wajibnya jilbab, bukanlah produk beliau
pribadi, akan tetapi pada hakekatnya hanyalah bentuk mengekor kepada salah
seorang da'i liberal dari Mesir yang bernama Muhammad Sa'id Al-'Asymawi yang
telah menulis sebuah kitab yang berjudul "Haqiqot Al-Hijaab wa Hujjiyatul
Hadits". Buku inilah yang menjadi pegangan dan menjadi bahan penukilan
oleh Bpk Quraish Shihab dalam menelurkan fatwanya akan tidak wajibnya jibab !!!]
[rujukannya bukan Al-Quran dan Hadits tapi orang yang
lahir di abad 19-20 ]
[Tayangan Tafsir Al-Misbah yang dibawakan Quraish Shihab
di Metro TV pada Sabtu (12/7), ramai diperbincangkan di media sosial. Hal
tersebut setelah mantan menteri agama terakhir era orde baru itu menyebut bahwa
Nabi Muhammad tidak mendapat jaminan di surga.Sungguh berani lontaran ucapan
ini, saya rasa tidak seorang Islampun di bumi ini -apalagi muslim
berpendidikan- yang berani menyatakan "Nabi Muhammad tidak dijamin masuk
surga". Sungguh ini adalah pernyataan yang menyakiti hati-hati kaum
muslimin]
[Setelah mengagetkan kaum muslimin Indonesia dengan fatwa
sesatnya yang intinya "Boleh tidak berjilbab", ternyata Prof. DR.
Quraiys Syihab –semoga Allah memberi hidayah kepadanya- juga mengagetkan rakyat
muslim Indonesia dengan fatwanya "Boleh mengucapkan selamat hari
natal"]
Jika
Merujuk Pada Fatwa Super Grand Syaikh Al-Imam Malik Rahimahumallah Dan Al-Imam
Al-Bukhari Rahimahumallah, Maka Prof.DR. (Aqidah Dan Filsafat) Ahmad Thayyib
Kafir ?(berikut artikel terkait syiah lainnya)
Habib
Zein Alkaf : Syi’ah Bukan Saudara, Tapi Musuhnya Ahlu Sunnah. Terkuak, Syaikh
Al-Azhar Ke Indonesia Bersama Mufti Syi’ah Lebanon. MUI Sesalkan Pernyataan
Muhammad Ath Thayyib Dan Tetap Akan Mengeluarkan Fatwa Tentang Kesesatan Syi'ah
Kehadiran
Grand Syeikh Al Azhar At Thayyeb Di Indonesia Memperkuat Propaganda Sesat
Syiah. Empat Imam Mazhab Dan beberapa Ulama Islam Terkemuka Menyatakan Syiah
Bukan Islam. Syi’ah Saudara Muslim ? Jangankan Taqrib, Tasamuh Saja Mustahil !
Apakah Dia Pernah Baca Kitab-Kitab Rujukan Syiah ? Ulama Saudi (Juga
Penguasanya, Membela Umat Islam, Tidak Berlumuran Darah) Gemanya Lebih Didengar
Di Seluruh Dunia Islam.
Menimbang
Syi’ah Ajaran Syi’ah, Rukun Iman: Hari Akhir
Apakah
Point ke (2) Risalah Amman "Iman Kepada Qadha’ dan Qadar" Sesuai
Dengan Keyakinan Syi'ah Rafidhi ?
Ucapan
Dungu (Ahmaq) dan Bodoh (Jaahil) tokoh umat Islam dan tokoh masyarakat yang
empati dan simpati dengan syiah.
Cuplikan
Aqidah Busuk Syiah : Pantas Syiah Menghina Para Sahabat, Allah Saja Dihina
Mengapa
Syiah Begitu Akrab Dengan Non Muslim (Alwi Shihab Mendukung Pemimpin dari Non
Muslim) ?
Terbukti
Syi’ah Lahir Dari Rahim Yahudi.
Fatwa
Al-Imam Al-Albani Rahimahullah Tentang Pengkafiran Khumaini (Rujukan Taqlid
Agung Pemerintah Iran)
Arab Saudi Melarang Sufi (Tasawuf) : Tarekat
Tijaniah, Qadiriyah Dan Naqsyabandiyah, Makanya Tidak Ada Aliran Sesat.
Indonesia Perlu Lembaga Semacam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal
Ifta.
Ahlul Bait Ahlus Sunnah Beda dengan Ahlul Bait
Syiah
Ahlul-Bait Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam
Apakah Syiah Dikategorikan Sebagai Orang Kafir
Abu Lahab, Paman Nabi, Putranya Abdul Muthalib
(Saudaranya Abdullah Ayah Rasulullah), Masuk Neraka ! Nasab Tidak Tidak
Menolongnya.
Alwi Shihab ar Rafidhi : Iran dan Indonesia
Siapkan “Islam yang Benar dan Moderat ” ? !
AWAS!! Risalah Amman - Seruan Sesat Penyatuan
Semua Madzhab Sahihah & Sesat
Bagi Syiah; Abu Hanifah Adalah Nashibi, Kafir
Dan Halal Darahnya.Kriteria Nashibi (Nawashib) Dan Sikap Syiah Terhadapnya
Habib Salim Al-Muhdor: Mazhab Ahlul Bait Itu
Bohong!
Habib Ahmad Zein Al Kaff : Kalau wahabi kitab
rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda,
kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi/salafi
Habib Zein Alkaf : Syi’ah Bukan Saudara, Tapi
Musuhnya Ahlu Sunnah. Terkuak, Syaikh Al-Azhar Ke Indonesia Bersama Mufti
Syi’ah Lebanon. MUI Sesalkan Pernyataan Muhammad Ath Thayyib Dan Tetap Akan
Mengeluarkan Fatwa Tentang Kesesatan Syi'ah
Islam (Ahlus Sunnah Wal Jama'ah) VS Syiah !! ,
BUKAN Syiah VS Wahhabi !
“Islam Moderat” Dan Misi Barat
Imam Besar Al-Azhar Serukan Eropa Dukung
Lembaga Islam Moderat. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi: Islam Moderat Isinya Ya
Liberalisasi , sesat
Kaum Munafik Dan Perang Pemikiran
Kejinya Syi’ah (Majusi), Menuduh Asya’irah
('Asyariyah) Kafir, Musyrik, Majusinya Umat Ini, Lebih Hina Dan Rendah Dalam
Memaknai Sifat Dan Asma Allah SWT.
Kesepakatan Umat (Ulama) Kitab Shahih
Al-Bukhari Dan Muslim, Kitab Yang Paling Shahih Setelah Al-Qur’an,Kecuali
Golongan Syi’ah/Taqiyaher/Kamuflaser Yang Tidak Mengakui Keberadaan Keduanya.
Kedudukan Shahih Bukhari Muslim [bagian I]
Ketika Banyak Ulama Yang Membingungkan,Carilah
Ilmu Syar'i Di Madinah
Kenapa menghadapi Syiah lebih sulit, inilah
masalahnya
Kejahatan Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri
Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
Konferensi “Bagaimana Cara Mengalahkan Islam?”
Rencana Mereka, Kyai-Kyai Kelompok Mayoritas Mengubah Tafsir Al-Qur`An Dan
Hadits-Hadits, Dengan Target Menghentikan Otoritas Ulama.
Larangan Menafsirkan Al-Qur’an Dengan Pendapat
Sendiri. Kaedah Penting Dalam Memahami Al Qur’an Dan Hadits.
Mantan Presiden Iran, Hashemi Rafsanjani,
Mengakui Syi’ah Takfiri Tulen, Penyebab Lahirnya Al-Qaida/ISIS. Respons Ulama
Sunni Terhadap Pengkafiran Sahabat Rasulullah SAW
Masih Ada Yang Bilang Syiah Tidak Sesat, Ngaji
Dimana? Hindari Penyebutan Islam Sunni Dan Islam Syiah. Jangan Duduk-Duduk
Dengan Syiah,Syiah Indonesia Menganggap Abu Bakar, Umar, Dan Utsman Bukan
Pemimpin Yang Sah !
Masukan Untuk Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin Terkait Risalah Amman
Pendapat ulama rujukan NU sama dg wahabi
Prof. Dr. Ali Musthofa Ya’kub: Jangan Mau Jadi
Jangkrik!
[Untuk Orang NU yang Mau Diadu Domba Dengan
Wahhabi]
Prof Dr KH Ali Mustofa Ya’qub : Target Syiah di
Tahun 2030, NU Bakal Hancur
Persatuan, Dengan Syarat Tak Mengusik
(Mengkritik) 'Aqidah Dan Amalan Mereka ? Tidak Akan Terwujud Diatas Perbedaan
Manhaj Dan Akidah (Manhaj Bunglon, Mutalawwin)
Persatuan yang dipertuhankan , Apa Sih Definisi
Persatuan Yang BENAR?
Syi’ah Lebih Bahaya Dari Dajjal, Penyesat Umat,
Berlawanan Dengan Aqidah Ahlul Bait. Di Indonesia Mereka Berani Menghujat Semua
Sahabat, Istri Nabi Dan Imam-Imam Ahlus Sunnah (ucapan habaib)
Standar Kebenaran Bukan Pada Amalan Semata
Standarisasi Kebenaran Dalam Islam
Syiah – Grup Takfiri Terbesar Dunia. Kejahatan
Syi'ah Khomeini Dan Iran
Sebelum Ada “ Tuduhan Wahabi (Salafi) “ , Sejak
Abad 14 H Kejahatan Takfiri Syiah Mendominasi Sejarah Islam ! Hegemoni Syi’ah
Sejak Hasan Al ‘Askari (Imam Ke-11).
syi'ah termasuk dalam klasifikasi /golongan
Kafir Harbi
Syi'ah di Indonesia Sering Lakukan Kebohongan
Publik
SYIAH jauh Lebih Berbahaya Dari ISIS [ Untuk
Pendusta Yang Kebiasaan bersumpah " Demi Allah " ]
Siapa yang menyatakan beda antara Ahlus Sunnah
dan Syiah termasuk masalah furu' dan Tidak Semua Syi’ah Sesat, maka Dia… Syi’ah
!
Syiah adalah bagian dari madzhab dalam islam?
Yang bener saja, ini lho fatwa-fatwa agama syiah, bagi yang belum pernah
membacanya..
Soal Mengkafirkan Syiah
syi'ah termasuk dalam klasifikasi /golongan
Kafir Harbi
Saudi Arabia Memimpin Umat Islam Memerangi
Syi’ah. Wajib Atas Setiap Muslim Di Seluruh Belahan Dunia Untuk Bekerjasama
Dengan Pemerintah Arab Saudi. Syukur Dan Dukungan Terhadap Kerajaan Islam Saudi
Arabia.
Syi’ah, Jika Menerapkan Ilmu Al Jarh Wat Ta`Dil
Sebagaimana Ahlus Sunnah, Maka Tidak Tersisa Sedikitpun Dari Hadits Mereka
(Sampah). Mereka Banyak Berdusta Atas Ja`far Ash Shadiq, Menasabkan Dari
Riwayat-Riwayat Yang Dibuat-Buat, Menukil Tanpa Sanad Atau Sanad Maudhu`
(Dipalsukan) Atau Dhaif Atau Maqthu` (Terputus), Agama Masyayikh.
Sebagian Besar Isi Deklarasi Pemimpin Munafiqun
Moderat Semata-Mata Kedengkian Kepada Saudi Dan Salafi /Ahlus Sunnah (Terutama
Point 8,9,10,11). Imam Masjidil Haram: Tidak Ada Islam Moderat Atau Islam
Ekstrem, Munculnya Klasifikasi Karena Kepentingan Kelompok Tertentu Yang
Membenci Islam Sebagai Agama Yang Benar (Manhaj Yang Satu) Dan Tetap (Al-Haq) !
Tokoh Penyesat Umat
Takfiri Syiah (ABI) Jadi Bunglon Di Kantor
Deputi VI Kemenko Polhukam, Dengan Memutar Balikan Dan Menyembunyikan Kejahatan
Takfirinya Terhadap Al-Qur'an, Istri Dan Sahabat Nabi Serta Ahlus Sunnah !
“Titik Temu NU - Wahhabi “ , Bahasan “ Isu-isu
Pokok” Secara Ilmiyyah Tanpa Hujatan, Untuk Mendamaikan Sesama Ahlus Sunnah [Bagian
I]
Titik Temu Wahabi-NU
Tanggapan Majlis Islam Suriah Atas Kebusukan
Mulut Ali Khamenei Laknatullah 'Alaihi. Menunjukan Iran Dan Gerombolan Qum
Kelompok Takfiri Tulen.
Tidak Peduli Desakan Internasional,
Malaysia/Brunei Berani Melarang Syiah, Singapura Perlakukan Syi'ah Dan
Ahmadiyah Bukan Bagian Dari Islam. Indonesia Kapan/Takut ??!
Titik Temu Wahabi-NU
Tolok Ukur Kebenaran Adalah Secara Syar'i
Ukhuwah Salafi “Wahabi” – “Aswaja NU” Membuat
Syi’ah Laknatullah Meradang ! Enak Dibaca Dan Perlu
Untuk Para Provokator/Hasader/Herder Syi’ah dan
Ulama2 “SU’/Namimah” yang ingin membenturkan NU dengan Salafi “Wahhabi”,
perhatikan tulisan dibawah ini !!
Ustadz Firanda:ISIS Memang Berbahaya, Tapi
Syiah Jauh Lebih Berbahaya
Waspada, Politik Adu Domba Sesama Ahlussunnah
Meningkat, Sedangkan Syiah Bersiap-Siap!
Yunahar Ilyas: Jangan Menganggap Enteng Masalah
Syiah, Kalau Tidak Mau Menyesal
Yang Bilang Rafidhah Adalah Muslimin, Saudara
Kita, Tidak Mengharuskan Pengkafiran Terhadap Mereka Adalah Orang Jaahil
Murakkab!! Rafidhah Dan Syi’ah Lebih Berbahaya Dari Yahudi Dan Nashara
Yahudi Dan Syiah (Dr. Ihsan Ilahi Dhahir)